II

27 6 0
                                    

"Masa di derek?" Tanya Alva kepada diri sendiri.

"Gua anter ke kantor polisi, yuk" Kata Sharla yang menoleh ke arah Alvaro. "Gila kali, yang ada gua ketangkep!" Jawab si Alvaro yang sedikit resah. Namun akhirnya, Alva berfikir untuk mengikhlaskan sepeda motornya, karna keadaannya kini yang membuatnya ia serba salah.

Berikutnya Alvaro menawarkan dirinya untuk mengantar Sharla ke pangkalan taksi di perempatan jalan. "Gua bisa pesen go-car kok disini" Setelah itu Sharla membuka aplikasi pemesanan taksi online dan mendapati bahwa tidak ada driver yang berada di sekitarnya. Tidak ada pilihan lagi akhirnya Sharla menyetujui ajakan Alvaro untuk menemaninya sampai ke perempatan.

Kali ini Alvaro dan Sharla sedang berjalan dengan pantulan sinar bulan nya itu, "Maafin gue ya, lo jadi jalan gini" Kata Alva yang tiba tiba meraih pandangan Sharla. "Gue udah biasa juga kok." Jawabnya.
"Udah biasa? Lo ga takut begal?" Tanya Alva. "Sama copet yang ngumpet di belakang kedai gue aja berani!" Jawab Sharla sedikit meledek. Kemudian Sharla tertawa. "Cantiknya...." Batin Alva menggumam.

Waktu yang Alva dan Sharla rasakan begitu lambat, ditemani angin malam dan suara jangkrik mereka berusaha menjalin kenyamanan.

"Emang seberapa sukanya sih lo sama street art street art begituan?" Tanya Sharla.
"Ya suka banget lah, street art itu udah kaya kentut buat gue."
"Kentut?"
"Ya, kalau udah dikeluarin rasanya legaaaaa banget"
"Tapi nahan ga bikin street art ga sampe bikin keringet dingin dan bikin lo masukin batu ke saku celana kan?"
"Hahaha gila! Engga lah!"
"Ya lagian, masa nyari perumpamaan kentut sih."

"Yaudah deh, ada yang lain nih.
Street art itu udah kaya fosil manusia purba. Ketika keberadaannya ditemukan, hanya sedikit orang yang ngerti seberapa penting benda itu. Ya kaya street art, cuma sedikit orang yang mengerti bahwa seni ini adalah seni yang dikeluarin dari hati."
"Buset, gitu banget?" Ledek Sharla
"Hahaha, sialan ya kamu!" Kata Alva sambil meraih kepalanya dan sedikit di usap usap.

"Shar?" Bisik Alva lembut.
"Iya?"
"Kaya aneh gitu gak sih?"
"Aneh gimana maksudnya?"
"Ya kaya random aja, gue di kejar warga, gue ngumpet di toko kopi, dan ketemu sama lo."
"Haha, iya, sih. Tapi ngerasa gak sih, kita kaya udah kenal lama banget padahal kita baru ketemu berapa jam coba."
"Iya, ya..." jawab Alva. Kemudian percakapan berhenti, dan kondisi kembali hening.

"Alva" Panggil Sharla.
"Iya"
"Kamu ga takut kalau sebenernya aku orang jahat?"
"Kenapa tiba tiba ngomong gitu?"
"Ya gapapa, denger kamu ngomong tadi aku jadi mikir, aku ga pernah mau sebelumnya jalan sama orang yang ga aku kenal. Awalnya aku takut sih, jalan, sama kamu, ditambah dandanan kamu kaya anak berandalan, tapi ternyata sikap kamu baik, ga kaya fisiknya."
"Ya emang ada orang jahat nempelin plester di bekas luka orang lain? Cuma kamu. Haha!" Selanjutnya Alva mencubit pipi Sharla, lalu Sharla tertawa sambil memukul pelan pundak Alva.

"Gue bisa dapet whatsapp lo gak?" tanya Alva. Lalu Sharla memberi nomor whatsApp nya.

"Cahaya bulannya lagi bagus ya, Shar" kata Alva sambil menunjuk ke arah bulan malam itu.
"Bulan ga ngeluarin cahaya. Cahaya yang ada di bulan itu pantulan dari cahaya matahari. Jadi harus nya lo ngomong gini nih 'cahaya matahari yang mantul ke bulannya lagi bagus ya shar' gitu." Lalu Alvaro tersenyum dan menarik kepala Sharla oleh rangkulannya ke arah dada Alvaro.

Setelah itu tiba tiba Alvaro bicara "Jangan gitu lagi."
"Hah?"
"Jangan ngomong pake lu, kamu aja, biar enak didengernya." sambil kembali tersenyum Alva membuat kondisi saat ini sedikit canggung, pipi Sharla terlihat kemerahan. "Apaan sih, gajelas deh ah" jawab Sharla sambil menempatkan lima jari tangannya ke wajah Alva.

Sekitar beberapa menit dari perjalanan kedai menuju perempatan jalanan, Sharla pulang menggunakan taksi pangkalan dan memberikan salam 'sampai jumpa lagi ya!' menggunakan lima jarinya.

Setelah perbincangan dan perjalanan singkat malam itu, Alvaro berhasil mendapatkan kontak dari Sharla, dan berusaha menghubungi Sharla. Namun ketika malam itu habis, Sharla tak kunjung membalas pesan singkat yang dikirim oleh Alva. Alva berfikiran bahwa mungkin pada saat itu Sharla mulai kelelahan dan butuh istirahat, karna memukul orang pake gesper itu ga gampang.

Keesokan harinya kira kira pukul 11 siang Alvaro mendatangi Kedai Disha milih Sharla, dan mendapati bahwa kedai milik Sharla tutup. Lalu Alva mencoba untuk menghubungi Sharla lagi, dan lagi lagi tidak mengirimkan respon.

ARTe di StradaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang