Kadang kehidupan menawarkan kita kesempatan yang berharga, namun kita tak mengambilnya. Kadang nurani memanggil dengan suaranya nan merdu namun kita tak mendengarnya, mengganggapnya angin lalu, menyangkalnya dan mencampakkan kehalusannya. Dan baru setelah kesempatan itu pergi, setelah suara itu menjauh kita tersadar dan tak ada lagi yang bisa dilakukan selain menumpuk sesal
"Pulang yuu..." ajak Renata "udah mulai mendung, takut keburu hujan" katanya seraya menunjuk ke langit yang mulai disesaki awan kelabu.
Jalan di depan sekolah, sudah terlihat sepi sedari tadi, lalu lalang anak SMA mulai jarang. Sebagian sudah pulang ke rumahnya masing-masing, sebagian lagi pergi bermain, nongkrong entah dimana, dan ada juga –walaupun sedikit- yang sedang berkumpul di suatu tempat belajar bersama.Aku dan Renata baru saja selesai mengerjakan mading (majalah dinding) untuk minggu itu. Sebagai pengurus yang paling getol (baca Renata) dan pengikut dari pengurus yang paling getol (...itu aku), kita kebagian finishing bahan-bahan mading sekaligus menempelkan hasilnya di papan Mading seantero sekolah, hanya ada tiga titik jadi tidak terlalu sulit.
"Okey.." aku mengiyakan sambil membereskan tasku
Renata berdiri, menimbulkan efek iklan Shampoo, saat rambut hitam panjangnya tergerai halus, lurus ke pundak, ia merapihkan bajunya, meluruskan lipatan-lipatan rok yang tak diinginkan hasil duduk berjam-jam mengerjakan tugas, dan keliling-keliling sekolah bawa karton, lembaran kertas dll. Aku menyodorkan tas Renata, yang ia balas dengan senyum simpul manis tanda terima kasih, jauh lebih manis dari gantungan kunci bentuk buah-buahan (maksudnya tanda terima kasih di kondangan...hehe). Ia melangkah keluar ruang Ekskul Mading, dan aku mengikutinya usai mengunci pintu.
Jalan keluar sekolah dari ruang Mading menanjak dan menikung, sesuai kontur sekolah kami yang berbentuk setengah mangkuk melandai turun di halaman depan lalu datar sampai bagian belakang, meliuk di bagian samping mengikuti garis sungai yang mengalir di sebelah, sungai yang pernah membuat sekolah ini terkenal sebagai langganan banjir di setiap musim hujan.
Dulu seringkali kegiatan belajar mengajar (selanjutnya disebut KBM) terganggu atau bahkan terhenti total akibat air hujan merayap masuk ke ruang-ruang kelas, tinggi air yang mencapai batas lutut kucing, (ehh kependekan yahhh..heee) naik hingga sebatas lutut Bapak Soma (guru BK nan galak yg tingginya 185cm) membuat Ibu Mala (guru B.Indonesia kecil mungil kerabat Homo Floreinsis) terbenam setengah badan.
Namun masa-masa itu telah lama usai, setelah dibangunnya Tembok Burlian (hasil karya periode Kepala Sekolah Burlian Effendi) yang berdiri kokoh setinggi 4m memisahkan komplek sekolah dan sungai di sampingnya. Banjir pun tak datang lagi, perlahan tapi tak pasti sekolah kami tidak lagi terkenal karena banjir air hujan tapi karena banjir prestasi Aaminn.Renata menghela nafas, sedikit mengeluh dengan jalan menanjak yang memang membutuhkan tenaga ekstra untuk melewatinya. Aku tersenyum menatap ekspresinya, mencoba memberi semangat. Mengingat beberapa pekan ke belakang ia baru saja keluar dari rumah sakit setelah jatuh pingsan sehabis pelajaran Olahraga, maka aku mengerti betul bagi Renata jalan seperti ini pun akan terasa berat.
Sebenarnya kalau ia mau, aku akan sangat bersedia menggendongnya hingga ke depan gerbang sekolah, tapi aku yakin ia akan menolak, usahanya yang tak kenal lelah untuk lepas dari penyakitnya, selalu membuatku kagum. Ia tak pernah mau terlihat lemah di hadapan siapapun, selalu siap meluangkan waktu dan tenaga lebih untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa ia bisa, bahwa ia sama kuat dengan orang sehat lainnya, bahkan lebih kuat.
Pos Satpam di depan gerbang sekolah tampak kosong, jam segini memang tak banyak yang harus mereka lakukan, tak ada murid iseng yang coba-coba minggat dengan berbagi alasan, guru-guru dan pegawai TU pun sebagian besar sudah pulang.
"mau jalan atau naik angkot.." tanyaku
"jalan saja... cuacanya juga mendukung nih.." jawab Renata

KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
Short StoryTentang rasa, tentang segala yang memberi makna, pada setiap sudut kehidupan pada setiap mimpi dan realita pada cinta, dan rindu yang tak terucapkan