Part 3 (end)

973 60 3
                                    

Sejak hari itu, Sasya melalui hari-hari dengan penuh luka. Tidak ada satu detik pun yang ia lewati tanpa memikirkan Panji. Senyumnya yang memukau, sorot matanya yang teduh, dan tutur kata lembutnya yang penuh ketenangan-- selalu terlintas dalam benak Sasya.

"Tak pernah kubayangkan secepat ini, yang kutakutkan benar terjadi adanya. Perbedaan mengalahkan rasa, dan kita menyerah, kalah pada keadaan," lagu Kita Yang Beda milik Virza mengalun lembut ke dalam indera pendengarannya. Air mata mengalir di pipinya begitu saja.

Suara adzan menggema. Ia menghela napas panjang, lalu bergegas untuk melaksanakan salat sambil mengusap air matanya.

Sasya membasahi tubuhnya dengan air wudhu, lalu membentangkan sajadah ke arah Ka'Bah. Ia balut tubuhnya dengan mukena, kemudian mengangkat kedua tangannya sambil mengucap "allahuakbar". Bibirnya mulai melantunkan ayat-ayat suci dengan begitu lirih, seperti suara angin di malam yang sunyi.

Di tempat yang berbeda, Panji telah duduk diantara para jemaat di Gereja. Ia menatap patung Yesus Kristus di hadapannya, ia tahu bahwa sang juru selamat pun turut merasakan luka di dalam dadanya.

Mereka berserah pada tuhan yang satu. Di saat yang bersamaan, Sasya melantunkan doa Tahiyat ketika Panji tengah mengucap pengakuan Iman Rasuli.

Pada ayat terakhir, air mata mereka sama-sama terjatuh.

Sasya meraih tasbih di ujung sajadahnya, kemudian mulutnya mulai melantunkan pujian untuk sang Khalik. Begitu lembut, begitu lirih.

Begitupun Panji. Seusai beribadah, ia merunduk tenang sambil menggenggam rosarionya begitu erat. Ada banyak doa dalam dadanya.

Aku percaya tuhan itu satu, dan aku juga percaya bahwa surga pun satu. Jika di dunia ini aku tak dapat memilikimu, maka aku akan menunggumu di kehidupan yang selanjutnya. Di kehidupan, dimana tidak ada lagi perbedaan di dalamnya.

Air mata Sasya terjatuh membasahi tasbih yang masih bergulir diantara jemarinya. Begitu juga Panji, rosario dalam genggamannya telah basah dengan air mata.

Kemudian, Sasya dan Panji menghapus air mata mereka lalu mengucap, "amin"-- di waktu yang sama dari tempat ibadah yang berbeda.

Tidak akan pernah ada tempat untuk perasaan mereka di dunia, perihal cinta yang hadir tiba-tiba-- mungkin saja itu sebuah ujian untuk kesetiaan mereka pada keyakinannya.
•••

Lakum dinukum waliyadin.
Untukku, Agamaku. Untukmu, Agamamu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Untuk Imanmu Dan ImankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang