Bab 3
Rencana makan malam gagal total, Bagas memilih untuk tetap menjalin hubungan dengan Niken. Mungkin ia akan mempertimbangkan usulan Gendis tentang kawin lari dengan Niken. Bagas menatap kalender yang ada di depannya. Sudah seminggu mereka tak bertemu, entah gadis itu sedang sibuk apa, Bagas tak mau tahu. Sedikit rasa kesal masih tersimpan dalam hatinya. Pertama karena Gendis pergi tanpa pesan, kedua ayah lebih memilih Gendis untuk jadi calon mantunya dari pada Niken. Kan gila itu namanya. Mau jadi apa anaknya nanti kalau Gendis ibunya. Meskipun nggak diragukan lagi, kalau Gendis memang perempuan yang baik, tapi...
Bagas mengernyit,kenapa malah melantur kemana-mana. Bagas menarik napasnya dalam-dalam mencoba berkonsentrasi dengan beberapa proposal bisnis di hadapannya. Tapi tetap tak bisa, pikiranya bercabang kemana-mana.
Hatinya kecilnya berteriak untuk meminta bertemu dengan Gendis, namun hati besar menolak.
Aahh, kacau.... Mereka memang tak pernah berpisah lama-lama, paling lama juga sepuluh hari, waktu itu Bagas tengah melihat lokasi proyek di Bangka, namun pada hari kelima, rasa kangennya tak dapat ditangani, ia memilih untuk meninggalkan lokasi dan bergegas balik ke ibu kota. Menemui Gendis yang tengah sibuk mencari brosur mobil tipe L300 yang murah.
Menghabiskan waktunya seharian untuk mengikuti gadis itu keliling-keliling toko, setelah puas barulah mereka menyempatkan makan dan bercengkrama. Esoknya Bagas kembali ke Bangka.
Dan sekarang, ia harus betah duduk dibalik meja, memandangi kalender dan poto kelulusan mereka saat SMA. Di sana ada Gendis dengan rambut keriting gantungnya, Ikbal teman baik mereka, dan Eldo. Bagas berdiri di belakang Gendis merangkul gadis itu dengan tenang.
Tak tahan dengan siksaan batin, Bagas memilih untuk meninggalkan kantornya dan menuju ke rumah sewa gadis itu.
***
Gendis baru saja selesai mandi, matanya masih mengantuk. Dengan sisa-sisa kesadaran yang ia punya, akhirnya Gendis duduk di depan computer, memeriksa websitenya sembari meneguk kopi campur-campur miliknya.
Gendis merenggangkan tubuhnya, merasakan tulangnya bergemelutuk menyesuaikan. Akhir-akhir ia sangat sibuk, mencari beberapa ruko yang strategis dengan harga miring, nggak miring-miring banget sih. Asal kantongnya nggak jebol aja.
Syukurlah ada teman SMPnya yang menawari salah satu ruko terbaik di kawasan perbelanjaan di pusat. Harganya juga nego-nego. Gendis menyesap kopinya lagi.
Malam nanti akan ada syukuran di rumahnya, tentang Nilam, Gendis memilih untuk diam dan tak mau ikut campur. Lelah ia menasihati Nilam, tapi sepertinya anak itu memang tak mau mendengarkannya. Seminggu ini ia habiskan untuk berkutat dengan bisnisnya, mempersiapkan kepidahan mereka ke kantor baru. Uh, kantor baru. Kedengarannya lebih oke.
Bagas, entahlah, ia tak mendapat kabar dari lelaki itu. Biasanya sih, ia akan menghubungi Bagas lebih dahulu. Namun setelah dipikir-pikir, sebaiknya ia belajar untuk mengacuhkan lelaki itu. Bagas sebentar lagi akan menikah, nggak mungkin dong dia dengan genitnya nempel-nempel di samping Bagas. Bisa diterkam Niken nantinya. Bagas sendiri juga jarang membahas dirinya di depan Niken. Seakan menyembunyikan atau hanya memberikan sedikit cerita tentang mereka.
Ketukan pintu terdnegar nyaring dan buru-buru. Gendis menyaut tak suka dan membuka pintu. Panjang umur lagi itu orang. Bagas tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya bak model.
"Agas, ngapain lo?" tanya Gendis menyipitkan mata. Bagas nyengir kuda lagi, mendorong Gendis masuk dan ia masuk sembari menutup pintu sewaan itu. Bagas nyelonong masuk ke dalam rumah kecil milik Gendis mengambil minuman dan duduk di depan computer.

KAMU SEDANG MEMBACA
When Best Friend Get Married
RomanceKetika cinta itu bukan masalah waktu, dia bisa menyusup lewat relung hatimu, meski kau tutup rapat sekalipun. (Cerita di privat, silahkan follow untuk membca)