II - ONLY YOU

891 118 21
                                    

"Gue kangen banget sama lo, Glenn," bisik Theo sambil ngecup pipi gue sementara pelukan dia belum juga lepas.

Bisa dibilang, sex drive-nya Theo lumayan besar. After abstaining from sex for two years, I don't mind at all with his let's-make-love gesture. It feels good to channel my libido with someone, rather than with my five fingers. Sejak acara Mas Gio lebih dari seminggu lalu, ini pertama kalinya gue ketemu dia. Selain jadiin mama dan papa sebagai alasan buat nggak ketemuan-which is only half-true-Theo juga lumayan sibuk di kantor. Gue cuma pengen sendiri setelah papa, mama, Mas Gio, dan Kathy cabut dari Bali. Theo baru pulang dari Surabaya tadi pagi dan pas dia bilang mau ke apartemen, gue iyain aja karena kerjaan gue pun udah beres.

"Gue juga kangen sama lo," jawab gue sambil ngelus tengkuk dia. Meski tiap hari Whatsapp, sensasi ketemu langsung jelas beda. "Lo mau ke kamar?"

Theo ngangkat mukanya dan senyum. "Gue masih capek banget, Glenn. Cuddling aja ya?"

Tumben banget Theo nggak semangat gue ajakin ke kamar. Gue nurut aja pas Theo narik lengan gue ke sofa sebelum dia ngerebahin diri. Di sanalah kami akhirnya cuddling-an.

"Kerjaan lo beres di Surabaya?" tanya gue sambil ngelus lengan Theo.

"Kalau nunggu kerjaan beres, gue nggak akan balik Bali selamanya, Glenn."

Gue senyum.

Tiap kali cuddling-an seperti ini, gue kadang ngerasa bukan Glenn. Glenn yang dulu, paling ogah diajak rebahan sambil bersikap sok romantis. Tapi sama Theo ... gue bingung gimana harus jelasin. Sering gue nanya, apakah usia Theo yang 5 tahun di bawah gue, punya andil soal sikap gue sekarang. Secara nggak langsung, gue ngerasa punya tanggung jawab, sama umur gue yang udah 30 tahun dan tindakan gue ke Theo. It's something I didn't plan. It just came.

Sama Theo, gue perlu adaptasi karena setelah Zack nggak ada, praktis ini jadi hubungan pertama gue. Ada saat di mana gue bener-bener ngeliat ulang hubungan masa lalu buat tahu salah gue di mana. Dan asli, itu nggak gampang. Gue berusaha nggak kemakan ego, tapi kalau sikap childish Theo udah keluar ... gue sering masih nggak bisa tahan. Kadang-kadang, tanpa ada sebab, gue bilang ke Theo betapa nggak percayanya gue bisa bertahan 8 bulan sama dia mengingat frekuensi argumen kami juga nggak sedikit. Theo malah bilang, justru karena kami sering ribut, makanya awet sampai 8 bulan.

"Kok lo diem?"

Gue ngencengin genggaman tangan gue ke Theo buat ngasih tahu gue nggak ketiduran.

"Lo mau nggak kita liburan? Kita belum pernah nge-trip bareng."

Theo muter wajahnya-dan bibirnya langsung jadi sasaran bibir gue. "Tumben-tumbenan lo punya inisiatif ngajak liburan."

Gue pasang tampang serius, meski dalam hati gue pengen ketawa liat perubahan raut muka Theo. "Kalau lo nggak mau, ya udah. Gue liburan sendiri."

"Kapan?" sahut Theo.

"Dua atau tiga bulan lagi? Pas kerjaan gue udah agak lega dan bisa ditinggal. Tapi tergantung lo juga kapan lowongnya."

"Asal jangan mendadak, gue pasti bisa. Lagian, gue juga masih punya jatah cuti," bales Theo sambil nyium punggung tangan gue. "Lo pengen ke mana?"

Gue ngedikkin bahu. "Ke mana aja deh. Asal nggak bikin kantong jebol."

"Asia?"

"Lo pengen ke mana?"

"Korea atau Jepang. Gue ngebet banget ke sana."

Gue langsung berdecak. "Ntar kita bahas lagi, deh. Ini cuma usulan gue. Lagian waktunya juga belum dapet."

Theo ngangguk setuju. "Eh, lo kesepian dong, keluarga lo udah cabut semua dari Bali?"

SENJA BULAN JUNI (NOW AVAILABLE ON KARYAKARSA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang