I Dont Know What to Say No More

507 57 0
                                    

Kau terlihat bahagia saat membicarakan dirinya.
Kau terlihat bahagia.
Kau tertawa dan aku senang melihatnya.
Aku senang.
Kau berkata kau sangat mencintainya dan perasaan itu akan berlangsung selamanya.
Kau mempercayainya dan aku..
Tak bisa berkata apa-apa lagi.

Author POV

Pagi menghampiri Seoul seperti biasanya. Seokjin yang mabuk semalam mengalami sakit pada kepalanya. Tangannya mencari-cari ponsel berwarna hitam miliknya.
17 panggilan tak terjawab.

Namjoon.


Klik. Seokjin memanggil balik nama tertera di layar.

“Morning sayang..” sapanya mesra.

“Kau kembali?” balasnya setengah kesal.

“Kau pikir aku ini kemana? Bukankah aku selalu di hatimu?” Seokjin menimpali genit.

Si empunya suara hanya menghembuskan nafasnya. Tak tahu lagi harus menanggapi Seokjin seperti apa.

“Aku merindukan nafasmu, mari kita bertemu..” Seokjin tak hentinya melempar kalimat-kalimat mesra.

“Kau mau aku ke apartemenmu?”

“Jangan, biar namjamu yang menghampirimu. Kau ingin aku bawakan apa sayang? Bunga? Cokelat?”

“Tak perlu, cukup datang saja.”

“Joa.. Kutahu kau hanya mengharapkan aku dan hatiku.”

“Cukup, jangan membuatku semakin tersipu.”

Seokjin tertawa di ujung telepon.

“Tetap berada disana. Satu jam lagi aku akan menciummu.”

Klik. Seokjin menutup telepon. Dia segera mengganti nama kontak Namjoon menjadi Jisoo-ku. Dia menyeringai puas, lalu bangkit untuk memulai permainannya.

Mereka memiliki banyak definisi soal cinta. Persetan, bagiku cinta hanya permainan. Aku bisa memainkan banyak permainan dalam satu waktu, begitu pula cinta. Hatiku terlalu luas hanya untuk memiliki satu cinta, aku tak ingin menyisakan banyak ruang di dalamnya.–Kim Seokjin

Jisoo POV

Seokjin akhirnya menghubungiku. Aku tersenyum lebar sekali pagi ini, wajahku nampak memerah kala berbicara dengannya melalui telepon. Hanya saja hatiku meragu, dia terus menerus mengucap kalimat manis, bukan menjelaskan dibalik menghilangnya dia beberapa hari terakhir. Aah persetan, kalimat manisnya telah membawa jiwaku terbang tinggi, menjangkau awan berbentuk hati di langit pagi ini.

Ponselku bergetar. Jinyoung.

“Halo..”

“Jis, bisa kita bertemu di taman belakang rumahmu sekarang? Ada hal penting yang ingin kukatakan.”

“Mianhae, Jinyoung-shi. Aku tak bisa menemuimu hari ini.”

“Why?”

“Aku juga memiliki hal penting yang harus kulakukan. Kalau kau mau, datang saja nanti malam. Kalau sekarang aku benar-benar tak bisa. Kurasa kau mau mengerti.”

“Aku mengerti kok. Aku akan menemuimu malam nanti. Sampai bertemu.”

Sambungan terputus.

Jinyoung POV

Aku memutus panggilan dengan Jisoo. Baiklah, aku justru memiliki banyak waktu untuk menyiapkan diriku. Setelah bernegosiasi dengan hatiku, aku memutuskan untuk jujur padanya. Hari ini mungkin waktu yang tepat. Karena apa? Karena awan pagi ini membentuk hati, seperti merestui keputusanku saja. Aku menarik ujung bibirku, betapa indahnya hari ini…

-----

That XXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang