Chapter 9: Kemana?

7 0 0
                                    

Pagi masih buta. Baru beberapa orang yang beraktivitas di Sanville. Entah pergi mencari buruan atau sekadar pergi ke sungai mengambil minum untuk kambing-kambingnya. Semua masih meringkuk mencari kehangatan dalam selimut karena dinginnya pagi. Terlelap dalam mimpi masing-masing.

Pagi masih berkabut. Mentari belum menampakan dirinya. Sanville masih hening dan tenang. Jika boleh memilih, mungkin mereka lebih memilih untuk tidak bernafas sejenak. Karena tiap nafas yang mereka hembuskan turut dingin pula.

Monalisa membuka matanya perlahan bersamaan dengan dingin pagi yang semakin menusuk. Dilihat sekelilingnya, dia baru sadar bahwa dia tidak berada di istana.

"Aku benar-benar kabur dari istana." ucapnya.

Kemudian Monalisa bangkit dengan segenap tenaganya. Dia terduduk malas di tepi tempat tidur barunya. Punggungnya sedikit sakit karena tempat tidurnya yang tidak seempuk kasurnya di kamar istana. Pandangannya lurus ke arah pintu gubuk yang sedikit terbuka. Padahal Monalisa yakin semalam dia benar-benar menutupnya. Tapi dia hanya mengabaikannya. Dia tidak ingat betul apa dia sudah menutupnya atau belum.

Dia mengikat rambut panjangnya itu sebelum melangkah keluar gubuk. Setelah selesai, dia berjalan membuka pintu dan melihat ke sekeliling. Baru beberapa dari penduduk Sanville yang sudah bangun. Itu pun kebanyakan para Ibu, karena harus segera memasak sarapan pagi untuk keluarga mereka. Sedangkan beberapa lelaki, dari yang masih remaja hingga dewasa, pergi ke dalam hutan mencari buruan untuk dimakan.

"Selamat pagi, Tuan Putri!" sapa seorang wanita tua yang lewat.

Monalisa menyunggingkan senyumnya. "Selamat pagi."

"Bagaimana tidurmu semalam, Tuan Putri? Apakah nyenyak?"

"Ya, sangat nyenyak. Tapi, tolong jangan panggil aku seperti itu. Panggil saja Lisa." ucapnya ramah.

"Kenapa? Kau tetaplah Putri kerajaan."

"Aku akan tetap menjadi Putri kerajaan jika aku sampai saat ini berada di istana. Lagipula mana ada Putri Kerajaan yang pergi meninggalkan istana."

Monalisa terkekeh.

"Aku hanya ingin berteman tanpa halangan pangkat. Sudah itu saja."

Wanita itu tersenyum dan menyentuh lengan Monalisa. "Tidak, tidak. Kau tetap Putri kerajaan, anak dari Raja Julius. Aku ingin menghormatimu sebagai putri dari Raja."

Monalisa pun turut tersenyum dan menunduk.

"Apa Tuan Putri masih mengingatku?"

Monalisa terkejut dengan perkataan wanita tua itu. Dia tidak merasa pernah bertemu dengannya, tapi wanita itu berbicara seakan dia kenal betul dengan Monalisa. Atau memang dia pernah bertemu tapi Monalisa tidak menyadarinya.

"Maaf, tapi sebelumnya aku belum pernah melihat Nenek. Ini pertama kali aku bertemu denganmu, Nek."

Wanita itu tersenyum. Dia menurunkan karung lusuh yang sedari tadi dibawanya, yang hanya setengah terisi.

"Tidak, Tuan Putri. Kita sudah pernah bertemu sebelumnya."

".."

Wanita itu tertawa pelan. "Kau masih terlalu kecil untuk mengingatnya. Pertemuan pertama kita saat kau masih umur satu tahun."

"Jadi, Nenek pernah bekerja di istana? Di Kerajaan Orsan?"

Wanita tua itu mengangguk.

"Lalu, kenapa kita tidak pernah bertemu lagi? Kapan Nenek berhenti bekerja di istana?"

"Aku akan ceritakan semuanya nanti sore. Datanglah ke gubuk ku, di sebelah barat gubuk mu." ucapnya sambil menunjuk gubuknya yang tak jauh dari gubuk yang ditempati Monalisa. "Aku masih banyak pekerjaan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 09, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Monalisa: The Conqueror Of The Dark SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang