Effort

31 6 1
                                    

Effort.

     Karya: Tikayudya


Aku tahu Sarah sedang memandangi wajah murungku. Hampir setengah jam kami duduk di pinggir lapangan voli tanpa percakapan, sibuk dengan pikiran masing-masing.

Sebenarnya tanpa bertanya pun Sarah sudah mengetahui apa yang membuat seorang Satria bermuram durja. Tetapi ia mencoba tetap menunggu sampai aku mau bicara.

Baiklah, aku akan membuka suara. Kasihan juga melihatnya terus menanti seperti ini. "Gue mau keluar dari ekskul voli!" ucapku akhirnya. Lalu aku melepas kostum voli dan membuangnya begitu saja di hadapan Sarah.

Sarah langsung terperangah. Dia memang menungguku bicara, tapi bukan kata-kata pedas seperti itu yang ingin dia dengar. "Satria, lo harus semangat," katanya sambil menatapku penuh harap.

Bukannya menjawab aku malah pergi meninggalkan Sarah. Jika kalian bingung, mari kuceritakan masalah ini.

Sudah dua bulan aku bergabung dengan ekstrakurikuler voli sekolah. Tapi belum pernah sekalipun aku diturunkan ke lapangan. Aku selalu menjadi penghuni bangku cadangan! Bahkan aku sering disuruh mengambil bola voli yang menggelinding keluar lapangan saat pertandingan berlangsung. Memangnya aku pembantu?

Selama ini Sarah yang selalu menguatkanku untuk bertahan. Dia memang sahabat yang baik. Tapi keputusanku kali ini sudah bulat, motivasi dari Sarah tidak lagi berpengaruh.

Setelah aku memutuskan keluar dari ekstrakurikuler, sesungguhnya aku tidak benar-benar melupakan voli. Tiap hari Sarah selalu membujukku untuk kembali bergabung. Tiap hari pula aku berbohong padanya.

"Gue udah nggak tertarik dengan voli, Sar!" kataku dengan suara tegas. Padahal aku sedang mati-matian menyembunyikan fakta bahwa aku sekarang tercatat menjadi anggota klub khusus pengembangan bola voli daerah.

Sarah tidak berkomentar lagi. Ia berbalik pergi dengan wajah masam. Mungkin ia lelah denganku, terserah!

Aku hanya butuh waktu untuk mengasah kemampuanku bermain voli. Jika pihak sekolah meremehkan, bukan berarti aku tidak bisa mengembangkan bakat.

Dan akhirnya kegigihanku membuahkan hasil. Aku terpilih menjadi pemain inti di klub. Hubunganku dengan Sarah juga sudah membaik. Dia sangat bangga padaku.

"Lo jahat udah bohongin gue!" katanya dengan sebal tetapi satu detik kemudian ia tersenyum, "hasil memang nggak akan mengkhianati usaha. Iya kan, Sat?"

Aku pun merangkulnya dan mengangguk mantab.

Life is SacrificeWhere stories live. Discover now