Zain POV
Proses pemakaman dilaksanakan dalam waktu cepat, malam itu juga keempat tubuh anggota keluarga yang kami cintai telah selesai dimakamkan ditempat yang sama, tak jauh dengan rumah yang ditinggali oleh bibi Radha.
Aku masih menatap nisan seorang wanita yang sudah seperti ibuku sendiri bersama taburan bunga ditengah rintik hujan menyelimuti malam, aku berjanji bahwa aku tidak akan pernah menyakiti wanita yang kini berada disampingku, wanita yang telah resmi menjadi istriku dan aku berjanji aku tidak akan pernah membiarkan satu orangpun menyakitinya.
Aku menghela napas, airmata yang sedari tadi membanjiri pipiku sudah mulai terasa kering, walau bagaimanapun, seberat apapun aku harus menerima kenyataan dan takdir hidupku. Meskipun aku masih belum percaya bahwa dia, wanita yang tengah kutatap saat ini, wanita yang sampai saat ini masih ku anggap sebagai adik kecilku, aku belum sepenuhnya yakin bahwa kini dia adalah wanita yang akan menjadi bagian dari hidupku yang lain, haruskah aku,,,,,? Pertanyaan dalam hatiku itu terhenti ketika kulihat wanita dihadapanku mengunci pandanganku, aku menundukkan kepala. Entah mengapa aku tak sanggup menatap kedua matanya yang masih basah oleh kesedihan.
Dan malam ini, setelah proses pemakaman selesai, kamipun memutuskan untuk pulang. Akupun memberanikan diri untuk meraih kedua bahu Aaliya yang masih bersimpuh dipusara sang ibu, iapun menatapku lalu bersandar didadaku. Aku sedikit terkejut gerakan tiba-tibanya ini.
Ya. Semenjak aku mengikrarkan janji suci bersamanya, rasa canggung hadir dalam hatiku namun berapa detik kemudian aku memeluknya dan berharap ia tenang dalam pelukanku.
"Ayo Aalu, kita pulang, ini sudah malam dan hujanpun semakin deras" ucapku seraya mengusap kepalanya yang tertutup hijab yang sama saat pernikahan kami, bahkan baju yang kami pakaipun masih tetap sama, kami belum sempat menggantinya. Lalu iapun mengangguk dan mengikuti bimbinganku untuk berdiri.
***
Pukul 00.30 kami telah sampai dirumah. Ku bimbing Aaliya untuk beristirahat dikamarnya sedangkan aku memilih tidur dikamar Kainan. Aku memilih untuk tak satu kamar dulu dengan Aaliya karena aku tahu iapun pasti merasa tak nyaman jika harus satu ruangan denganku.
Kutatap kesetiap sudut kamar dan aku merasa Kainan masih ada dikamar ini, bahkan aku masih mendengar tawanya, ocehannya dan gayanya saat berjalan.
"Paman, apakah paman calon suami bibi Aaliya?" tanya Kainan saat aku pertama kali tiba dirumah ini dan memberitahukan siapa diriku. Aku yang sudah hampir satu tahun tinggal di Indonesia cukup mengerti dengan apa yang ia tanyakan. Entah mengapa saat itu Kainan tiba-tiba saja bertanya seperti itu.
"Bukan, paman adalah kakaknya bibi Aaliya" jawabku dan Kainan tampak berpikir sejenak.
"Benarkah? Aku kira paman adalah pacarnya bibi Aaliya. Hmmmz kalau begitu kasihan sekali bibi Aaliya, dia sudah ditinggal oleh paman Shaheer saat mereka akan menikah" aku terkejut dengan apa yang Kainan katakan lantas bertanya kembali.
"Paman Shaheer? siapa?"
"Paman Shaheer adalah tunangan bibi Aaliya, mereka akan menikah tapi rencana itu batal karena paman Shaheer meninggal saat kecelakaan dipesawat" akupun semakin terkejut dengan pernyataan yang keluar dari bibir polos Kainan. Aalu pasti terpukul dengan kejadian ini dan aku semakin menyesal mengapa aku tak ada disaat Aalu_ku kehilangan kekasihnya.
"Paman" aku tersentak dengan panggilan Kainan yang mengguncang sebelah tanganku.
"Paman menikah saja dengan bibi Aaliya, bibi Aaliya pasti akan bahagia bila menikah dengan paman" aku tersenyum geli dan semakin gemas pada Kainan yang memberikan saran dengan tatapan polosnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Twilight
FanfictionDokter Zain Alfarhan Khan,,, harus menempuh perjalanan beribu kilo meter untuk mencari adiknya yang hilang semenjak ia kecil. Perjalanan yang penuh dengan bayangan sang adik membuatnya harus menemukan cinta lain yang membuat hidupnya lebih berarti. ...