Langit berwarna orange dihiasi awan orange bercampur pink. Angin malam mulai bertiup pelan. Dua orang anak laki-laki memakai seragam SMA berjalan di jalan kompleks yang cukup sepi.
"Akashi-kun... Jangan bilang hari ini kau mau menginap lagi..", Ucap pemuda manis bersurai biru dengan datar.
"Hmm... Kalau iya kenapa Tetsuya?", Tanya Akashi pelan.
Tetsuya menghentikan langkahnya, wajahnya tertunduk. Pipi putihnya bersemu merah. Manis. Akashi menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah Tetsuya. Senyum tipis mengembang di wajahnya. Pacarannya begitu manis sangat menggemaskan di matanya. Di mata kuro juga kok heheheh—dilempar gunting.
"Ada apa Tetsuya?", Tanya Akashi sambil memegang salah satu pipi Tetsuya dan mengangkat wajah pacar manisnya itu.
"Kita selalu melakukan 'itu' di sana.", Cicit Tetsuya pelan matanya mengalihkan pandangan. Gelisah. Bibir mungil itu bergetar sedikit tidak luput dari pandangan Akashi.
"Tetsuya tidak mau melakukan 'itu' lagi bersamaku?", Tanya Akashi dengan nada kecewa. Tetsuya panik. Buru-buru ia memandang lurus mata Akashi.
"Bu—bukan begitu, a-akashi-kun... Umm itu... ", Ujar Tetsuya gugup. Entah mengapa tatapan Akashi selalu membuatnya gugup. Jantungnya berdetak lebih cepat. Pipinya terasa terbakar. Lidahnya kaku. Anehnya mata Akashi mengunci pandangannya. Ia tidak bisa berpaling.
Tiba-tiba Akashi mengecup lembut bibirnya. Tetsuya terlonjak kaget. Tolong ingatkan siapa pun ke kepala merah yang mesum ini bahwa mereka berada di publik. Pipi Tetsuya makin merona.
"Haaa—akahhh—hmmm..", desah Tetsuya saat lidah panas Akashi masuk ke dalam mulutnya. Mengobrak-abrik isi mulutnya. Tak lama Akashi melepas bibir Tetsuya. Yang empunya hanya melenguh tidak puas.
"Ayo cepat pulang, Tetsuya.", Ajak Akashi sambil mengandeng tangan Tetsuya dan menariknya pelan. Seakan mabuk Tetsuya mengangguk pelan. Akashi hanya tersenyum—seringai. Karena malam ini ia bisa melepas rindu dengan kekasihnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ruangan besar dengan langit-langit yang tinggi. Lampu bagaikan permata besar menggantung bersama dengan lilitan kain tipis berwarna cream. Lantai cukup penuh dengan lalu-lalang orang yang berpakaian glamor. Bau parfum, alkohol serta kudapan manis khas eropa dan jepang menyeruak memenuhi indera penciuman.Pintu kaca menjulang tinggi dengan gorden yang tidak diikat rapih. Terlihat pintu itu tidak tertutup sempurna. Pintu itu langsung mengarah ke balkon. Udara dingin sedingin es terasa. Nampak dua pemuda berdiri di pinggir balkon. Satunya masih memegang gelas berisi sampanye dan satunya memilih red wine. Keduanya terdiam hingga suara hembusan angin dingin terdengar.
"Kupikir aku tidak mengenalmu, buat apa kau sampai repot-repot melakukan hal seperti ini Akashi-san? Kurasa ini diluar 'kebiasaan'mu.", Ujar Ren sambil memainkan gelasnya tidak menatap orang di sebelahnya.
"Menurutku datang ke pesta perayaan 'kecil' di sebuah perusahaan yang membesarkan beberapa nama penulis yang sangat terkenal sebagai pemegang saham yang baru, cukup menunjukkan kesopananku Akihiro-sensei.", Balas Akashi dengan tenang. Ren hanya mendengus.
"Yah... Maksudku sampai mengirimiku undangan untuk memastikan aku datang ke sini dan terpaksa bertemu denganmu. Sejujurnya menurutku itu bukan undangan melainkan surat ancaman. Lagi pula akan lebih merepotkan jika kau sampai ke rumahku.", Ucap Ren sambil meneguk sedikit minumannya. "....jadi apa maumu?", tambah Ren sambil menoleh dan menatap dengan serius mata lawannya.
"Aku ingin bertemu dengan Tetsuya.", Jawab Akashi dengan tegas.
"Tidak.", tolak Ren cepat dengan cuek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopelessly
FanficBocah kecil, ia menarik perhatian semua orang. Tingginya hanya sebatas betis orang dewasa. Rambutnya berwarna merah yang khas. Matanya besar dengan dwiwarna. Merah dan biru. Rasanya teringat akan seseorang. Tidak. Dua orang itu. (・∀・)(・∀・)(・∀・)(・∀・...