4

29 6 2
                                    

Luna mengklakson mobilnya pelan menunggu Bi Diah membuka pagar, dalam hati merutuk.

Dia paling malas pulang kerumah, toh orangtuanya juga gak pernah peduli. Andai aja berani sama orangtua gak kualat udah dari dulu dia ingin menghujat.

"oh non Luna, nyonya lagi ngantar non Dira pergi." Bi Diah bergegas menyambut Luna yang baru pulang sekolah. Setelah memarkir mobilnya di garasi Luna beranjak ke kamarnya.

"Oh iya bi, Luna mau langsung ke atas aja, mau tidur siang bi."

"Nggak makan dulu non, tadi kan gak sarapan pagi."

"Ngak usah nanti aja bi, ini masih kenyang juga."

Buat apa Luna repot ngurus mamanya pergi ke mana, orangtuanya cuma peduli sama Dira tanpa peduli luka yang mereka gores di hati Aluna.

Bi Diah cuma bisa prihatin dengan Luna. Dari dulu dialah yang merawat Luna dari kecil. Dia tahu Aluna banyak terluka selama ini.
❤❤❤

Luna melepas jaket pinjaman dari Noel. Tanpa sengaja pandanganya tertuju pada cermin, oh shit pantas saja Noel memaksanya memakai jaket, dalamanya tercetak jelas. Dasar bajingan mesum. Duh kalo ketemu besok pasti malu banget.

Lagu jar of heart mengalun lembut dari speaker kecil yang diletakan di meja belajar, speaker merah metalik pemberian Agatha.

Hanya mendengar nama Dira mood makannya mendadak lenyap tak berbekas padahal tadi perutnya melilit minta di isi.

Memejamkan mata Aluna benar-benar merasa lelah. Selama ini dia selalu merasa sepi.
❤❤❤

Luna turun ke lantai bawah untuk mengambil minum, tenggorokanya kering sehabis terlelap siang tadi.

pandanganya terpaku pada mamanya dan Dira yang asyik memasak sambil tertawa bahagia. Seakan-akan menertawai dirinya.

Dira menoleh sebentar ketika tahu Luna masuk ke dapur. Menawari Luna untuk bergabung membuat sup. Dan tanpa menunggu jawaban dari Luna. Dira dan mamanya kembali mengabaikan keberadaan Luna. Kenapa harus nawarin kalo cuma basa-basi, Oh ingin rasanya Luna berkata kasar.

Di meja makan lagi-lagi papanya memuji Dira seakan tak ada topik lain yang lebih bermutu untuk dibahas.
Sedang yang di puji tersenyum malu-malu sungguh pemandangan memuakan sekaligus meruntuhkan moodnya.

"Luna selesai, udah kenyang!" menggeser piringnya kasar sambil berdiri dari kursi. Dan lagi-lagi dia diacuhkan. Begitulah jika ada Dira semua mendadak lupa padanya, semua perhatian tertuju pada Nadira si gadis nomer satu.

Hari ini dia sudah janji pada Agatha untuk ikup pergi ke gramedia, Agatha gila-gilaan mau borong novel yang katanya lagi diskonan, sikap cewe itu kalo liat diskonan mendadak lupa daratan.
Jadi setelah mengganti bajunya dan cuci muka sambil bersiul Aluna menstater simerah.

"Mau kemana?" Suara papanya mengintrupsi Luna yang hendak melajukan motor ninjanya.

"Tiap kali papah ada di rumah nggak sekalipun kelakuan kamu nyenengin hati papa! Selalu aja kamu membangkang"

"Maaf, sejak kapan papa peduli aku? Papa mama cuma perduli sama Dira, si anak sialan itu!".

Plak..
Tamparan keras mendarat di pipi Aluna dan pasti meninggalkan bilur merah.

Aluna tersenyum remeh lalu mengusap darah di sudut bibirnya yang berdarah, tamparan itu tak memiliki arti apa-apa baginya. Tanpa berkata apapun dia mengegas ninja merahnya meninggalkan papanya yang masih diam mematung di depan garasi.

Dan tanpa Luna tau di dalam hati Dimas menyesal telah menampar Luna. Dia rindu Luna yang dulu, Luna yang selalu bersikap manis padanya.

AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang