Planetree

31 2 0
                                    

Kisah ini berawal dari awal kesadaran yang aku alami sepanjang menetap di sudut jalan ini. Ketika awal pembuatan diriku, aku tidak bisa mengingat apapun. Mungkin karena saat itu, aku masih menjadi kesatuan dengan mothernature, atau ibu pertiwi. Kemudian, saat aku telah berada disini bersama London dan Luce, secara misterius aku memiliki kemampuan untuk merasakan lingkungan, benda-benda, dan makhluk-makhluk di sekitarku. Aku mulai bisa merasakan perasaan para pengunjung maupun pejalan kaki yang lewat, mengamati perilaku mereka, merasakan teriknya panas matahari dan dinginnya malam.

Pada awalnya aku bingung dengan consciousness ini. Kemudian, suatu hari aku menanyakannya kepada mothernature melalui telepati.

"Mengapa benda mati sepertiku dikaruniai kemampuan semacam ini? Kenapa mothernature mengizinkanku lebih dekat dengan manusia? Bagaimana kalau aku sendirian? Dengan siapa gerangan aku akan berbagi?"

Beliau menjawab,

"Bangku, anakku. Ketahuilah bahwa aku merencanakan sesuatu yang tidak kamu ketahui. Ada banyak alasan kuberikan kesadaran dan emosi kepadamu. Aku ingin kamu menjadi bangku yang berguna bagi mereka. Aku juga menginginkanmu untuk memahami perasaan mereka. Manusia adalah makhluk yang unik"

"Kurasa kamu akan menyukainya," ucap beliau dengan penuh senyuman kasih.

"Tapi, bagaimana dengan teman? Emosi membuatku tidak dapat sendiri sepanjang hayat" ucapku dengan nada memelas.

"Kamu akan menemukannya. Tepat di tempat kamu berada"

"Benarkah? Siapakah dia?" aku mendongak tidak percaya.

"Seseorang yang selalu ada di sampingmu. Kapanpun. Kalian telah ditakdirkan bersama, anakku. Aku akan selalu melindungi kalian"

"Aku rasa, ini saatnya kamu melakukan tugasmu". Beliau kemudian menghilang perlahan dari jangkauan inderaku.

Namun, aku cukup legamendengarkan perkataan beliau. Teman? Apakah aku bermimpi? Siapakah mereka?

Setelah kejadian itu aku menyadari bahwa pohon London Planetree dan lampu di sudut jalan itulah teman yang dijanjikan mothernature padaku. Sejak awal aku dilanda kebingungan akan kepada siapa aku berbicara secara telepati dan aku tidak melakukan upaya apapun termasuk berbicara karena kami tidak mengetahui kapan kami memperhatikan satu sama lain. Setelah kejadian itu, aku mencoba menyapa mereka berdua.

"Hei, pohon. Apa kamu mendengarku?", ucapku berbisik.



You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 25, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Unthinkable : A Whisper from the ChairWhere stories live. Discover now