Happy Reading..
"ERIC!!!" umpat Caca ketika siswa yang tadi diajaknya pergi itu, mengerem tiba-tiba.
"Bu, didepan razia!" seru Eric ketika Caca menepuk bahunya kasar.
"Razia? Kok kamu tau?"
"Ini 'kan jalan pulang ke rumah saya. Ada razia dari tadi pagi,"
"Dari tadi pagi?! Terus, tadi pagi kenapa kamu selamat?" tanya Caca bingung.
"Yaaa-ya tadi pagi saya lewat jalan tikus," cicit Eric.
Caca mengerutkan keningnya bingung, "Kenapa sekarang nggak lewat jalan tikus juga?"
"Ya nggak bisa lah, Bu."
"Kenapa?"
"Nanti ibu jadi tau dong jalan kalo saya bol--eh, salah Bu," ujar Eric cengengesan.
Caca menatapnya mengintimidasi, "Dasar kamu ya, awas kalo kamu saya tangkap lagi bolos!" ancam Caca. "Udah, sini..saya yang bawa!" ia menggeser Eric dan menaiki motor matic milik Eric. "Cepat naik!" serunya.
"Ibu bisa?" tanya Eric ragu.
"Bawel, cepat!" Eric ikut naik dan duduk di belakang Caca, meskipun ia sedikit ragu pada keahlian guru bp-nya itu. Pasalnya Eric sama sekali tidak pernah melihat Caca membawa motor ataupun mobil bahkan sepeda.
Mereka selamat dari pemeriksaan polisi, beruntung Caca punya SIM yang baru dibuatnya beberapa bulan lalu setelah berdebat panjang lebar dengan Bayu. Bagi Bayu SIM tidak terlalu penting untuk Caca, karena Caca memang tidak diizinkannya membawa kendaraan sendiri, sedangkan Caca beraikeras untuk punya SIM.
Caca kembali menyerahkan motor pada Eric saat dirasa aman dari jangkauan polisi. Eric tidak banyak bertanya, ia hanya mengikuti apa yang Caca katakan. Mulai dari mengantar Caca pulang ke rumah, kemudian pergi lagi, dan sekarang. Eric memarkirkan motornya lalu segera mengikuti langkah Caca.
"Ibu mau belanja?" tanyanya sembari berjalan beriringan dengan Caca.
"Iya,"
"Kenapa nggak pergi sama supir ibu aja sih? 'kan enak barang belanjaannya bisa dibawa pulang pake mobil,"
"Supir ibu lagi sakit, lagian ibu nggak belanja sebanyak itu. Yuk...." sebelah tangan Caca mengamit lengan Eric.
"Bu, nanti orang-orang pada mikir yang nggak-nggak loh," ujar Eric memberi kode karena sejak tadi beberapa orang yang mereka lewati langsung berbisik mencurigakan.
"Mikir yang nggak-nggak? Mikir kalo ibu macarin bocah SMP gitu?" Caca terkekeh kecil. "Apa salahnya ibu gandeng tangan anak ibu? Kamu 'kan salah satu dari ratusan anak ibu," sambung Caca santai.
"Tapi....ibu nggak liat tuh, dari tadi orang pada bisik-bisik,"
"Kamu kayak emak-emak ya, bawel. Kalo.mereka masih waras, mereka nggak akan berfikir begitu. Jelas-jelas seragam kamu itu putih-biru, dari wajah juga keliatan kalo kamu itu anak saya,"
"Diihh....ibu nggak ngaca pasti,"
"Kok kamu bilang gitu?"
"Seantero sekolah juga tau, kalo ibu itu awetnya kelewatan. Saya malah pernah denger kalo ada alumni yang dulu pernah naksir berat sama ibu,"
Caca menoleh cepat, ia terkejut dengan jawaban Eric. "Kamu nggak usah ungkit-ungkit itu atau....jangan-jangan kamu naksir sama ibu juga?" tanya Caca penuh selidik.
"Idiiihhh...saya mah ogah naksir sama ibu, bisa panas kuping saya dengerin omelan ibu. Ibu udah kayak Mami saya loh,"
"Nah, itu dia...kalian juga udah ibu anggap anak ibu sendiri,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe Me [Telah Terbit]
قصص عامةSequel MBA (Marriage By Accident) [SEBAGIAN PART SUDAH DI UNPUBLISH KARENA PROSES PENERBITAN] "Seorang wanita diuji ketika berada ditingkat paling rendah, sedangkan seorang pria diuji ketika berada ditingkat paling tinggi. Aku tidak menuntut apapun...