Pemuda tersebut membenamkan wajahnya di meja. "kenapa bahasa inggris sulit sekali sih?" keluhnya. Sayangnya, tak ada satupun orang yang mendengarnya. Mengapa? Bukan. Bukan karena getaran suara yang terbatas. Melainkan murid-murid yang lain telah pergi ke kantin, meninggalkannya sendirian di ruang kelas yang baru ditempatinya selama 35 menit itu. Pemuda tersebut mengangkat kepalanya, menampakkan manik amethyst jernih miliknya. Dengan sigap ia pun membuka tasnya dan mengeluarkan satu plastik besar yang penuh dengan bola donat berlapis gula.
Namanya adalah Yoshino Ren. Si murid baru dari Tokyo yang sangat digemari oleh para siswi walaupun ini adalah hari pertamanya. Ren mengunyah bola donat miliknya sambil sesekali mengusap matanya. Mungkin matanya masih kaget karena disiram air es oleh Okaa-san tadi pagi. Habis mau bagaimana lagi? Pekerjaan Ren-lah yang memaksanya begadang setiap malam. menatap layar terang yang menampakkan software menggambarnya, dan tangannya yang lihai menggerakkan pena mekanik. Ya, Ren adalah seorang Digital Illustrator. Walaupun sang mama tidak mengizinkan, tapi Ren tetap bersikeras dengan alasan ingin membantu mamanya. Toh, hanya ada mereka berdua. Ren tidak tega kalau sampai melihat mamanya bekerja keras.
Pemuda dengan surai raven itu pun mengeluarkan sebuah sketchbook dari laci mejanya. Tak lupa mengambil pensil mekanik dan penghapus, Ren pun mulai mencoret-coret di buku kesayangannya tersebut. Namun gerakan tangannya berhenti ketika mendengar sebuah kata yang tidak asing...
"Chocomelon?''
Ren sontak menengok kebelakang. Mencari sumber suara yang mengucapkan kata tersebut. Kedua matanya berkeliling hingga akhirnya berhenti di satu titik. Manik sapphire. Dibelakangnya kursinya, berdirilah seorang perempuan berpostur kecil dengan surai raven persis seperti miliknya. Gadis itu menutup mulutnya dengan kedua tangan dan tak lama kemudian, ia berlari meninggalkan kelas.
Chocomelon, alias nama penanya. SMP Osaka memang memilliki peraturan yang ketat terhadap murid muridnya dan salah satunya adalah larangan untuk bekerja. Walaupun tidak ada yang tau tentang "Ren si Digi Artist", tapi banyak yang tahu tentang "Chocomelon si Digital Illustrator". Kalau gadis tadi membocorkan rahasianya, selesai sudah. Secepat tendangan Tsubasa, Ren pun berlari keluar kelas. Mencari "Si Gadis Sapphire' dan bermaksud untuk bernegosiasi dengannya agar tidak membocorkan rahasianya tersebut. Ia tak ingin terkena masalah pada hari pertama sekolahnya.
Langkahnya terhenti saat mendengar suara tamborin yang terjatuh disertai dengan jeritan yang tertahan. Untuk sejenak, ia pun melupakan "Sapphire" dan berusaha mencari sumber suara tersebut. Setelah mencari ke hampir seluruh sekolah yang luasnya seluas dahi Haruno Sakura, Ren pun menyadari sesuatu.
Semua tamborin kan disimpan di ruang musik?
"REN IDIOT!!" jeritnya. Beruntunglah ia sedang berada di koridor yang sepi sehingga tak ada yang mendengar. Sang Raven pun berlari kearah ruang musik sambil menggetoki kepalanya berulang kali.
Tunggu,memangnya ia sudah tau letak ruang musik?
Dan bagaimana caranya ia tahu bahwa semua tamborin ada di ruang musik?
Iya juga.
Setelah proses bertanya dan menanya yang cukup panjang, Ren pun sampai di ruang musik. Tanpa basa basi, ia membuka pintunya dan melihat seorang perempuan yang sedang meringkuk di pojok ruangan.
Gadis tersebut menggunakan sebuah hoodie abu-abu yang digunakan untuk menutupi kepalanya. Tampak surai navy-nya yang tak terurus menutupi sebelah matanya yang bermanik crimson. Ren pun berjalan mendekati gadis itu. Setelah berjongkok untuk menyetarakan tinggi mereka, Ren pun mengulurkan tangan, dengan maksud membantunya berdiri. Gadis tersebut refleks menutupi wajahnya, atau lebih tepatnya melindungi dirinya.
Melihatnya, sudut bibir pemilik manik amethyst itu pun tertarik. Menampilkan senyum sejuta watt-nya. "aku tidak akan jahat kepadamu kok!" ucapnya, memindahkan tangannya ke kepala gadis navy dan mengusapnya pelan. "namaku Yoshino Ren, kau?" "T-Takahashi N-Nari" gumamnya terbata. "Takahashi, ya? Kawaii~!" Ucap Ren, masih memamerkan senyumnya. Darah Nari pun naik ke wajahnya, menyebabkan wajah pucatnya berubah menjadi semerah iris matanya.
"Y-Yoshino-kun?" bisiknya pelan. Hampir tak terdengar bahkan. Ren bergumam tipis, menandakan bahwa ia mendengarkan. "B-bisa antar a-aku ke k-kelas?" tanyanya, terbata-bata. Ren mengerutkan dahi. "Takahashi-san kan terluka? Lebih baik ke UKS saja" "j-jangan, Yoshino-kun. Aku tidak mau ke UKS. Ke kelas saja" ucapnya, hampir menangis. Setelah perdebatan yang se-panjang jalur Shinkansen, akhirnya Ren mengalah. Dengan perlahan, ia pun meletakkan lengan Nari di bahunya. Sang gadis navy pun menarik sedikit hoodie nya, menyembunyikan wajahnya yang semerah rambut Akashi Seijurou. Dengan sabar, Ren membopong Nari menuju kelasnya...
...yang berada di lantai 3.
Kasihan sekali,ya?
Dan kelas Ren berada di lantai 1...
Tunggu, memangnya Ren sudah hafal letak kelasnya?