Akhir yang Sebenarnya

98 0 0
                                    

Setahun lebih tanpa cerita akhirnya farah kembali membuka lembaran buku berisi Rafa. Bukan, bukan tubuh Rafa yang ada di dalamnya, tetapi kisah yang bersangkutan dengannyalah yang ada, segala-galanya tentang dia tersusun dalam puluhan alinea. Farah membacanya dengan ekspresi yang berbeda-beda, mulai dari yang datar-datar aja, senyum tipis, hingga tawa. Akhirnya Farah sadar juga bahwa selama itu ia hanya menghabiskan waktunya untuk hal yang fana. “Aku sadar bahwa cinta memang butuh perjuangan, namun perjuangan akan cinta tak seperti perjuangan mendapatkan kemerdekaan Indonesia. Meski sama sama berjuang tetapi dalam cinta tak menjamin akan menang lain halnya dengan memperjuangkan sebuah negara, yang paling banyak berjuanglah yang menang. Karena memang soal cinta adalah masalah hati, sekeras apapun kemauan kita untuk memiliki jika yang ingin kita punyai menaruh rasa pada lain hati, kita bisa apa?” setelah selesai dengan tulisannya di lembar akhir, ia menyimpan buku diary beserta semua ingatan tentang Rafa.
##
“kamu bawa baju buat nanti kan far?” Caca menepuk pundak farah yang baru tiba di kelas.
Farah diam beberapa saat sebelum akhirnya bilang “oh iya, aku lupa bawa. Gimana nih?”
“Hmm, udah aku duga. Untung aku bawain beberapa buat cadangan. Yaudah nih ganti!”
“Ga ada yang lain ya ca? Kayaknya aneh deh kalo aku yang pakai. Warna pinknya juga kurang bagus, hehe”
“Duh, ribet kamu far. Yaudah sini aku aja yang pakai. Kamu pakai punya aku aja nih.” Stella yang sejak tadi merapihkan jilbab akhirnya ikut bicara dan mau ngalah sama Farah.
Beberapa menit kemudian Farah datang lagi ke kelas, dan kali ini mengenakan pakaian milik Stella yang pas di tubuhnya.
“Aku udah siap nih, ke lapangan yuk!” ajak Farah
“Tunggu, tunggu! Vero mana?”
“Kamu lupa kalo dia jadi panitia juga? Tapi tenang aja stel, dia udah pake kostumnya dari pagi kok Cuma ditutup almet OSIS aja.”
“Oh iya, oke far, yuk!”
“Far, stel, ca, kalian udah hafal lirik lagunya dan puisinya kan? Terus nanti penguasaan panggung jangan lupa ya. Kata Bu Kiki kita tampil setelah sambutan kepala sekolah, lho.” Tiba-tiba Vero ada di depan kelas
“Kamu serius ver?” tanya Caca yang terkejut mendengar kabar dari Vero.
“Iya aku serius ca. Tapi kamu jangan takut, kan kita tampil bareng-bareng.” Vero berusaha meyakinkan Caca yang sering demam panggung
7 menit setelah menampilkan musikalisasi puisi tentang perpisahan sekolah mereka berempat pun menuju belakang panggung.
“Alhamdulillah kita berhasil. Tadi banyak banget yang tepuk tangan ya guys” Kali ini Farah sangat antusias.
“Iya far, tadi aku ngerasa kayak penyayi terkenal gitu hahaha.”
“Itu mah kamu aja yang kepedean ver.” Cetus Stella.
“Ini semua berkat kerjasama dan latihan kita selama seminggu ini. Usaha keras itu tak akan menghianati” Seru Caca ditambah dengan sebaris syair idol grup yang ia nyanyikan dengan semangat.
“Huh, kamu ca, di atas panggung aja malu-malu. Di sini malah lompat-lompat gitu.” Lagi-lagi Stella mengomentari temannya.
“Hehehe” Caca cuma cengar-cengir.
##
Jreng .... petikan panjang gitar membekukan keadaan sejenak sebelum akhirnya terdengar riuh di tengah lapangan, ya, teriakan para fangirl yang ga boleh liat cogan dikit bawaannya pasti mau njerit. Dan of course Farah juga salah satu dari puluhan fangirl itu, bedanya Cuma satu, Farah ga njerit, seenggaknya itu yang kasat mata, padahal dalam hati ada jeritan gede-gedean.
“This song especially for you” suara lembut si vokalis disertai lirikan mata ke arah tiang bendera yang dibawahnya udah berdiri cewek yang setahun lalu ada di rumah Rafa.
Jleb! Jeritan-jeritan di kepala Farah semakin kesetanan, tapi kali ini menjerit-jerit meminta pulang.
“Oke sabar far, jangan sia-siain kesempatan terakhir kamu buat liat dia nyanyi. Sabar .. sabar ..”
Akhirnya kesabaran Farah muncul, dan dirinya semakin tenang apalagi setelah mendengar “Cause you’re amazing just the way you are” dan disusul dengan jeritan yang di dengarnya pada awal penampilan band ini.
“Oi! Kalo udah kena virusnya Rafa itu mata bisa-bisa kering dah ga kedip-kedip.”
“Eh iya fa, eh ver. Udah selesai ya?”
“Fa? He to the looo. Gue Vero bukan Faro hahaha”
“Iya Veronica, you are Vero not Rafa because Rafa is never be as alay as you”
“Ck, iyadah kalo demen mah pasti dibelain”
“Apasih kamuuu” Akhirnya cubitan Farah mendarat di pipi Vero.
##
“Selesai! Coba baca lagi ah, my last poem to someone who never be mine, Si Pemilik Gitar Tua. ”
“Aku bukan wanita yang menggilai musik indah
Apalagi petikan gitar yang kudengar dalam ruang tak terbuka
Lantunan lagu yang dibawa justru membuatku menguap dan ingin memejamkan mata
Namun tiba-tiba kamu ada
Dengan percaya diri kamu menaiki anak tangga menuju tempat dimana kamu seharusnya berada
Kamu merapihkan tempat dudukmu dengan tingkah yang membuatku tertawa
Kuperhatikan kamu tanpa jeda, tanpa ada kedipan mata
Lalu jemarimu mulai bermain di atas senar gitar coklat tua
Beberapa petik saja sudah membuat mulutku terbuka
Sungguh, itu adalah suara terindah yang pernah singgah melewati daun telinga
Seketika saja membuatku terkagum karenanya
Hingga mataku tak berhenti menatapmu yang mulai berlalu
Kutatap wajahmu dari samping yang perlahan mulai menjauh
Kamu adalah penutup acara yang luar biasa
Penampilanmu mendapat tepuk tangan meriah
Dan mendapat tatap kagum yang memang semestinya kau terima”
Farah membuka lembaran selanjutnya, yang kebetulan merupakan lembaran terakhir, iapun mulai menuliskan sesuatu pada lembaran itu.
“Dear my sweety pinky diary, makasih udah menampung semua yang ada di hati, makasih udah jadi teman terbaik untuk berbagi cerita ketika dalam dadaku hanya dipenuhi Rafa. Tolong jaga dengan baik semua kenangan ini, sebaik aku menjaga setiap rasa yang kupunya selama tiga tahun ini untuknya, untuk Rafa. Dan aku juga titip ini, untuk mengingatkan kembali bagaimana sosoknya jika aku mulai lupa karena dimakan usia.” Selembar foto pria dengan gitar coklat tua di atas panggung Pensi SMPN 9 Jakarta menjadi bagian terbawah lembaran terakhir diary milik Farah. Ya, yang paling pantas menjadi akhir dari setiap bagian hidupnya meski ia sendiri tak pernah dijadikan siapa-siapa olehnya, oleh Rafa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ketika Cinta DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang