Hidung lancip yang memerah

46 3 0
                                        

-

Pagi sekali Shila sudah sampai di sekolah dengan kotak bekal maroon berisi pancake oreo dengan sirup cokelat. Dua potong sudah masuk ke perutnya, dan dia bahagia.

Kenapa? Karena selain masak air, telur dadar, dan mi rebus instan, hanya pancake oreo yang berhasil dia masak hingga sekarang. Bayangkan saja, setiap dia mencoba memasak sesuatu yang 'lebih maju' dari sekedar masak air, yang ada dapur akan lebih berantakan daripada saat memasak pancake.

"Tumben dateng sepagi ini." suara bariton itu menggema di sisi kelas.Suara siapa lagi kalau bukan milik Rangga?

"Lo rusak acara sarapan bagus gue." balas Shila sambil menusuk kasar potongan pancakenya menggunakan garpu.

"Yaelah, udah bagus gue nyapa lo sekali-sekali." balasnya sambil mengusap hidung.

Terserah kalian mau percaya atau tidak, namun faktanya Rangga selalu sampai ke sekolah tidak lebih dari pukul enam lewat lima belas menit. Untuk rekor hari ini saja, Shila berhasil mengalahkan Rangga.

Tidak betah dengan suasana awkward di kelas hanya berdua dengan teman sebangku yang absurd abis. Shila buru-buru meninggalkan kelas menuju loker dan membiarkan Rangga sendiri di dalam.

Pintu lokernya polos, hanya ditemani kata-kata penyemangat yang dia buat sendiri di secarik kertas post it! yang bunyinya " keep calm and become a doctor. "

Dari kecil, Shila memang termotivasi menjadi seorang dokter. Bukan karena orangtuanya adalah seorang dokter atau apapun itu. Hanya saja, sejak berumur dua tahun, ibunya mengaku kalau Shila sudah memiliki selera yang berbau kesehatan.

Alih-alih loker di sebelahnya yang tertera nama Rangga, di sana begitu ramai dengan nuansa merah muda. Oh tidak, apa Rangga selalu berhasil menahan matanya untuk tidak terpejam karena silau dari kartu-kartu alay seperti itu?

Alasan utama Rangga datang sepagi ini sebenarnya hanya untuk menghindari serbuan dari para siswi yang memberinya kado, cokelat, bahkan menyatakan cinta kepadanya.

"Muka lo tolong dikontrol." suara Rangga membuyarkan lamunannya.

"Lo pusing kan lihat loker gue? Apa lagi gue." lanjutnya lagi sembari melepas segala macam kartu yang menempel di pintu loker miliknya dan membuangnya ke tong sampah, tanpa membaca terlebih dahulu tentunya.

"Gue bingung, apa sih yang istimewa dari lo sampai-sampai semua cewek suka sama lo. Nope, Bahkan Agung kayaknya juga pernah ngasih lo cokelat. Iya gak sih?" jelas Shila dengan tangan bersilang di depan dada.

Agung adalah anak kelas tetangga, sebelas IPA tiga, yang diketahui bahwa dia itu sedikit 'melambai' dan menyukai Rangga.

Rangga mengusap wajahnya gusar "Karena gue terlalu ganteng, mungkin? Dan masalah Agung, gue gak yakin namanya Agung deh. Dia beneran laki-laki gak, sih?"

Secara tulus, Shila tertawa. Namun belum sempat napasnya teratur, dia sudah berhenti tertawa. "Pardon. What did you say? Lo? Ganteng?"

"Actually, yes." balas Rangga merasa sangat pede.

Shila menginjak kaki Rangga dengan tenaga yang lumayan. Sehingga membuat Rangga mengaduh.

"Katanya anak karate, diinjak sama cewek segitu doang udah down. Dasar cemen." Shila masuk ke kelas tanpa rasa bersalah.

"Cewek gila." gumam Rangga ditemani dengan jempol kaki kanan yang lumayan berdenyut.

-

Siang ini begitu terik. Membuat siapapun tak ingin bergerak dari rumah. Tadi saja, Shila pulang dengan memesan taksi online saking tak tahan panas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang