2. Sobat Lama Abangku

5.9K 352 1
                                    


Nabila sedang membereskan meja kerjanya. Ia sedang bersiap-siap untuk pulang. Ia pulang jam setengah empat karena ada rapat para dewan guru dahulu setelah bubar sekolah.

"Bu Nabil, pulang sama siapa?" Nabila mendongakkan kepalanya dan melihat seorang lelaki yang 5 tahun lebih tua darinya sedang tersenyum ke arahnya. Ia balas tersenyum.

"Eh..., Pak Farid. Sendiri aja, Pak."

"Apa Ibu bawa motor?" Nabila menggeleng. Sebenarnya, ia minat tidak minat meladeni pembicaraan dengan lelaki bernama Farid itu yang merupakan rekan kerjanya sesama guru di sana.

"Enggak, Pak. Motor saya lagi gak bisa dipake, lagi dibenerin dulu sama Abang saya." Farid tersenyum.

"Hmm, bagaimana kalau Ibu ikut bareng saya aja?" tawarnya.

"Tapi...,"

"Udah aja Bu, terima aja. Gak baik nolak rezeki. Lumayan gratis gak ngeluarin ongkos juga gak repot naik angkutan atau bus umum." timpal Nazma sambil tersenyum. Nabila berpikir sejenak.

"Iya, bener, ikut aja gak apa-apa. Lumayan juga kan kalau sampai dianterin nyampe rumah." timpal teman yang lainnya. Nabila hanya tersenyum tipis. Akhirnya, ia mengangguk saja karena merasa tak enak dengan Farid yang sudah berbaik hati menawarkan tumpangan gratis kepadanya.

"Yaudah. Kalau gitu, saya pamit duluan, ya?! Assalamualaikum." pamitnya kepada rekan-rekannya sambil mengikuti Farid.

"Walaikumsalam. Ehm, ehm...." Nabila pura-pura tak mendengar nada godaan dari teman-teman kerjanya. Ia terus berjalan keluar menuju tempat parkir khusus guru bersama Farid. Nabila mengambil helm yang diserahkan Farid untuknya. Ia memakaikan helmnya dan naik ke atas jok motor.

"Udah siap, Bu?" Nabila mengangguk.

"Iya, Pak." lalu tak lama motor mulai melaju meninggalkan tempat parkiran yang sudah mulai sepi.

***

"Rumah Ibu di sebelah mana?" tanya Farid dengan suara agak keras karena suara bising jalanan yang mengacaukan pendengaran.

"Di depan bentar lagi. Ada jalan kecil di sebrang selatan, rumah saya masuk ke dalem lagi." jawabnya tak kalah keras. Farid mengangguk.

Lalu, mereka kembali melanjutkan obrolan yang hanya ditanggapi seadanya oleh Nabila. Setelah menembus kemacetan, akhirnya mereka sampai menuju jalan masuk rumah Nabila.

"Ke sini bukan, Bu?" Nabila mengangguk.

"Iya, Pak." Farid melajukan motornya ke dalam jalan kecil itu yang merupakan pemukiman padat penduduk.

"Itu Pak yang depan! Yang catnya warna hijau muda." ucapnya sambil menunjuk rumahnya yang sudah terlihat. Tak lama, mereka sudah sampai di depan rumah Nabila. Motor berhenti dan Nabila turun sambil melepaskan helmnya.

"Makasih ya, Pak. Maaf udah ngerepotin." ucapnya sambil tersenyum. Farid tersenyum dan menggeleng.

"Gak apa-apa, Bu. Yaudah, saya pamit dulu, ya?! Kalau nanti butuh tumpangan lagi tinggal bilang aja sama saya." ucapnya sambil tertawa. Nabila hanya tersenyum tipis.

"Iya, kalau gitu saya masuk dulu ya ke dalem?! Bapak hati-hati di jalan. Assalamualaikum."

"Walaikumsalam." lalu ia segera masuk ke rumahnya setelah Farid berlalu dari sana. Ia mengerutkan keningnya saat melihat dua motor di halaman rumahnya yang satu ia ketahui milik abangnya, sedangkan satu lagi ia tak tahu milik siapa. Ia merasa tak pernah melihat motor itu sebelumnya di rumahnya karena ia tahu teman-teman abangnya yang sering berkunjung ke rumahnya. Tanpa pikir panjang, ia langsung masuk ke dalam.

The Wildest DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang