Prioritas (1)

4.1K 320 12
                                    

Hidup adalah pilihan, maka apabila sudah memutuskan untuk melangkah di suatu jalan, semua konsekuensi dan tanggung jawab yang menanti harus dihadapi. Begitulah prinsip hidup Chanyeol. Dia sudah mengalami sulitnya bagaimana membangun kepercayaan pada keluarganya terkait jalan hidup yang dia ambil melalui passionnya. Awalnya keluarganya menentang kala dia mengatakan ingin menjadi fotografer, Chanyeol menerima konsekuensi tersebut dan memutuskan angkat kaki dari rumah. Namun pada akhirnya semua berbuah manis berkat keteguhannya.

Seiring dengan prinsip yang dia bangun, roda kehidupannya terus berputar sampai tahap dia membangun sebuah komitmen bersama orang lain, yang tak lain adalah Wendy yang kini sudah menyandang status istrinya. Komitmen yang dia bangun dengan Wendy, rupanya tidak begitu lancar sesuai perkiraan. Usai pernikahan sederhana mereka setahun lalu, kesibukan demi kesibukan menanti keduanya untuk segera dikerjakan.

Mengikuti saran sang fotografer profesional yang dulu dia ikuti, Chanyeol membuka studionya sendiri di Korea. Dia membuka kantornya di daerah Gangnam, tiga blok dari kantor Wendy. Mengingat namanya sudah lumayan dikenal saat dia berada di Amerika, maka klien dari beberapa media yang ingin menggunakan jasanya terhitung tidak sedikit. Bahkan Chanyeol sampai membutuhkan asisten untuk mengelola jadwalnya yang seakan tak mau berakhir. Dan untuk satu hal itu dia merekrut saudara sepupu Seulgi yang bernama Kim Doyoung untuk membantu jobdesk-nya. Doyoung yang saat itu sedang butuh pekerjaan langsung diterima, dan sebuah kebetulan pula pria bergigi kelinci itu mempunyai ketertarikan yang sama dengan pekerjaan Chanyeol.

Di sisi lain, tidak jauh berbeda dengan Chanyeol, kesibukan Wendy seolah menyita seluruh waktu yang dia miliki. Karena sampai sekarang dia belum menemukan partner kerja sebagai pengganti Seulgi, maka tanggung jawab pekerjaan diemban Wendy seluruhnya. Tidak hanya mengurus pernikahan klien, sejumlah acara seperti pameran pernikahan dan workshop pernikahan sudah masuk dalam agenda yang wajib dia datangi.

Dengan kondisi yang seperti itu, Wendy meminta kesepakatan pada Chanyeol untuk menunda bulan madu mereka. Chanyeol setuju. Setidaknya sampai Wendy menemukan partner kerjanya. Apalagi sang resepsionis yang tak lain adalah Joohyun, jauh-jauh hari sudah memberitahu Wendy akan cuti beberapa hari untuk mengurus pernikahannya dengan Joonmyun. Sehingga tidak ada pilihan bagi Wendy untuk tidak ikut andil dalam hari bahagia temannya itu. Dan kian menumpuklah pekerjaan Wendy.



"Wen, kamu masih di kantor?" Chanyeol melirik jam tangannya sebelum menghubungi istrinya itu. Jika salah satu keduanya sedang tidak di luar kota--atau bahkan luar negeri jika itu Chanyeol, maka mereka akan pulang kerja bersama. Chanyeol menutup kantornya tiga puluh menit lebih awal dari jam tutup kantor Wendy, supaya dirinya bisa menjemput Wendy.

"Iya. Aku masih memeriksa laporan keuangan. Hari ini Joohyun sudah mulai libur."

Chanyeol dapat menangkap suara lelah Wendy. "Kamu jangan terlalu memforsir tenagamu, Wen."

"Aku tidak apa-apa. Lagipula kalau ini tidak selesai akan kuteruskan besok, tenang saja. Nanti begitu kamu sampai bisa dipastikan aku sudah mengunci kantor, oke?"

Dan panggilan itu berakhir. Chanyeol bangkit dari duduknya, sekeluarnya dari ruangannya dia mendapati ruang depan sudah sepi. Dia menghampiri meja Doyoung, memeriksa memo yang menempel di papan kecil di sisi kiri meja. Chanyeol membaca beberapa email yang dicoreti Doyoung, menandakan kalau Doyoung sudah mengirimkan foto-foto Chanyeol pada klien. Lalu matanya beralih sebentar ke meja Doyoung untuk mengecek nominal pada beberapa tagihan yang baru datang, baru setelah itu kakinya bertolak keluar. Selesai mengunci pintu depan, Chanyeol menghampiri mobilnya untuk kemudian menjemput Wendy.

Sekembalinya dari New York, Chanyeol membeli mobil untuk dirinya sendiri. Mobil itu yang dia dan Wendy gunakan ketika pergi bersama, termasuk berangkat dan pulang kerja. Wendy hanya akan menggunakan mobil miliknya jika Chanyeol sedang tidak berada di rumah, atau jika dia sedang pergi berdua bersama Seulgi.

Mereka masih tinggal bersama di apartemen Wendy. Dulu awalnya Chanyeol berkeinginan mengajak Wendy pindah ke sebuah rumah di perumahan, namun Wendy menolak. Wendy berpikir kalau tinggal di apartemen maupun rumah toh sama saja. Wendy berpendapat lebih baik mereka mulai pindah saat Wendy tengah mengandung anak mereka.

Dan terjadinya momen itu sepertinya masih jauh, pikir Chanyeol.


Mobil Chanyeol sampai di depan kantor Wendy dalam waktu lima menit. Dan benar, Wendy sudah berdiri di sana, menyambut Chanyeol dengan senyuman hangat meski ekspresinya mengindikasikan kelelahan. Wendy langsung membuka pintu di sebelah pengemudi lalu duduk di sana.

"Mau makan malam di mana?" Chanyeol langsung melempar tanya seiring tangannya mengemudikan mobil ke arah jalan besar. Sebenarnya mereka lebih sering makan malam di apartemen dan memasak bersama. Namun ketika Chanyeol bertanya seperti ini pada Wendy, berarti Chanyeol sedang tidak ingin menambah rasa capek istrinya.

Dilempari Chanyeol pertanyaan, Wendy nampak berpikir dahulu sebelum menjawab. "Bagaimana kalau ke restoran Asia-nya Kyungsoo? Aku tiba-tiba ingin makan rendang daging. Tadi Taeyeon unni cerita kalau dirinya sedang mengidam makanan itu. Aku jadi penasaran."

Chanyeol mengangguk. "Eh? Kamu bilang Taeyeon nuna mengidam? Mungkinkah dia hamil?"

Wendy menjentikkan jarinya. "Tebakanmu benar, Yeol. Akhirnya Sanghyun akan mempunyai adik."

Melihat reaksi Wendy, Chanyeol mencoba menyinggung hal yang sama terhadap diri mereka. "Sepertinya menyenangkan ya melihat keluarga kecil seperti itu. Kamu sendiri pernah tidak, Wen, iri dengan Taeyeon nuna? Biasanya para wanita yang lebih menanti-nanti momen saat mereka mengandung sampai melahirkan 'kan?"

Wendy menoleh sebentar ke arah Chanyeol yang tengah serius menatap jalan di depan. "Pernah sih beberapa kali. Tapi kondisiku sekarang tidak memungkinkan untuk menjalani hal itu, kamu tahu 'kan?"

Chanyeol menghela napas, sudah hafal dengan jawaban yang diberikan Wendy. "Yang aku tahu, dirimu seolah tidak mengizinkan hal itu terjadi padamu."

"Apa maksudmu bicara begitu?!" Wendy tersulut emosi karena Chanyeol lagi-lagi membahas hal ini. "Kamu pikir aku tidak ingin menjadi ibu?! Kamu pikir aku tidak menginginkan kita mempunyai keluarga kecil yang bahagia seperti itu?! Jelas aku sangat ingin, Yeol, tapi tidak sekarang. Bukankah kamu bilang akan menungguku sampai aku siap?"

"Memang aku bilang akan menunggumu. Tapi kamu tidak pernah memberitahuku kepastiannya sampai kapan kamu siap. Dan jika kamu masih ingat, sepertinya aku pernah bilang padamu kalau aku benci sesuatu yang tidak pasti."

"YEOL!"

Wendy benci nada bicara Chanyeol yang menyudutkan dan seolah menyalahkannya.

Sementara Chanyeol, jika dalam kejadian yang sudah-sudah kala mereka mendebatkan hal ini biasanya Chanyeol akan mengalah dan mengubah topik pembicaraan, tampaknya kali ini dia sedang tidak ingin melakukannya. Chanyeol membiarkan Wendy tersulut emosi dan seperti tidak ada itikad untuk memecah ketegangan di antara mereka. Entah setan apa yang merasuki, Chanyeol merasa ingin memuntahkan semua perasaan yang membuatnya seakan tertekan.

Satu menit setelah Wendy meneriakan nama Chanyeol, akhirnya dia buka suara kembali. "Kita pulang saja. Aku ingin segera tidur, kepalaku berdenyut-denyut."

The Time We Will Always In Love [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang