Akhirnya tiba juga di halte bis tujuan mereka. Pulang ke rumah. Tetsuya dan putranya-Ryuuichii-turun dari bis. Tiba-tiba ada suara yang memanggil mereka dengan hangat.
"Ryuu!! Tsuya!!", Ucap seseorang dari jauh sambil melambaikan salah satu tangannya. Orang itu mempunyai rambut dan iris mata yang berwarna hitam pekat. Rambutnya agak urakan, seperti orang bangun tidur serta poni yang panjang menutupi sebagian matanya. Kulitnya putih seputih Tetsuya. Ia juga mengenakan kacamata dengan frame hitam. Orang itu memakai coat panjang berwarna hitam dan syal berwarna cream.
"Paman Ren!!!", seru Ryuuichii dengan semangat bocah berusia 4 tahun itu berlari dan memeluk kaki Ren. Tetsuya berjalan perlahan menghampiri kedua dengan tersenyum lembut.
"Hup, gomenne... Aku tidak bisa mengantar kalian ke rumah sakit.", Kata Ren sambil menangkat Ryuuichii dan menggendong bocah itu. "Sebagai gantinya aku menjemput kalian di sini.", tambahnya.
"Tadaima!", Kata Ryuuichii dengan riang.
"Ii yo, Ren-nii sudah banyak membantu.", Ucap Tetsuya sambil tersenyum tipis. Ren hanya membalasnya dengan senyuman lalu mengajak keduanya pulang sambil berjalan kaki.
Akihiro Ren, seorang novelis yang cukup ternama. Ia adalah satu-satunya sepupu terdekat Tetsuya dari kakak ibunya. Ibu Tetsuya memutuskan hubungan dengan keluarganya, tapi kakaknya tetap berusaha mengunjunginya diam-diam. Tetsuya pernah bertemu beberapa kali dengan Ren waktu kecil.
Hingga kedua orang tua Tetsuya meninggal karena kecelakaan, Tetsuya tidak pernah lagi bertemu dengan Ren. Karena hak asuh Tetsuya diambil oleh neneknya dari pihak ayahnya. Tapi Ren mendapat pesan sebelum ibunya meninggal karena sakit, agar tetap mencari Tetsuya.
Ren menyayangi Tetsuya layaknya seorang adik, begitu juga Tetsuya menganggapnya sebagai kakak. Mungkin karena keduanya anak tunggal. Umur mereka hanya terpaut 6 tahun. Tetsuya sangat beruntung mempunyai seorang 'kakak'. Ya, sangat, jika tidak, tidak mungkin Tetsuya masih bisa tersenyum.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kaca besar itu bagaikan tembok transparan. Menampilkan langit berselimut awan kelabu yang tebal. Salju masih turun dengan intens. Menutupi seluruh daerah menjadi putih. Seorang pemuda berpakaian jas abu kehitaman dengan kemeja hitam dipadu dengan dasi yang senada dengan rambutnya disisir ke belakang. Manik darah dan emas itu menatap dengan pikiran berkecambuk. Berdiri mematung di depan kaca tembok hotel itu.Tok.... Tok... Tok...
"Akashi?", Panggil seseorang dari balik pintu.
Tanpa menunggu jawaban, pintu itu terbuka dan menampilkan seseorang pemuda lain dengan tubuh tinggi, pakaiannya rapih lengkap dengan snelli serta id card yang mengantung. Rambut hijaunya yang khas juga di sisir ke belakang tak lupa dengan kacamata frame hitam miliknya. Orang itu berdeham.
"Akashi.... kau tahu seben-bukan 5 menit lagi di ball room akan di adakan-"
"Midorima... Tadi aku bertemu dengannya.", potong Akashi.
"Bertemu....? Ma-maksudku bertemu dengan?", tanya Midorima dengan was-was. Ia membetulkan letak kacamatanya yang agak bergeser. Akashi terdiam sejenak. Ia menghela nafas panjang. Mengingat kejadian tadi.
".......... Tetsuya.", Jawab Akashi dengan lirih. Rasanya dadanya sesak dan sakit mengucapkan nama orang yang ia cintai.
"Tetsuya?! Maksudmu Kuroko? Tu-Akashi mungkin kau sala-"
"TIDAK!! aku tidak salah lihat. Midorima bahkan aku mencoba berbicara dengannya.", Hentak Akashi sambil berbalik badan dan menatap tajam ke arah Midorima. Midorima terdiam. Ia cukup kaget.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hopelessly
FanfictionBocah kecil, ia menarik perhatian semua orang. Tingginya hanya sebatas betis orang dewasa. Rambutnya berwarna merah yang khas. Matanya besar dengan dwiwarna. Merah dan biru. Rasanya teringat akan seseorang. Tidak. Dua orang itu. (・∀・)(・∀・)(・∀・)(・∀・...