1

6.3K 528 32
                                    


Yoongi, Piano-seksual

BTS fanfiction

Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit

:::

Klub musik baru ia ikuti empat bulan belakangan. Terlambat setahun memang untuk menjadi anggota baru, tapi ia juga baru sadar kalau klub itu cukup menarik dan menjanjikan setelah melihat penampilan mereka di sebuah event. Sudah bukan rahasia lagi kalau klub musik kampusnya sudah santer di mana-mana, dipanggil di berbagai acara; formal-informal. Jimin yang juga punya hobi mendentingkan piano itu merasa mungkin saja akan menemukan kawan sealiran yang cocok untuknya di sana. Maka, dia menjadikan dirinya sebagai anggota klub musik, terhitung sejak 21 Desember 2016.

Kegiatan yang dilakukannya di klub itu tak lain adalah mempelajari lagu. Bukan lagi latihan menekan tuts; mana do, mana re, mana mi. Tapi menghapal not dari lagu-lagu yang akan dipakai ketika ada panggilan mengisi acara. Kebanyakan lagu barat klasik, lagu untuk orchestra, tapi tak jarang juga lagu pop masa kini (hanya lebih sering sebagai intermezzo saja).

Jimin dan klub piano, tidak. Bukan cerita tentangnya yang akan terjabar di sini. Melainkan seorang kawannya bernama Min Yoongi. Min Yoongi yang sama-sama punya titel pemain piano seperti dirinya.

Dia adalah mahasiswa tingkat empat yang seharusnya sudah meninggalkan kampus menjadi seorang karyawan atau pengangguran kalau tak dapat pekerjaan. Harusnya dia sudah lulus, tapi segala kemalasannya yang mendarah daging (itu yang Yoongi katakan sendiri), dia tak pernah menghadiri kuliahnya, tak pernah menyentuh tugas akhirnya, dan tak pernah peduli pada nilainya sama sekali. Surat peringatan yang sudah dua kali sampai ke alamat rumah orangtuanya di Daegu pun dia abaikan. Hidupnya ada di kasur apartemennya, juga sebagian di klub musik. Di depan piano.

Jari-jari panjang dan kurusnya yang lentik piawai memainkan tuts dengan tempo yang tak pernah tak sesuai dengan seharusnya. Dia kadang seperti seseorang yang memainkan piano dalam keadaan setengah sadar. Matanya jauh menerawang, kosong, tapi tangannya bergerak begitu saja. Seolah tak ada arahan dari otak tapi tetap bekerja.

Jimin memerhatikannya bukan karena ia terpikat pada lelaki berkulit sepucat tembok itu, bukan. Tapi ada rasa penasaran tiap kali melihat Yoongi datang ke studio dan duduk di depan pianonya, melamun memandang jejeran tuts selama sekian lamanya sambil mengelus-elus permukaan piano itu dengan ujung-ujung jarinya yang Jimin yakin sangatlah dingin (karena dia tak pakai sarung tangan bahkan di hari yang saljunya lebat).

Iya, walau Jimin akui Yoongi terlalu cantik dan feminin untuk ukuran laki-laki, tapi bukan berarti dia jatuh cinta pada apa yang matanya lihat. Kepalanya bekerja dan ia berpikir, jadi perihal jatuh cinta itu Jimin tak akan merasa kalau pertanyaan di benaknya belum terjawab.

Banyak yang menggenang, dan satu-satu mungkin akan ia ketahui jawabannya seandainya ia tanyakan pada Yoongi. Karena Jimin yakin kalau lelaki dengan bulu mata lebat itu bukanlah orang yang pelit dalam memberi jawaban.

"Kenapa kau tidak pakai sarung tangan?"

"Karena aku tidak punya."

Dan itu cukup untuk membuat Jimin paham bahwa Yoongi butuh sesuatu untuk membungkus tangannya yang semakin memutih dan kaku gara-gara dingin. Tapi dia butuh alasan lain, pasalnya tak wajar bila seseorang yang tinggal di negara sub-tropis seperti Korea tidak punya sarung tangan.

"Kenapa tidak punya?" Dan kenapa itu menjadi awal kalimat tanyanya lagi.

"Digigiti Holly jadi kubuang." Jimin tak perlu melanjutkan pertanyaannya tentang siapa Holly. Yang menggigit itu pastilah anjing. Bukan manusia.

Yoongi, Piano-seksual [Minyoon ff]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang