Musim dingin kembali datang untuk kesekian kalinya. Mengingatkannya akan hal yang menyakitkan. Berulangkali ia menyangkal kenyataan. Tapi berulangkali kenyataan memukul telak hatinya. Salju turun begitu deras. Membuat jalanan tertutup rapih dengan warna putihnya. Ia benci mengakuinya. Hubungannya diputus sepihak oleh kekasihnya. Entah alasan apa, tiba-tiba hubungannya diputus dan tak lama setelah itu orang itu menghilang tanpa jejak. Meninggalkan luka yang tak akan pernah hilang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Seorang pemuda kira-kira usianya 25 tahun. Tergolong cukup muda. Ia berjalan kaki di tengah-tengah salju yang menumpuk. Kali ini ia berada di Sapporo jadi wajar saja salju di sini terasa lebih dingin juga tebal. Dirinya hanya mengenakan coat panjang sampai betisnya dan syal yang melilit lehernya. Serta sarung tangan kulit. Dengan hati-hati ia melangkah. Tanganya memegang tas kerjanya dan satu lagi memegang syalnya agar tidak melorot.Musim dingin di waktu seperti ini harusnya ia mendapatkan libur. Tapi ia sudah terlanjur membuat meeting dengan klien. Mau tidak mau ia harus pergi walau badai sekalipun. Tidak mungkin dirinya telat atau membatalkan janji. Itulah didikan ayahnya. Jangan mempermalukan nama keluarga, harus menjadi diri yang sempurna.
Pemuda itu mempunyai surai yang khas, merah. Rambutnya perlahan tertutup salju yang turun. Hidung dan telinganya mulai memerah. Tanpa sadar dirinya menggigil pelan. Ia berjalan pelan. Dilewatinya rumah sakit yang cukup besar. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Ia menghentikan langkahnya dan memperhatikan bocah itu.
Ya, bocah kecil itu menarik perhatiannya. Bagaimana tidak? Bocah itu berdiri dengan manis di depan pintu masuk rumah sakit dan menatap dengan polos pintu masuknya. Seperti tengah menunggu seseorang. Bocah itu menggunakan jaket tebal panjang berwarna ungu. Syal berwarna merah terang serta topi rajutan berwarna peach. Pemuda itu dibuatnya tercengang. Kalau diperhatikan warna rambut bocah itu mirip dengannya, terlihat dari rambut bocah itu yang keluar sedikit.
Dengan rasa penasaran dan terkejutnya pemuda itu mendekati bocah itu. Lalu ia berjongkok menyamai tinggi bocah itu. Karena merasa ada seseorang disampingnya bocah itu menoleh pelan ke arah pemuda itu. Lagi-lagi pemuda itu terkejut, mata melebar. Bocah itu heterochrome. Sama seperti dirinya. Walau berbeda warna. Pemuda itu merah dan emas. Bocah itu merah dan biru.
Pemuda itu terdiam sejenak. Rasanya warna biru itu mengingatkannya dengan seseorang. Hingga suara bocah itu membuyarkan pikirannya.
"Paman kalau mau masuk, masuk saja. Aku tidak tahu ruangan yang ada di rumah sakit ini. Jadi tanyakan saja pada resepsionis di dalam sana, mereka mungkin bisa membantu paman.", Ucap bocah itu dengan polos dan menatap lurus pemuda itu. Pemuda itu tersenyum lembut.
"Bukan, paman tidak mau masuk ke sana. Hanya penasaran kenapa kau tidak masuk ke dalam? Di luar udaranya dingin.", tanya pemuda itu.
"Ooh... Tadi kaa-chan meninggalkan payung di ruang pemeriksaan. Kata kaa-chan ia tidak akan lama, jadi aku menunggunya di sini supaya kaa-chan tidak mencari-cari aku lagi.", Jawab bocah itu sambil menatap lagi pintu kaca rumah sakit itu. Pemuda itu tertegun. Rasanya ada secuil rasa khawatir di dalam hatinya.
"Siapa yang sakit?", tanya pemuda itu dengan nada khawatir. Bocah itu menundukan kepalanya. Wajahnya menyendu.
"Kaa-chan.", cicitnya pelan. Tangan mungilnya mencengkeram ujung tangan jaketnya. Rasanya pemuda itu ingin menarik pipi gembil bocah itu.
"Di mana tou-sanmu? Ia tidak mengantar dan menjemput kalian?", tanya pemuda itu lagi. Bocah itu seketika menoleh ke arah pemuda itu lalu kembali menatap pintu rumah sakit itu.
"Tidak punya.", Jawab bocah itu singkat.
"Eh?"
"Aku tidak punya tou-san.", jelas bocah itu lagi. "Kaa-chan selalu bersedih jika aku menanyakan tentang tou-san.", tambahnya lagi. Pemuda itu lagi-lagi dibuat kagum oleh bocah ini. Tanpa sadar pemuda itu tersenyum lembut. Ia seperti melihat dirinya diwaktu kecil.
"Kau sangat menyayangi kaa-chanmu.", Kata pemuda itu pelan. Bocah itu langsung menoleh ke arah pemuda itu. Pemuda itu hanya tersenyum lembut.
"Um!", Ucap bocah itu dengan semangat sambil menganggukan kepalanya. Lalu bocah itu kembali menoleh ke arah pintu.
"Oya, siapa nam—"
"Kaa-chaaaann!!", Seru bocah itu dengan wajah berbinar dan berlari ke sosok yang baru saja melewati pintu kaca otomatis itu. Bocah itu memeluk kaki orang yang ia panggil kaa-chan itu.
"Ryuu jangan berlarian seperti itu kalau terjatuh bagaimana?", Ucap lembut orang itu sambil memegang kedua tangan bocah itu.
Pemuda itu bangun perlahan. Rasanya dunianya berputar. Suara, wajah, dan tangan itu. Tanpa sadar ia menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. Matanya membuka lebar. Orang itu. Sekian lama ia menghilang. Rasa rindu dan lega bercampur aduk di dadanya. Bergemuruh. Lidahnya terasa kelu. Ia menahan nafasnya.
"Te... Te—tsuya....?", Ucapnya pelan namun masih dapat terdengar. Orang itu menoleh ke arah pemuda itu. Seketika mata orang itu melebar. Terkejut.
"A—Akashi-kun?!". Tetsuya memandang tidak percaya apa yang ada di hadapannya. Wajahnya terlihat lebih pucat. Bocah yang di bawah kakinya kebingungan. Matanya mengerjap lucu.
"Kaa-chan? Paman?", Kata bocah itu bingung. Berulangkali ia menoleh ke Tetsuya dan Akashi. Mungkinkah paman itu kenal dengan ibunya?. Keduanya terdiam beku. Tanpa persiapan apa pun keduanya bertemu, sejumlah pertanyaan memenuhi kepala mereka.
Pertemuan yang tidak disangka. Entahlah apakah takdir akan mempermainkan keduanya untuk kesekian kalinya? Atau mengambulkan permohonan mereka?. Bolehkah kali ini mereka menyerahkan semuanya pada takdir mereka masing-masing? Ataukah haruskah mereka berjuang kembali untuk kepentingan mereka masing-masing?.
Menjadi orang yang egois seperti dulu. Salju masih turun dengan lebatnya. Membekukan suasana. Tanpa ada penghangat di dalamnya. Tanpa tahu hati itu mulai kembali retak. Bagaikan dihantam palu. Retak itu terlihat jelas. Keduanya bertemu dalam keadaan rapuh. Hanya menunggu siapa yang hancur pertama.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kaa-chan tadi itu siapa?", tanya bocah itu sambil menatap ke jalanan melalui kaca bus. Tetsuya hanya terdiam. Tatapannya kosong. Merasa pertanyaannya tidak dijawab bocah itu menoleh."Kaa-chan?... Kaa-chan?", Panggil bocah itu sambil menarik baju lengan Tetsuya dengan raut khawatir.
"Hmm? Iya, Ryuu ada apa?", tanya Tetsuya pelan dan menoleh ke arah bocah itu dengan wajah datarnya.
"Kaa-chan lelah?", Tanya bocah itu. Tetsuya tersenyum tipis.
"Tidak, kaa-chan tidak lelah. Tapi terimakasih.", Kata Tetsuya lembut sambil mengusap lembut surai merah bocah itu. Bocah itu hanya terdiam. Ia tahu ibunya tidak baik-baik saja. Perlahan bocah itu menganggukkan kelapanya. Pikirannya masih tertuju pada paman itu. Rasanya ia pernah lihat. Tapi di mana?.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
OR
😯😯😯😯😯😯😯😯😯😯😯Allooooo!! Kuro bawa fanfict baruuuuu.... Minnaaa gomeeenn.... Padahal kuro masih ada utang ff lainya wahahahahaaa malah bikin ff lain.... Maafff... Soalnya tiba-tiba aku mendapatkan pencerahan karna udara tiba-tiba dingin...
Maaf kalo ceritanya mainstream... Bila ada yang nemu ff yang KAYAKNYA sama.... Kuro sama sekali tidak MENJIPLAK-nya :( ya tapi terserah kalian aja de... Kuro cuman butiran debu yang ga bisa apa-apa *mojok*...
Sebenarnya kuro bingung... Cerita ini kalo ada angstnya gimana? //padahal dirinya sendiri engga suka angst halah.. 😂😂😂😂 maafkan kuro..... Yah? Ya? Iyain ajaaaaa... Wkwkwk
Sebenarnya sedih keknya bendera akakuro kurang berkibar... Ayoo ramaikan lagi akakurooooo!! Kuro udah jarang nemu ff akakuro... Dan kuro juga engga bisa move on dari akakuro ada yang sama? Wkwkwk 😂😂😂😂
Terimakasih udah baca, komen apalagi vote... Duuuhh loopp yuuuuhhh. Sekali lagi ayo kibarkan bendera Akakuroooo
Ja naaaaa
kuroshironekore
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopelessly
FanfictionBocah kecil, ia menarik perhatian semua orang. Tingginya hanya sebatas betis orang dewasa. Rambutnya berwarna merah yang khas. Matanya besar dengan dwiwarna. Merah dan biru. Rasanya teringat akan seseorang. Tidak. Dua orang itu. (・∀・)(・∀・)(・∀・)(・∀・...