T W O

65 11 0
                                    

Sekarang disinilah Woojin, disebuah Hotel di daerah Gangnam tempat berlangsungnya acara tunangan mantan kekasihnya, Ahn Hyungseob dengan seorang pria asal Taiwan bernama Lai Guanlin.

Dia berdiri di pojok ruangan, bersandar pada dinding luas itu. Tangannya memegang sebuah gelas berisikan wine sambil sesekali menyesap minuman itu. Matanya hanya menatap pada satu objek yang sedang tertawa bersama dengan teman-temannya di tengah aula sana.

Woojin menyadari betapa dirinya sangat merindukan senyuman itu. Betapa dia merindukan suara tawa indah yang terdengar sangat merdu ditelinganya. Betapa Woojin sangat merindukan tubuh mungilnya yang sangat pas ketika berada dipelukannya. Betapa seorang Park Woojin sangat merindukan sosok itu.

Lima tahun berada di Los Angeles bukan berarti Woojin bisa dengan mudah melupakan Ahn Hyungseob begitu saja. Tidak. Bahkan dia tidak berniat untuk menghilangkan semua ingatan manis tentang Ahn Hyungseob dari pikirannya. Kenangan itu terlalu indah untuk Woojin lupakan karena Woojin masih mencintai Hyungseob hingga detik ini.

Dia menyesal mengakhiri hubungannya dengan pria manis itu. Dia amat sangat menyesal menyudahi segala sesuatu yang telah dibangun selama 3 tahun bersama Hyungseob begitu saja.

Jika saja pada saat itu Woojin mendengarkan Hyungseob untuk bertahan. Jika saja pria yang lebih muda beberapa bulan dari Hyungseob itu mau untuk menjalani hubungan jarak jauh dengan Hyungseob, pasti tidak akan seperti ini jadinya. Hyungseob tidak akan bersanding di depan sana bersama dengan pria Taiwan itu, tetapi dirinya, Park Woojin.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Woojin dan Hyungseob saat itu sedang menikmati angin yang berhembus di taman dekat rumah Hyungseob. Hyungseob sedang membaca bukunya, sedangkan Woojin sedang menikmati tidur siangnya dengan paha Hyungseob sebagai bantalnya. Tangan Hyungseob yang menganggur ia gunakan untuk mengelus rambut pria yang paling dicintainya itu.

Woojin membuka matanya sedikit. Senyumnya mengembang saat pemandangan yang pertama kali dia lihat adalah sesosok malaikat manis yang sangat dicintainya itu. Woojin menyukai bagaimana wajah serius Hyungseob saat dia sedang membaca novel favoritnya.

"Tidurmu nyenyak sekali, tuan Park." Hyungseob menutup novelnya dan menatap pria yang paling dicintainya itu. Kemudian dia sedikit menundukkan kepalanya agar bisa mengecup kening pria bergingsul kesayangannya itu.

"Hanya dikening?" Tanya Woojin sambil memajukan sedikit bibirnya, membuat Hyungseob gemas dengan kekasihnya yang satu ini. Dan tanpa pikir panjang lagi Hyungseob langsung mengecup bibir Woojin dengan cepat.

"Aku takut ada yang melihat kita." Ucap Hyungseob dengab pipi yang sudah semerah tomat.

Woojin terkekeh melihat Hyungseob yang malu seperti itu. Dia segera bangkit dan duduk di samping kekasihnya itu.

"Kekasihku ini manis sekali hm." Woojin berbicara sambil mencubit pipi Hyungseob dengan gemas.

"Akh- sakit Woojin" Hyungseob merengek, dia melepaskan tangan Woojin dari pipi gembulnya itu. Dan kekasihnya itu masih terkekeh dengan tingkahnya.

Mereka berdua kembali terdiam, Hyungseob kembali membaca novelnya sedangkan Woojin hanya memperhatikan kekasihnya dalam diam. Dia kembali teringat dengan apa yang membuatnya menemui Hyungseob di hari minggu ini. Tatapannya berubah jadi sendu ketika dia kembali memikirkan itu.

"Woojin aku lapar." Hyungseob kembali menutup novelnya dan sekarang dia menatap Woojin dengan pout-nya, membuat Woojin ingin memakannya saat itu juga.

"Baiklah manis, ayo." Woojin bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangannya pada Hyungseob yang disambut oleh kekasihnya itu. Kemudian mereka berjalan sambil bergandengan tangan menuju restaurant terdekat.

===

"Woojin kenapa kau tidak memakan makananmu? Apa rasanya tidak enak?" Woojin yang sedari tadi melamun memandangi makanannya terkejut ketika Hyungseob tiba-tiba berbicara.

Pria itu hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum, "tidak sayang, makanan ini sangat lezat." Lalu Woojin kembali memakan makanannya itu.

"Baiklah," Hyungseob juga kembali fokus pada makanannya. "Oh ya aku baru saja ingat kau mengatakan padaku ada sesuatu yang harus kau katakan, kau bisa mengatakannya sekarang."

Woojin kembali terdiam, dia kembali memandang wajah manis pria yang berada di hadapannya itu.

'Haruskah ku katakan sekarang?' Batin Woojin.

"Jadi.."

"Jadi.." Hyungseob mengulang perkataan Woojin, dia sudah selesai dengan makanannya.

"Aku akan pergi ke Amerika--" Belum selesai Woojin berbicara, Hyungseob sudah memotongnya terlebih dahulu.

"Wah benarkah? Pasti sangat menyenangkan pergi ke Amerika, Woojin!" Ucap Hyungseob antusias, tetapi itu malah membuat Woojin merasa sedih.

"Dengarkan aku dulu, Hyungseob," Woojin terdiam sebentar lalu melanjutkan perkataannya lagi, "Aku pergi ke Amerika untuk waktu yang cukup lama dan aku tidak tahu kapan aku kembali." Woojin menatap Hyungseob, bisa ia lihat senyum bahagia Hyungseob yang perlahan memudar.

"Aku tidak mau kau menungguku yang tidak jelas kapan kembali ke negara ini." Woojin masih menjelaskan, dia menggenggam tangan Hyungseob dengan erat. Dan Hyungseob, pria manis itu sudah tau kemana arah pembicaraan ini.

"Jadi...." Tuhan, Woojin tidak sanggup untuk mengatakan ini. "Aku mau kita mengakhiri hubungan ini, Ahn Hyungseob."

Hyungseob masih mencoba untuk tersenyum pada Woojin, mencoba untuk berpikir positif.

"Aku mau menunggumu Woojin, selama apapun itu. Aku akan bersabar menanti kepulanganmu. Aku tetap akan menunggumu jadi jangan akhiri hubungan kita seperti ini." Suara Hyungseob terdengar bergetar. Air mata yang sedari tadi ia tahan jatuh membasahi pipinya.

Woojin tidak bisa melihat Hyungseob menangis seperti itu. Rasanya dia ingin sekali memeluk pria manis kesayangannya itu, tetapi dia sudah membulatkan tekadnya.

"Aku tidak bisa Hyungseob." Woojin melepaskan genggaman tangannya pada tangan Hyungseob.

Pria yang duduk dihadapan Woojin menghapus air matanya dengan kasar. Kemudian dia bangkit dari kursinya dan menatap Woojin.

"Baiklah kalau itu maumu, Park Woojin. Aku permisi." Hyungseob berlalu meninggalkan Woojin sendiri mematung di tempatnya. Tangisnya pecah saat itu juga.

Bagaimana bisa dia berbuat seperti itu pada Hyungseob, orang yang sangat dicintainya itu.

"Aku masih mencintaimu, sangat." Ucap Woojin Lirih.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Di aula yang megah itu semua mata tertuju pada kedua insan yang sedang bertukar cincin. Suara tepuk tangan memeriahkan acara saat pria yang lebih kecil itu selesai menyematkan cincin pada jari manis pria yang lebih tinggi darinya.

Semua orang menghampiri Hyungseob dan Guanlin untuk sekedar mengucapkan selamat, termasuk Park Woojin. Dengan langkah berat, pria itu menghampiri mantan kekasihnya dan tunangannya untuk memberikan selamat.

"Hei Park Woojin!" Itu suara Guanlin. Woojin menghampiri pria yang lebih tinggi darinya itu dan menjabat tangannya. "Kau datang rupanya."

"Ya, kebetulan aku sedang tidak ada jadwal hari ini, aku ucapkan selamat untuk kalian berdua." ucap Woojin, pandangannya beralih menuju pria manis yang berada di samping Guanlin.

"Selamat Ahn Hyungseob, aku turut berbahagia untukmu." Woojin mengulurkan tangannya dan disambut dengan ragu oleh Hyungseob.

"Terima kasih, Woojin." Hyungseob berkata dengan sangat pelan.

"Nikmatilah pestanya, aku dan Hyungseob ingin menyambut tamu yang lain." Guanlin melingkarkan tangannya dipinggang Hyungseob dan mengajaknya menemui tamu yang lain. Woojin hanya bisa melihat punggung Hyungseob yang menjauh.

.
.
.
.

A/n: Third chapter is up! Aku tau ini lamaaaa banget updatenya karena lagi stuck banget di ff ini. Terus kemarin juga lagi UAS ;/le cries. Mohon maaf karena baru bisa update sekarang🙏😭

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 09, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nothing Without You ; JinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang