Our Past 3-Last

423 51 14
                                    


9 months later

Aku menangis haru memandang bayi laki-laki yang sedang tertidur pulas di dadaku ini. Ku elus kepala mungilnya, kutepuk pantat mungilnya dan kuhirup aroma khas bayinya, hatiku sungguh berbunga-bunga, walaupun ayahnya tidak bisa berada disini menemaniku melahirkannya. Kuletakkan anakku dengan hati-hati di box bayinya. Kugenggam tangan mungilnya sambil berulang kali meminta maaf pada anakku.

Ibu macam apa aku ini, aku bahkan tidak bisa melindungi anakku sendiri. "Maafkan Eomma nak, maaf... Appa tidak bisa hadir disini sekarang dan Eo...Eomma harus melepaskanmu 2 tahun lagi. Anakku sayang, maafkan Eomma, maafkan ibumu yang payah ini. Maafkan Eomma nak." Kukecup tangan mungilnya sambil menangis.

Aku kembali duduk di atas tempat tidur rumah sakitku dan memandang nanar kertas dihadapanku ini. Haruskah aku menandatangani ini? Kalaupun iya, apakah anakku akan mendapatkan yang seharusnya ia dapatkan? Tuhan, sakit, sangat sakit Tuhan. Dengan tangan gemetar dan air mata yang terus bercucuran, akupun menandatangani kertas itu. Menaruhnya dengan rapi ke dalam amplop dan menunggu Hyunbin datang untuk mengambilnya.

Sambil menunggu Hyunbin, aku terus memandangi buah hatiku, mengingat aku akan berpisah dengannya setelah 2 tahun semakin membuatku sakit. Tak lama kemudian Hyunbin pun datang. Dia menghampiriku dan mencium keningku mesra, kemudian dia memandang anak kami dengan sayang, mengelus lembut pipi mungilnya. "Hai nak, ini Appa. Akhirnya kita bertemu. Kau sungguh cantik seperti Eommamu. I love you baby boy." Lalu dia menarik kursi dan duduk disampingku. Dengan lembut dia menggenggam tanganku, menciumnya lembut seperti dulu.

"Apa kabar Hyunnie? Terima kasih sudah melahirkan seorang bayi yang cantik sepertimu. Sudahkan kau beri nama untuk anak kita?"

Aku menggelengkan kepalaku. "Belum. Aku menunggumu untuk memberi nama." Ku genggam baju pasienku erat, menahan pilu. Dan Hyunbin tidak menyadarinya, dia tersenyum dan berkata "Terima kasih Hyunnie. Sudah kuputuskan jauh sebelum ini, ketika pertama kali aku tahu kau hamil. Jinyoung, sebuah nama yang indah seper-"

Sebelum dia menyebutkan nama lengkap anak kami, aku memotong perkataanya. "Bisakah Jinyoung memakai marga Hwang untuk 2 tahun ini? Hanya itu permintaanku Binnie. Dia masih terlalu kecil dan lemah untuk menyandang nama besar keluarga Kwon. Kumohon Binnie." Alih- alih memandang Hyunbin, aku mengelus tangan anakku perlahan.

Hyunbin mengangguk dan tersenyum padaku, seandainya saja dia masih milikku, maka aku akan memeluknya erat dan mengecupnya berkali-kali. Dengan tangan gemetar, aku menyerahkan amplop coklat kepadanya. Dia mengernyitkan dahinya dan memandangku bingung. "Apa ini Hyunnie?"

"Surat cerai. Omoni mengirimkannya padaku pagi ini?" Aku menunduk, tak mampu memandangnya. 

"MWO???? Pagi ini? Ketika kau melahirkan Jinyoungie? Apa-apaan Omoni!!" Mata indahnya membelalak karena terkejut.

"Ssssh... pelankan suaramu Binnie, nanti Jinyoung bangun." Aku mengelus lengan Hyunbin, menenangkannya. "Bagaimana pernikahanmu dengan Minki?" Apa ini? Hatiku serasa mati rasa ketika kalimat itu terlontar dari mulutku.

"Biasa saja. Tidak seperti ketika aku bersamamu Hyunnie." Dikecupnya bibirku lembut.

"Sudahlah Binnie. Kau sudah terikat pernikahan dengan Minki. Perlakukan dia seperti kau memperlakukanku. Sayangi dia, peluk dia, kecup dia, cium dia, belai dia, semua seperti yang kau lakukan padaku. Dan karena itu, tidak baik kalua kau masih terikat dalam pernikahan denganku." Suaraku tercekat, semampuku menahan diri untuk tidak menangisi keadaanku sekarang ini.

"Tapi aku tidak mau bercerai denganmu Hyunnie! Aku sangat mencintaimu... aku tidak dapat menyentuh Minki seperti aku menyentuhmu dulu. Aku tidak bisa Hyunnie. Tangan ini terbiasa menyentuhmu, bibirku terbiasa mencium bibirmu, semua dari diriku sangat terbiasa dengan tubuhmu Hyunnie. Kumohon Hyunnie, jangan bercerai denganku. Aku janji akan segera menyelesaikan tentang Minki."

Ku angkat kepalanya yang tertunduk sedih itu, menghapus air matanya. "Jangan menangis Binnie, sekarang kau sudah resmi menjadi milik Minki, di mata masyarakat, Minki lah istri sahmu dan aku hanya seorang pelacur rendah yang berusaha merebutmu. Tidak aka nada yang mau mengerti tentang keadaan kita." Aku berhenti sejenak untuk menguatkan diriku sendiri. "Lepaskan aku seperti aku melepasmu hari itu. Seperti yang kau bilang saat itu, walaupun kita tidak bersama secara fisik, tapi hati kita tetap satu. Lagipula kau memang bodoh, mana ada suami istri tidak melakukan hubungan intim padahal kalian sudah menikah 2 bulan. Lakukan Binnie, kamu bisa melakukan itu hm.. jangan biarkan dia menunggu terlalu lama lagi, ok?"

"Tapi...tapi... Hyunnue..." Kucium bibirnya, melumatnya lembut, ini kesempatan terakhirku menciumnya.

"Aku mencintaimu Binnie."

Flashback end

-----------------------------------------------^.^-------------------------------------------^.^------------------------------

flashback selesai... finally... 


votement ya, saran n kritik juga please.....

Broken RecordWhere stories live. Discover now