Loira berderap cepat di selasar perpustakaan. Dia mengigit jarinya seraya sesekali menengok ke belakang. Dia sangat cemas kalau-kalau Livi mengikutinya. Loira yakin, Livi sudah tahu kalau dirinya terlibat masalah dengan Iqbal.
Ya, beberapa hari ini Loira memang selalu menghindari Iqbal dan berusaha menjauhinya. Beberapa kali Loira harus datang terlambat ke kelas atau keluar kelas lebih dulu ketika istirahat. Sampai guru yang sedang mengajar di kelas pernah menegurnya.
Loira menyadari jika bertemu dan mengobrol dengan Iqbal, rasa sukanya akan semakin membesar dan mengembang menguasai seluruh rongga hatinya. Sementara, dia tidak mau memelihara perasaan cintanya pada Iqbal lebih dalam lagi. Dia harus menjauhinya, lebih jauh lagi.
Loira mempercepat langkahnya ketika pintu perpustakaan tampak beberapa meter di depannya. Dia ingin bersembunyi dari Iqbal. Dia juga ingin bersembunyi dari tugas ekskulnya. Loira ingin menyendiri, menenangkan diri setelah semua tugas di ekskul koran sekolah memberatkan hidupnya.
Bruukk!
Loira tak sengaja menubruk seseorang yang hendak keluar perpustakaan. Mereka tak sengaja berpapasan di ambang pintu perpustakaan. Pundak kiri Loira berdenyut karena tubrukan itu. Dia meringis sambil menengok ke arah orang itu. Matanya terbeliak ketika menyadari orang yang ia tabrak adalah Niko. Mereka berdua sama-sama terkejut.
Namun, Niko buru-buru mendengus. Dia langsung melengos dan beranjak pergi. Tapi tertahan karena Loira memegang lengannya. Sambil menatapnya heran, cowok bermata cokelat ini menaikkan sebelah alisnya.
"Ada apa?"
Loira bisa melihat kedua mata Niko yang sembab. Di ujung-ujung matanya masih basah karena sisa air mata yang bening. Tanpa kekuatan spesial yang dimilikinya pun, Loira bisa merasakan kesedihan yang amat dalam itu dengan sekali lihat. Perasaan Loira yang tak bisa membiarkan Niko dirundung kesedihan, menyeruak ke permukaan hatinya.
Niko melepaskan cengkraman Loira dengan pelan. Loira bisa merasakan Jemari Niko yang dingin itu gemetar. "Dasar cewek aneh," gumam Niko, lantas kembali melangkah.
"Tunggu dulu!" seru Loira. Niko tetap meneruskan langkahnya. "Kamu baik-baik saja kan dengan Wiska?" lanjut Loira dan sukses membuat Niko berhenti. Niko menghela napas kasar, kemudian berbalik menatap Loira dengan tatapan tajam beserta sejuta pertanyaan padanya.
Loira menelan ludah, tapi kedua matanya yang sendu bersikeras menatap balik mata Niko yang gelap. Seakan waktu berhenti di antara mereka berdua, berbicara dari hati ke hati untuk saling membuka diri. Loira berharap, perasaan empatinya bisa tersampaikan. Dan, Niko bisa mengerti semua maksud yang akan dia ungkapkan nanti.
***
Lima hari yang lalu.
Sore hari, ketika senja menyemburat di atas langit.
Niko masuk ke kamarnya, kemudian membanting pintu dengan sangat keras. Niko melepas jaket dan melemparnya dengan sembarangan ke tempat tidur. Napasnya turun naik sambil berjalan mondar-mandir di samping ranjang.
Dia berkacak pinggang, menahan emosi yang meletup-letup. Acara makan bersama yang disiapkan keluarganya untuk membicarakan pertunangannya dengan Wiska, batal total. Dua jam dia dan keluarganya menunggu Wiska, tapi gadis itu dengan lancangnya tidak datang tanpa memberi kabar.
Giginya bergemeletuk keras, ingatannya refleks memutar kejadian beberapa puluh menit yang lalu. Dia menerima telpon dari Tante Sofia—Ibunya Wiska—yang saat itu sedang mencari Wiska. Beliau memberitahukan kalau Wiska tidak mau datang ke acara keluarga Niko dan terang-terangan menolak pertunangannya.
YOU ARE READING
KETIKA HATI BERKATA CINTA
Teen FictionSejak Loira tidak sengaja menangis di hadapan Iqbal, dunia Loira menjadi rumit. Dia terseret permasalahan cinta segitiga Iqbal, Wiska dan Niko. Belum lagi ketua ekskul koran sekolah menuntut berita tentang Wiska kepada Loira. Hal ini semakin membuat...