Sepinggan Pancake Oreo

32 2 0
                                    

-

"Bye, Shil!" Fanya dan Freya sudah dijemput, tinggal lah dia di kelas dengan beberapa orang lagi. Si tengil Rangga sedang dipanggil kepala sekolah, sepertinya juga menyerahkan formulir dan mengikuti ekstrakulikuler karate hari ini.

Kelas sudah sunyi. Hanya tersisa Rana, Shila, dan juga Keisha. Shila masih sibuk mencatat tugas biologi tadi. Dia tidak ingin saat ujian nanti malah jadi keteter sendiri menyalin catatan.

"Shil, kita tinggal ya. Udah dijemput, nih." setelah menaruh sapu, Rana dan Keisha pamit kepada Shila.

"Oke gapapa. Lo berdua hati-hati ya." balas Shila setelah itu kembali sibuk dengan buku dan pena.

Sekarang kelas sudah kosong, hanya tertinggal seorang Shila beserta tas abu-abu milik Rangga di sebelahnya.

Akhirnya selesai.

Dia segera membereskan buku-bukunya dan membuka loker miliknya, sebagian dia taruh di sana dan sebagian dia bawa pulang.

"Ponsel gue." dia menepuk jidatnya pelan, merutuki sifatnya yang memang pelupa.

Setelah mengambil kembali ponsel dari laci mejanya, begitu berbalik badan dirinya dikejutkan dengan lelaki berbadan tinggi dengan wajah yang bercucuran keringat.

Wajahnya yang datar dan menatap Shila seperti setan yang sedang sedih, otomatis gadis itu terkejut.

"Lo gila ya datang-datang horor gitu!" spontan Shila menepuk bahu cowok itu cukup kencang.

"Bagi minum dong." ucapnya sambil menyekah keringatnya.

"Jorok banget sih!" cerocos Shila, dia paling tidak suka dengan sesuatu yang berkeringat.

"Namanya juga abis latihan woi. Udah cepetan dong, gue haus nih!" dengan tangannya sendiri Rangga merebut botol air minum berwarna merah muda yang ada di genggaman gadis itu.

Entah kenapa Shila tidak membalas apa-apa dan membiarkan cowok itu mengambil minumnya yang tinggal setengah.

"Minum itu duduk!" cerocos gadis itu lagi, dan ajaibnya seorang Rangga menurutinya.

Bisa dibayangkan? Shila berdiri sambil memandangi Rangga yang duduk bersila di lantai depan kelas.

"Lap gih!" titah Shila lagi sembari memberikan tisu.

Seketika sadar, Rangga mengerutkan alisnya. "Lama-lama lo udah kayak emak gue, deh."

Shila menginjak kaki cowok itu pelan,bibirnya mengerucut.

"Eh, kenapa gue akur ya sama lo?" Shila pun ikut tersadar.

Memang ini sudah hari ketiga setelah status Rangga sebagai seorang murid baru. Sudah banyak hal-hal baru yang Shila ketahui tentang Rangga. Hobinya karate, pandai bermain gitar, tukang tidur, tapi untungnya dia pintar berbahasa dan dalam bidang IPA. Hanya pelajaran Matematika yang otaknya agak beku.

Selama tiga hari ini juga Shila bisa melihat di dalam loker milik Rangga yang terletak bersebelahan dengan miliknya dipenuhi cokelat, bunga, bahkan kata-kata perhatian di atas kertas post it! yang setiap pagi banyak tertempel di pintu loker Rangga. Tak jarang juga Shila menggidik geli.

"Makasih ya." selepas minum, Rangga berdiri dan meninggalkan Shila tanpa menunggu gadis itu menjawab.

"Cowok gila." gumamnya sebelum memasukkan botol air yang sudah kosong melompong itu ke dalam tas maroon miliknya.

-

"Ma, Shila pulang!"

Seorang wanita yang masih sibuk dengan adonan kuenya dikejutkan oleh suara cempreng khas milik anaknya.

A GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang