1

1.8K 221 17
                                    


Arun

BTS fanfiction

Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit

:::

Arun

:::

Jimin kembali dari komanya dan hanya mampu membawa ingatan yang tak sampai separuh. Dia bahkan tak bisa mengingat bagaimana caranya mengikat tali sepatu. Hal-hal sederhana sekalipun dia lupakan. Dia jadi seperti anak kecil yang polos dan butuh pengasuh. Di sinilah aku, di sinilah dia, di rumahku. Aku merawatnya dan sedikit demi sedikit membantunya untuk mengingat sesuatu.

"Tae, kenapa kau tidak memasak saja?"

Sudah waktunya makan siang, dan kami tak punya apa-apa untuk disantap.

"Aku tidak bisa memasak."

"Bohong, seingatku kau bisa."

"Jangan andalkan ingatanmu yang payah itu."

Jimin tertawa dengan sindiranku yang sarkastik. Tapi memang benar adanya, dia payah. Aku tak tahu dari mana ingatan yang seolah meyakinkannya bahwa aku bisa memasak itu. Tidak, aku tak tahu. Aku tidak pernah becus untuk mengolah bahan makanan. Aku adalah lelaki yang hidup dari junk food dan makanan yang kupesan dari restoran. Aku tak pernah memasak. Aku tak tahu bagaimana caranya meracik bumbu.

Ini bukan pertama kali Jimin keliru. Dia sudah sering begitu dan tugaskulah yang meluruskannya, memberitahunya apa yang sebenarnya terjadi, apa kenyataanya.

Dia sering mengatakan padaku kalau isi kepalanya hampir tak punya lembar-lembar memori yang tersisa sejak kecelakaan hebat itu. Sejak dia bangun dari koma. Katanya, dia memakai hatinya untuk meyakini bahwa dia pernah melakukan ini dengan orang ini, melakukan itu dengan orang itu. Tapi memang, hati yang diandalkannya terkadang salah menerka. Keliru.

Mungkin benar bila manusia tidak bisa mengandalkan salah satu dari hati dan pikirannya. Keduanya bekerja bersama. Mengingat dan memahami, mengingat dan merasakan.

"Kita pesan ayam saja." Aku mengetuk-ketuk layar ponselku untuk mencari nomor restoran ayam. Kulirik sekilas, Jimin memandangiku dengan bertopang dagu. "Halo?"

Aku tak tahu kenapa, ketika aku tengah bertelepon, aku merasakan sebelah tanganku yang menganggur digenggamnya tiba-tiba. Dia menyelipkan jarinya di antara jari-jariku, menjembatani kami yang terhalang sebundar meja makan. Aku melirik.

Ketika aku balas menautkan tanganku di jari-jarinya yang kurus, dia tersenyum simpul. Tersenyum sambil memandangi tangan kami yang saling tertaut.

Hanya saja aku tak bisa ikut tersenyum sepertinya.

Aku bukannya tak senang, tapi aku merasa bersalah.

:::

Arun

:::

Jimin sering memintaku untuk bercerita sebelum dia tidur. Ya, seperti anak-anak bukan? Tapi dia ingin aku begitu untuk membuatnya ingat, atau setidaknya tahu tentang apa-apa saja yang pernah dia alami di masa lalu. Tentang dirinya, teman-temannya, dan kehidupannya sebelum dia koma. Banyak hal yang ku ceritakan di tiap malamnya, tapi tak seluruhnya dapat kusampaikan. Sebab, ada beberapa hal yang ku pikir akan sulit Jimin pahami.

Seperti tentang seseorang itu, seseorang yang benar-benar hilang dari ingatannya.

Maka kusimpan cerita itu, hanya sampai dia siap untuk mendengarnya.

Arun [Minyoon/MinV ff]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang