Alden menghela napas. Ia merasa akan mati karena bosan dalam hitungan detik.
Puluhan model yang berjalan di atas catwalk sama sekali tidak bisa menghiburnya. Apalagi mengalihkan perhatiannya dari sepasang mata biru yang sudah satu minggu menguasai benaknya.
Alden masih mencari cara untuk bertemu lagi dengan gadis dingin itu. Bodohnya, Alden tidak mengetahui nama belakang Katya. Jadilah Alden melakukan pencarian buta selama satu minggu terakhir. Tempat mana pun yang dikunjunginya pasti akan mendapat pandangan menyeluruh. Alden menelusuri setiap sudut, berharap akan menemukan Katya di sana.
Aku pasti sudah gila, batin Alden.
Tak ayal, Alden kembali melakukan kebiasaan barunya itu. Ia mendongakkan wajah. Membiarkan matanya menulusuri setiap sudut, alih-alih menatap ke arah panggung.
Dan, pandangan Alden terhenti pada satu titik.
Senyum Alden melebar. Karena takdir sudah memilih untuk berpihak padanya.
***
"Permisi."
Katya menoleh ke arah suara. Seorang pelayan berdiri di sampingnya dengan tangan mengulurkan kertas. Katya menerima kertas itu, lalu membaca deretan kata yang tertulis di sana.
Makan malam?
Kau tentukan waktunya, aku yang menentukan tempatnya. -A
Katya langsung mendongakkan kepalanya. Menyisir setiap meja yang berada di depan panggung.
Lalu Katya melihatnya.
Senyum itu....
Katya tidak mungkin melewatkannya. Senyum tanpa beban yang terlihat sangat tulus. Senyum yang bisa membuat orang yang melihatnya merasa tenang, sekaligus dipenuhi harapan. Senyum secerah mentari yang hanya mungkin dimiliki oleh kakak Katya. Namun pada kenyataannya, ada orang lain yang juga memiliki jenis senyum seperti itu.
Alden Antares.
Alden menaikkan alisnya dengan pandangan bertanya, membuat Katya kembali menunduk menatap kertas yang berada di genggamannya.
Katya mendongak, kembali menatap Alden. Pada saat itulah Katya menyadari kehadiran seorang wanita di sisi Alden. Wanita bergaun hijau dengan rambut pendek sebahu itu sedang berbisik pada Alden.
Seluruh ekspresi di wajah Katya terserap. Digantikan oleh ekspresi dinginnya.
Ketika koleksi busananya selesai diperagakan, Katya sibuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para wartawan, juga menyapa tamu-tamu pentingnya.
Namun Katya tidak bisa melupakan kertas putih yang terselip di dalam dompetnya. Gadis itu terus menyibukkan diri, juga menghindari meja tempat Alden duduk dengan segala cara. Berharap Alden tidak akan menghampirinya.
Katya akhirnya bisa menarik napas lega ketika acara selesai dan ia tidak melihat Alden di dalam ruangan lagi.
"Selamat, Katya!"
Seruan itu membuat Katya menoleh. Maddie tersenyum padanya.
"Acara malam ini sangat sukses! Aku benar-benar senang bisa bekerja dengan desainer hebat sepertimu!"
"Terima kasih, Maddie," jawab Katya.
Sesaat Maddie terdiam. Namun ekspresi wajahnya tetap cerah.
"Aku pulang," pamitnya. "Sampai bertemu pada hari Senin!"
Katya mengangguk. Beberapa orang lainnya menyusul pulang. Hingga akhirnya hanya tersisa Katya dan beberapa kru yang sedang membenahi lampu sorot di atas panggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Lies (Revenge #1)
RomanceSinopsis : Cerita ini dimulai ketika musim gugur menyelimuti kota Manhattan. Pada sebuah kehilangan, yang membuat hati pergi, menyisakan perih juga siksa tanpa henti. Kehilangan yang membuatnya tenggelam dalam lautan dendam. Katya Kaveirs di...