Bunyi gesekan pintu terbuka membuat serentak semua murid didalam kelas itu bungkam, menyelipkan sesuatu dan bahkan menahan tawa saat melihat salah satu dari mereka ada yang terjungkal.
"Selamat pagi, murid-murid." Guru tua, berjas asal-asalan masuk.
"Selamat pagi, Hiruzen sensei."
Mereka tidak berdiri seperti yang sekolah lain lakukan. Malahan mereka duduk dilantai dengan meja duduk biasa, beralas lantai dingin seadanya.
"Hari ini kita akan belajar matematika"
Semua murid mengeluarkan satu-satunya buku ditas mereka yang sudah usang dan tak layak pakai. Mereka bahkan tidak perlu memakai seragam seperti sekolah lainnya.
Satu buku untuk semua pelajaran. Setiap harinya berganti sesuai apa kehendak Hiruzen-sensei yang tanpa pamrih memberikan mereka ilmu.
Mereka anak bawang. Sekolah pinggiran. Mereka yang tidak mampu sekolah bisa ikut belajar disini.
Termasuk Naruto Namikaze.
Naruto serius dalam belajar. Walaupun rumahnya dan tempat kerja nya jauh dari sini ia tetap kesini. Naruto tidak menyia-nyiakan ilmu. Ia memperhatikan setiap tulisan dipapan tulis hitam yang penuh dengan tulisan kapur, membuat kelas bobrok itu semakin berdebu.
Kelas berakhir dengan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh orang tua yang sangat baik hati itu. Mereka yang ada disana menghormatinya.
Mereka berterimakasih, setelah Guru itu pergi beberapa saat mereka mengantri keluar ruangan itu hanya untuk melewati pintunya yang sempit.
Naruto mengayuh sepeda tuanya cepat, ia akan terlambat bekerja. Yah, walaupun sebenarnya ia masih ilegal.
Sampainya didepan pabrik. Ia merebahkan sepedanya kepinggir semak-semak. Dengan nafas berat ia berlari kedalam pabrik itu agar dapat absen, ia tidak mau gajihnya yang sedikit itu dipotong.
"Ck Naruto, kau sebentar lagi terlambat."
"Maafkan aku, Tuan" Tangan Naruto yang menulis absensi tergetar akibat pernafasannya yang belum benar, juga keringatnya sangat mengganggu.
"Jatahmu 1.000 biji hari ini"
Pria itu membenarkan topinya dan berlalu."Ah, baiklah"
Naruto mulai mengangkat semen didekatnya. Membawanya ke bagian mesin mengaduk dan mulai mengerjakan hal lain. Ia berbolak-balik dari sisi satu ke sisi lainnya sambil membawa barang-barang yang berat.
Ia masih 16 Tahun. Usia legal dalam bekerja adalah 18 Tahun. Lagi pula, dipabrik seperti ini sangat membutuhkan orang yang mau bekerja keras namun tidak protes saat diberi gaji sedikit. Naruto berkesempatan.
Tinggi anak itu bahkan tidak sampai 160cm. Tubuhnya kurus karena makannya tidak teratur. Jika saja makannya seperti para orang kaya, dapat dipastikan tubuhnya sekarang berotot dan kuat. Ia kuat namun kurus dan Tan yang membuat rambut pirangnya bersinar. Apalagi warna matanya.
Naruto tidak pernah sarapan pagi sebelum kesekolah dan bekerja. Ia hanya meminum air putih dan air putih saja saat dijalan. Ia bahkan tidak memikirkan akan membeli makanan ringan atau makan di rumah makan.
Naruto anak yang pekerja keras.
Pekerjaan sudah selesai. Ia mengantri untuk mengambil upahnya hari ini. Dan ia mendapatkan nya, meski lembur. Karena membuat 1.000 bata itu sulit dan melelahkan. Naruto terlatih jadi ia tidak pingsan.
Upah membuat bata itu tidak seberapa. Kau akan mendapatkan nominal ¥ 300,- dalam sebuah bata kering yang sudah jadi. Naruto terhitung hari ini ia mendapatkan uang ¥ 300.000,- . Itu belum dipotong hutang.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMOVED
FanfictionCerita tidak dilanjutkan. " Aku tidak mau, Tuan" Naruto menangis keras. "Kita akan melihat, sebagus apa permainanmu" "Tidak!! Kurama!! Ayah!! Ibu!! Tolong aku" "Tidak ada yang pernah bisa menolongmu" Dan kehidupan nya yang sudah sangat menderita ber...