▫1 - Meet

21 3 4
                                    

Bandung.

Ya kini Arnia sampai di kota yang dulu ia sering kunjungi. Hujan menyelimuti kota lautan api ini.

Disini, untuk beberapa hari kedepan ia akan melupakan sejenak masalahnya dan memori pahit yang selalu terbayang.

Sesekali ia menatap keluar menatap derasnya hujan yang membawanya kemasalalu. Jiwa nya disana namun pikiran dan hatinya tertinggal oleh masalalu.

Tiba tiba suara papahnya memecahkan lamunan nya "Kita sampai."

"Sayang kita turun yuk," Ajak mamahnya yang langsung dijawab oleh anggukan Arnia.

Saat mereka turun, mereka langsung disambut oleh beberapa orang yang sepertinya adalah karyawan papahnya.

Mereka bertiga pun hanya membalas jabat tangan papah dan mamah nya asik berbicang dengan rekan kerja nya dan karyawannya.

Dan Arnia hanya diam. Menatap keindahan hamparan bukit bukit yang menjulang tinggi.

Dengan tangan yang ia masukan kedalam saku jaket parkanya dan menghirup udara segar.

"Ar? Yuk kita duluan masuk ke vila. Papah masih ada urusan."

Arnia hanya mengangguk mengikuti mamahnya yang mencari kamar vila yang akan ia tempati dengan membawa koper kecilnya.

*****

"Ar? Kenalin ini Sahabat papah dan ini anaknya," Ucap Denia yang mengenalkan sahabatnya dan putranya.

Arnia tersenyum dan menjabat tangan nya kepada Deni, sahabat papah nya ini.

"Sudah besar ya putri kamu Fian, dan cantik sekali." Puji Deni kepada Arnia. Arnia pun hanya tersenyum malu.

Alfian dan Lisa terkekeh. "Iya ini putra mu? Sudah besar rupa nya padahal dulu tante terakhir liat kamu masih kecil digendong sama mamah kamu." Lisa tanpa sadar mengucapkan kalimat sensitif yang membuat laki laki itu sedikit sakit hatinya mendengar kata 'mamah'.

Lisa yang melihat raut wajah Ervin berubah menjadi dirinya merasa bersalah.

"Maaf tante lancang sekali."

"Tidak apa apa tante, tante tidak salah untuk apa minta maaf." Laki laki itu tersenyum walaupun senyuman itu paksaan.

"Oh iya kenalin ini Arnia." Arnia yang sadar namanya disebut langsung menoleh ke arah mamahnya.

"Arnia."

"Ervin."

Mereka akhirnya berjabat tangan. Dengan ekspresi datar yang tidak ada senyum di antara mereka berdua.

Alfian dan Deni pun memutuskan untuk menyuruh mereka semua duduk di kursi Aula. Karena acara akan segera dimulai.

Setelah sambutan sambutan. Kini berganti menjadi acara hiburan Remaja. Pembawa acara menyuruh remaja untuk bernyanyi.

"Ar? Kamu maju sana kamu kan puntar nyanyi." Perintah lisa kepada anaknya. Arnia hanya menggeleng. "Arnia gamau mah, Arnia malu."

"Gimana kalau Ervin temenin kamu nyanyi?" tawar Deni "Boleh juga tuh den," Sahut Alfian.

Ish papah orang gak mau, malah dipaksa disuruh sama ni anak lagi. Batin Arnia.

Akhirnya dengan cara paksaaan dari kedua orang tua mereka. Mereka memutuskan untuk bernyanyi berdua.

Suara mereka sangat lah merdu, membuat diseluruh penjuru aula bertepuk tangan meriah untuk dua remaja yang saling tidak mengenal.

*****

"Mah Arnia ngantuk." Keluh Arnia, ya memang jam sudah menunjukan pukul 11 malam tetapi acara belum selesai.

"Tapi acara belum selesai sayang." Ucap Lisa kepada anaknya. Arnia hanya menghembuskan nafas kasar.

"Ervin? Kamu bisa antar Arnia ke kamar nya gak?" Tanya Alfian kepada Ervin. Ervin pun hanya mengangguk menuruti.

Arnia terkejut, bisik Arnia "Mah aku gamau dianter dia kalau aku di apa"in gimana ih mamah, sama mamah aja yu."

Lisa hanya geleng geleng kepala melihat anaknya. Ya memang, Arnia tak suka berinteraksi dengan laki laki kecuali keluarganya. Apalagi dengan laki laki yang ia tak kenal.

"Dia baik kok, ini mamah masih nemenin papah dulu, emang kamu mau papah kamu diambil orang lain?" Tanya lisa yang mendapat gelengan oleh Arnia.

Arnia paham maksud dari mamah nya ini.

Arnia hanya pasrah.

Akhirnya mereka berdua keluar dari Aula.

"Kamar lu nomor berapa?." Kalimat pertanyaan dari Ervin yang membuat Arnia menoleh kepadanya.

"Nomor 3." Ucap Arnia datar. Udara malam ini sangat dingin, ditambah tadi sore kota ini hujan.

Perjalanan dari Aula kekamarnya cukup Jauh.

Arnia mengigil kedinginan, sambil memeluk dirinya sendiri atau tidak dengan mengusapkan kedua telapak tangan nya.

Ervin yang menyadari bahwa perempuan disampingnya ini kedinginan ia pun langsung melepaskan jaketnya dan memberikan kepada Arnia.

"Lu dingin? Pake ini." Titah Ervin, Arnia hanya menggeleng. Tanpa basa basi Ervin langsung memakaikan jaketnya ketubuh Arnia. Arnia yang terkejut hanya diam melihat laki laki disampingnya ini.

"Gausah, makasih." Ucap Arnia gugup. "Gausah nolak, gua gasuka dibantah, nanti lu sakit gua yang kena sama orang tua lu." Ini adalah kalimat terpanjang yang Ervin ucapkan oleh Arnia sedari tadi.

Arnia hanya mendengus kesal, tanpa sadar ia sudah sampai di depan pintu kamarnya.

"Thanks." Ervin hanya mengangguk. Tanpa basa basi Arnia langsung masuk kedalam kamarnya.

Lu unik. Batin Ervin.

Ervin pun langsung bergegas menuju kamar sebelah nya karna itu adalah kamar yang ditempati Ervin dan papahnya.

Arnia langsung mengunci pintu kamarnya takut ada orang yang macam macam kepadanya nanti. Lagipula jika orang tua nya ingin masuk, orang tuanya membawa kunci duplikatnya.

Ia langsung merebahkan tubuhnya ke kasurnya setelah mengganti pakaian dengan pakaian tidur.

"Cowo tadi dingin, tapi perhatiaan. Judes tapi baik. Ish tu cowo aneh kali ya," Gumam Arnia sembari menatap langit langit kamar Villa.

Arnia menguap itu membuktikan bahwa ia sudah mengantuk dan ia pun memutuskan untuk tidur


Pendek aja dulu ya biar ngerti sama alur ceritanya :')
Ga bagus hehe soalnya masuh newbie :(
Maafkan EYD yang masih berantakan banget :(


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Second To NoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang