(2)

1.9K 205 12
                                    


















Mata bulan hinata otomatis menatap kembali rupa pemuda itu.

Mata onyx yang tajam sama seperti dulu namun kini tidak terlalu besar.

Bibir tipisnya yang bewarna merah pucat, hidung mancung hingga alis hitamnya yang rapi.

Hinata terkesiap.










Pemuda itu adalah….






























“sa-sasuke?”






.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..




















*

.
.
.
.
.
.










Mata onyx itu kembali menatap iris bulan milik gadis itu. Alisnya bertaut sebentar.

Gadis itu mengenali dirinya?

Bukankah dia belum memperkenalkan namanya?
Lagian ia juga sudah empat belas tahun tidak pernah kesini.

Siapa gadis itu?

“Kau…. Siapa?” suaranya angkuh dan terkesan sangat dingin.

Hinata terkejut, namun berhasil ia tutupi dengan senyuman lembutnya. Dengan pelan, kaki mungilnya berjalan menghampiri pemuda itu.

“N-namaku Hinata Hyuga.” Hinata mengulurkan tangannya. Ada semburat merah di kedua pipi tembamnya.

Pemuda itu hanya menatapnya sekilas lalu memandang sekitarnya tanpa menyambut tangan hinata yang mengambang.

Hinata menurunkan tangan kanannya lalu tersenyum canggung. Gadis itu menunduk hingga menutupi sebagian wajah kusamnya.

Sasuke mengamati gadis di hadapannya dari ujung rambut panjangnya yang bewarna biru atau ungu? Indigo? Hingga pakaian berlapis jaket tipis serta rok panjang lusuhnya dan terlihat kebesaran untuk tubuh mungilnya hingga sandal jepitnya yang tipis termakan waktu.

Terlepas dari semua kesederhanaan yang ditampilkannya. Gadis itu benar-benar manis dan cantik, apalagi wajanya yang natural tanpa bahan apapun. Hanya saja, dia gagap.

Apa-apaan itu? kenapa aku mengatakannya manis dan cantik?

Tidak, pasti tadi aku hanya melamun saja.

Tidak mungkin kan aku memuji seorang gadis sepertinya?

Gadis-gadis yang lebih cantik dan sexy di luar sana saja tidak pernah sasuke puji. Ia bahkan menjelekkan mereka dan  merasa jijik.

Sasuke meneguk saliva-nya kasar lalu mendengus kasar. Ia langsung mengalihkan pandangannya.

“Mana resepsionisnya?”

“A-ah… a-aku bisa membantumu,”

hinata masuk ke balik meja resepsionis dengan terburu-buru.

Cih. Tidak usah. Dimana kamarku?”

“B-baik. Tolong ikut dengan saya, tuan.”

Sepertinya pemuda itu dalam kondisi tidak bagus, wajah dan suaranya sangat dingin. Hinata benar-benar tidak ingin membuat pemuda itu semakin badmood.

[3] LAVENDER (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang