OH GAYUNG!!

80 3 1
                                    

Di bab ini, gue akan membahas mengenai barang yang harus ada selalu di dunia ini. Karna  menurut gue pribadi, gue gak bakalan hidup dengan sempurna kalo nggak ada barang ini didekat gue. Oke dari banyak hal mengenai barang-barang yang gue suka, yang menurut gue yang amat penting untuk kelangsungan hidup perbokeran gue adalah, GAYUNG.

🚾🚾🚾

Emang sih, buat kebanyakan orang gayung itu bukan masalah yang penting untuk hidup mereka. Tapi buat gue, gayung itu adalah  suatu barang yang mempunyai arti lebih dari sekedar  namanya. Sebagai buktinya, gue amat bergantung  pada yang namanya gayung dalam  melakukan aktifitas seperti, buat mandi, buat cebokan habis bokeran, dan satu hal yang penting adalah, buat ngerendam mie rebus. Nah, dalam soal ngerendam mie rebus, bukan apa-apa sodara, menurut gue sih gayung adalah sarana yang tepat untuk dunia pengerendaman yang namanya mie instan. Coba deh bayangin, kalo kita mau ngerendam  mie didalam gayung, otomatis kita nggak akan merasakan panasnya air panas itu sendiri, karna secara logika plastik bukan penghantar panas yang baik. Dan juga menurut gue juga praktis, contohnya kalo kita mau buangin air rendamam mie itu, kan kita Cuma pegangin pegangannya tanpa merasakan panasnya air tersebut. Itu lebih aman daripada kalo kita merebus mie tersebut langsung di plastiknya. Udah panas, rempong juga ngikat nya.

🚾🚾🚾

Nah bicara soal pentingnya gayung bagi kehidupan gue, khususnya sih buat dunia perbokeran gue, gue ada cerita yang menurut gue yang nggak akan pernah gue lupain seumur hidup gue. Cerita ini berlangsung  pas gue lagi di salah satu hotel berbintang di kota Pekanbaru  Riau. Maaf sebelumnya, gue nggak akan  nulisin nama hotelnya karna gue nggak mau buku  gue ini mengandung unsur-unsur promosi hahaha klek klek. Oke balik ke cerita, jadi gue nginap di salah satu hotel disana bareng sama dua orang teman gue. Kami tidur bareng satu kamar (jangan pikir macem-macem), jadi satu kamar untuk tiga orang laki-laki. Asal  kalian semua tahu, harga satu malam  kamar yang kami diami mencapai Rp 745.000,00. Dan kami pun nginap untuk dua hari. Kebayangkan berapa banyaknya uang kami, (red_ kalimat ini hanyalah fiktif belaka), oke oke, gue jujur!!. Kami bisa nginap di hotel tersebut karna kami bertiga sedang mengikuti yang namanya lomba debat bahasa inggris yang di adain di hotel tersebut. Kami adalah perwakilan dari kampus kami tercinta (prok prok prok). Dan kami nginap disana GRATIS!! Udah puas puas kan.  Bahkan receptionist hotel pun tahu bahwa kami bertiga bakalan nginap gratis disana. Soalnya pas gue dan dua orang temen gue baru  nyampe di hotel tersebut dan langsung menuju meja  receptionist untuk nanyain dimana kamar kami, receptionist nya udah keburu bilang “nah pasti kalian yang mau nginap gratiskan” ckckck luar biasa sekali receptionist tersebut bahwa kami bertiga nginap disana gratis. Mungkin emeng bener, kadang-kadang judge by its cover itu bisa terjadi hahaha.

🚾🚾🚾

Setelah kami minta kunci kamar kami ke meja receptionist, maaf maksudnya orang yang ada di meja receptionist, kami tanpa pikir panjang langsung menuju ke kemar kami yang ternyata ada di lantai empat hotel. Nah gimana caranya ke lantai empat?. “aha tanya peta, tanya peta” kata salah satu teman gue yang nggak malu dengan umurnya. Terus gue jawab, “emang nya Dora The Explorer yang nggak punya perikebajuan". Masa sejak gue masih  labil baju nya si Dora nggak pernah ditukar, kasian dong bajunya kan. Dan satu lagi kalau dia, (red_ temen gue yang bilang peta tadi), ngaku sebagai Dora The Explorer, nah gue jadi monyet piaraannya dong automatically why not i am sorry to say goodbye. Enough, lupakan soal si Dora tadi, setelah kami berunding selama hampir 1 jam, akhirnya kita bertiga sepakat untuk naik ke lantai empat dengan menggunakan “LIFT”. ,(saking takjub nya dengan benda ini gue makai tanda petik + Bold + italic + U bergaris bawah, how to say it exactly,)). Pada dasarnya gue sering yang namanya dengar kata LIFT tersebut. Tapi seumur-umur gue nggak pernah nyobain masuk kesana. Dan beruntungnya gue nggak sendirian, teman gue yang dua tadi pun punya sejarah yang kelam juga seperti saya. Memang mereka Brother i arm of LIFT exactly. Kami pun bertiga masuk untuk pertama kalinya ke LIFT secara bersamaan. Ilustrasi nya begini, pegang pundak teman sebelah masing-masing dan ambil handphone masing-masing buat ngerekam video terakhir kami kalau kami tidak selamat sampai ke lantai empat. Isi video itu sih tepatnya seperti ini, “Bagi orang yang nemuin handphone ini, gue Cuma mau pesan tolong katakan ke keluarga gue bahwa gue cinta mereka semua, maafin semua kesalahan gue, aku cinta kalian semua hiks hiks hiks” begitu isinya -_-. Singkat cerita, kami bertiga masuk ke lift tersebut dan akhirnya sampai di lantai empat dimana kamar kami berada. Nah, pas kami bertiga hendak keluar dari LIFT itu, apa yang terjadi. Gue merasa dunia berguncang. Isi perut gue rasanya mau keluar. Apakah ini yang dinamakan dengan jatuh cinta?, eh maaf, apakah ini yang dinamakan dengan mabuk darat akibat naik lift? Atau mungkin emang kita bertiga yang tubuhnya kampungan yang nggak sanggup menghadapi keras nya hidup di dalam  lift tadi?, entahlah, hanya Tuhan yang tahu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Buku Nya AdekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang