"Oke. Aku minta maaf." Raline mengembuskan napasnya. Sebenarnya, ini bukan salah dirinya tetapi, ia harus menurunkan harga dirinya di hadapan Glenn agar masalah kecil-yang disebabkan Glenn-ini tidak melebar luas.
Glenn berdeham dan berbalik menatap Raline. "Nah, harusnya seperti itu dong, daritadi. Ya, udah. Ayo kita pergi." Glenn menarik lengan Raline dengan sebelah tangannya.
Hari ini keduanya berencana akan pergi menonton film terbaru berjudul Danur atas kesepakatan mereka berdua-yang sebenarnya Raline kurang setuju karena gadis itu sangat membenci film bergenre horor. Raline hanya tak ingin gara-gara dia tidak setuju atas film yang direkomendasikan Glenn membuat acara nontonnya dengan sang kekasih batal dan menjadi masalah besar bagi hubungan mereka.
Raline menghentikan langkah saat ponselnya berbunyi. "Sebentar," katanya sambil melepaskan tangan Glenn dan mengambil ponsel dalam saku celananya.
Glenn memperhatikan eksperesi Raline yang berubah-ubah saat menerima panggilan telepon itu. Lima menit kemudian, ia melihat Raline melepaskan ponsel dari telinga dan memasukannya lagi ke dalam saku celana. Gadis itu menatapnya sendu, Glenn mengerutkan keningnya.
Raline setelahnya menautkan jemari dan menunduk. "Glenn ... aku, aku minta maaf. Sepertinya kita harus membatalkan acara nonton kita hari ini...," ucapnya lirih di akhir kalimat. Ia masih tak menatap Glenn.
Glenn melebarkan matanya. "Apa? Batal?!"
Raline mengangguk dalam diam. Ia menarik napasnya perlahan, Raline tahu Glenn akan marah besar padanya, dirinya akan terima itu. Ini semua di luar rencananya, ia tak punya niat sedikit pun untuk membatalkan acara ini. Namun, hal daruratlah yang mengharuskan ia siap menerima amarah dari Glenn karena dengan lancangnya membatalkan acara mereka hari ini.
Glenn mencengkeram lengan atas kiri Raline membuat gadis itu meringis dan menahan lengan Glenn dengan tangan kanan. "Kamu tahu? Aku relakan waktu buat kamu, dan sekarang kamu mau membatalkan dengan mudahnya?! Apa-apaan kamu?!"
Raline meringis dan mencoba melepas cengkeraman Glenn. "Shh ... tapi, Glenn ... aw, sakit. Glenn, ini semua di luar ekpetasi aku. Aku juga nggak mengira kalau acara kita hari ini harus batal, aku minta maaf. Tapi, ini bnear-benar darurat."
Glenn menghempaskan tangan Raline sambil mendengkus. "Aku relain gaji aku dipotong demi menepati janji aku untuk bisa nonton sama kamu. Tapi kamu malah membatalkannya gitu aja? Kamu pikir enak apa, gaji dipotong? Dimarahin bos? Dibentak-bentak gara-gara minta ijin kerja setengah hari. Kamu pikir aku lakuin itu buat siapa? Buat kamu, Line. Buat kamu! Aku lakukan semua itu demi kamu! Aku rela gaji aku dipotong, harga diri aku dinjak-injak, dipermalukan di depan semua karyawan kafe lainnya, aku rela melakukan semua itu!
"Emang dasar, ya, kamu selalu menjadi beban dalam hidup aku. Kamu penyebab aku dipecat dari pekerjaan aku yang nyaman dulu, dan sekarang kamu juga penyebab aku diinjak-injak harga diri oleh bosku, hanya agar aku dapat meluangkan waktu untuk kamu! Kurang apalagi, sih aku ini?! Kamu tahu? Kamu adalah BEBAN dalam hidup aku! Aku capek!"
Raline terperangah mendengar kalimat yang ditumpahkan Glenn padanya. Kalimat yang membuat hatinya terasa seperti diiris tipis-tipis dengan pisau kecil berkarat. Udara seperti terenggut dalam dirinya membuat ia kesulitan bernapas, matanya mulai diselimuti oleh cairan bening yang sebentar lagi akan pecah menuruni pipinya. "Beban? Aku beban buat kamu? Hah, kamu lucu! Kamu pikir, cuma kamu aja yang berusaha meluangkan waktu buat hubungan kita? Aku juga, Glenn. Aku juga. Aku nunggu kamu dua jam, kamu pikir itu sebentar?
"Aku menyalahkan kamu atas keterlambatanmu malah kamu yang marah, memutarbalikan fakta menjadi aku yang salah dan wajib meminta maaf. Aku diam. Aku minta maaf. Masalah itu selesai. Sekarang, aku cuma bilang kalau acara kita harus batal karena ada hal yang darurat, kamu marah sampai mengatakan aku adalah beban buat kamu. Coba kalau kamu yang membatalkan. Aku diam. Aku menerima alasan kamu. Aku nggak marah sampai mengatai kamu beban." Raline mengembuskan napasnya ke udara dan menatap langit yang menguning. Sesaknya kian merampas udaranya. "Aku nggak marah...," lirinya tanpa mengalihkan tatapan dari langit. Ia menutupkan kelopaknya membuat aliran terjatuh menuruni pipinya.
Raline menyingkirkan jejak air di pipinya dengan kasar kemudian menatap Glenn sambil tertawa. Akan tetapi, air yang keluar dari matanya dengan kurang ajar tak ingin berhenti mengalir menuruni pipinya. "Baiklah, sekarang semua terserah kamu. Terserah. Aku enggak peduli, aku udah enggak sanggup lagi hadapi sikap kamu yang seperti ini. Aku udah capek, bukan cuma kamu doang yang capek, aku juga! Aku nyerah sama hubungan kita. Sekarang, kita enggak ada hubungan apa-apa lagi. Dan, asal kamu tahu. Hal darurat yang memaksa aku untuk membatalkan acara kita adalah ... berita ibuku. Dia masuk rumah sakit dan aku harus pergi ke sana. Dan ... hah, kamu juga enggak akan peduli, kan. Udahlah, selamat tinggal." Raline masih menampangkan senyumnya kemudian ia membalikkan tubuhnya meninggalkan Glenn yang terpaku.
Glenn terkejut dengan pernyataan yang sebenarnya dikatakan oleh Raline barusan. Ia diam tak bisa berkata sepatah pun. Pikirannya kosong sekarang. Perasaan menyesal pun timbul dalam dirinya.
🍂🍂🍂
"Aku kan, udah bilang, Glenn. Jangan hubungi aku lagi. Bukannya kamu sendiri yang kemarin bilang kalau aku ini hanya beban buat kamu? Bukannya kamu sendiri yang mengatakan kamu capek? Hubungan kita sudah berakhir Glenn, kamu enggak akan merasa terbebani lagi olehku, kamu nggak akan merada capek lagi karena hubungan yang dulu pernah kita jalin.
"Kamu bebas sekarang. Lalu apa lagi yang kamu mau dari aku? Hubungan kita benar-benar sudah berakhir, Glenn. Dan kamu, berhenti hubungi aku lagi, ngerti?!" Raline menutup teleponnya secara sepihak. Ia sebenarnya masih mencintai Gleen. Namun, sikap Gleen yang membuat ia tak lagi peduli dengan laki-laki itu dan mulai menguburkan cintanya dalam-dalam. Untuk saat ini, ia hanya ingin sendiri dulu tanpa ada laki-laki itu yang mengganggu pikirannya.
Kejadian dua hari lalu benar-benar membuatnya terpuruk. Satu, karena permasalahannya dengan Glenn membuat hubungan mereka berakhir. Dua, ibunya yang sekarang masih dirawat dirumah sakit. Hatinya juga masih belum bisa terobati atas perkataan Glenn waktu itu. Ia sedih karena selama ini Glenn hanya menganggapnya sebagai beban. Jika ia adalah perempuan bodoh, maka ia akan menerima Glenn kembali dan memberi laki-laki itu kesempatan lagi untuk yang kesekian kalinya. Sebab, dirinya masih benar-benar mencintai laki-laki itu.
Namun, Raline sudah teramat lelah dengan semua sikap Glenn. Maka, ia tak akan memberi laki-laki itu kesempatan lagi. Sebab, semua kesempatan yang pernah diberinya pada Glenn selalu disia-siakan oleh laki-laki itu. Ada yang bilang, cinta memang tentang pengorbanan. Akan tetapi, jika hanya seorang saja yang berkorban, itu bukan pengorbanan namanya, melainkan pembodohan.
[].
🍂🍂🍂
Terserah, kali ini. Sungguh aku takkan peduli.
Kutak sanggup lagi, jalani cinta denganmu.Biarkan, kusendiri. Tanpa bayang-bayangmu lagi.
Kutak sanggup lagi. Mulai kini semua terserah.🎵Glenn Fredly-Terserah🎵
🍂🍂🍂
Post ajoon 😂
Bandung, 19 November 2017.