Why?

676 72 8
                                    

Tapi kau lalu marah padaku.
Mengapa?
Berkata jika tak mungkin dia melakukan itu.
Ya, kau benar.
Aku tahu sebenarnya kau kecewa.
Dan aku berkata, aku salah melihat orang.
Ya, aku berbohong demi kau.
Maaf.

J

inyoung POV

Plak!

Tamparan itu mendarat untuk kesekian kalinya di pipiku. Pipiku kembali memerah, untuk kesekian kalinya. Aku hanya tersenyum menerima tamparan itu.

“Berhenti mengatakan yang tidak-tidak tentang dia, Young. Kurasa kamu masih bisa memahami bahasaku.”

Aku mengangguk, mengibaskan rambutku yang agak panjang lalu berbalik menjauhi Jisoo yang masih saja memasang muka kesalnya.

Untuk kesekian kalinya pula, aku menyesali kesalahanku, mengutuk diriku sendiri. Jisoo benar, sudah sepantasnya aku tak mencampuri urusan asmaranya, melupakan perasaan yang terlanjur mengakar. Tapi aku tak bisa tinggal diam, ketika melihat Seokjin jalan dengan yeoja lain. Aku mungkin memang tak lebih baik dari Seokjin, tapi setidaknya aku lebih pantas berada di sisi Jisoo. Setidaknya.

Jisoo POV

Aku tak sengaja menumpahkan kopiku. Ah tidak, hari ini terlalu banyak hal yang membebaniku.

Seokjin bukan baru sehari tak mengabariku, tapi telah tiga hari ini. Urusan kampus ikut-ikutan pula menyita pikiranku, tugas membuat puisi dan membuat video deklamasinya entah mengapa menjadi tak lagi mudah.

Tak mudah seperti saatku dulu pertama jatuh cinta pada Seokjin. Aku ingat mendeklamasikan puisi itu benar-benar tulus. Tapi sekarang, aku tak lagi bisa menuliskan baitnya, meski perasaanku padanya masih sama.

Jinyoung, temanku dari jurusan yang sama mendatangiku dengan tubuhnya yang basah oleh peluh.

“Jis..” panggilnya seperti biasa.

Aku beranjak dari dudukku, mengelap peluh di wajahnya dengan tissue yang kubawa.

“Seokjin selingkuh. Aku melihatnya jalan dengan yeoja setengah…”

Plak.

Aku menampar pipinya.

“Jangan seenaknya, Young. Dia tak mungkin melakukan itu.”

Jinyoung memegang pipinya yang agak memerah karena tamparanku. Padahal kupikir tak terlalu keras, meski sedikit menimbulkan suara.

“Tapi itu Seokjin, dia melepas cincin yang kalian punya.”

Hening. Aku menunduk, malas menatap wajahnya yang masih antusias menjelaskan.

“Berhenti mengatakan yang tidak-tidak tentang dia, Young. Kurasa kamu masih bisa memahami bahasaku.”

“Ya, mianhae, kupikir aku salah lihat orang.” Suaranya melirih, samar tak terdengar.

Dia mengangguk pelan dan berlalu begitu saja.

Jinyoung-shi, kau semakin menambah beban di pikiranku, meninggalkan keraguan di hatiku. Tentu saja aku sebenarnya hanya kecewa, bukan hanya kau yang mengatakan demikian, tapi.. Hanya saja telingaku tak mau mendengarnya.

That XXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang