chapter 1 - continue

58 2 2
                                    

"Doni, aku ngga terima kamu putusin aku cuma lewat sms tanpa penjelasan apapun. Dan saat aku tau kamu beralih ke dia, aku ngga bisa biarin kamu terjebak dalam bayangan semu. Dia ngga pernah suka sama kamu, ataupun pacar-pacar dia lainnya. Aku ngga rela hubungan kita selama 3 tahun berakhir karena playgirl!" Mega menekankan kalimat terakhirnya. Dengan susah payah, ia berusaha tegas sambil menahan air matanya, jangan sampai ia terlihat lemah di hadapan orang yang paling dibencinya.

"Apa yang terjadi sama aku udah bukan urusan kamu lagi. Aku mohon, sebelum kamu mempermalukan diri kamu lebih jauh lagi, akhiri masalah ini disini." Nada tenang namun ketus dari Doni membuat Mega tak bisa berkata-kata. Ia tak menyangka kalau Doni bisa menatapnya dengan tajam seolah-olah tiga tahun yang lalu tidak pernah ada.

"Nah 'kan, cowoknya aja udah ngga mau sama ceweknya. Ogah banget gue, harus keliatan ngemis-ngemis cinta gitu, di hadapan adik kelas lagi." Tika bersikap geli dengan tingkah Mega, membuat beberapa siswa lain terkikik dan bersorak.

"Kok masih disini? Nungguin apa lagi kak? Apa mau kita anterin nih ke kelasnya?" Sindiran manja Kathia menyadarkan Mega bahwa ia masih punya harga diri untuk segera pergi dari kelas itu. Namun, di ambang pintu, langkah Mega tertahan. Ia menoleh dan menatap Tika dan Kathia.

"Mungkin elo berdua bisa ngetawain gue sekarang, tapi suatu hari nanti elo juga akan berada di posisi gue. Cewek kayak Kayna ngga akan pernah bisa punya sahabat, dia ngga pandang bulu. Sekarang udah terlambat bagi gue, tapi gue saranin elo berdua segera jauhin Kayna kalo ngga mau bernasib sama kayak gue!" Tidak ada yang menghiraukan kata-kata Mega, malah hanya membuat kelas semakin riuh menyoraki langkah Mega menjauh pergi dari kelas XI IPA 1. Keriuhan itu sesaat berubah menjadi rasa panik karena bel masuk telah berbunyi dan anak-anak sadar mereka belum sepenuhnya mempelajari bahan ulangan Kimia, teralihkan dengan 'drama' yang terjadi antara Kayna dan Mega. Tika dan Kathia hanya tertawa mengejek kata-kata Mega barusan yang dirasa tidak masuk akal.

Doni bergegas ke kelasnya sambil menggenggam tangan Kayna sebelum berpisah, dan berjanji mengantarnya pulang selepas sekolah nanti. Kayna mengangguk sambil tersenyum manis, mengantar Doni keluar kelas sampai ambang pintu kelas XI IPA 1.

***

Sosok itu memiliki tinggi 160 cm dengan berat 45 kg. Mixed-blood mengalir dalam nadinya, memiliki campuran Belanda-Kanada-Jawa membuat siapapun tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Rambut hitam panjang yang bergelombang dibiarkan tergerai menutupi dada, ditambah dengan poni depan yang menampilkan kesan innocent. Mata cokelat berbentuk almond menatap kulit putih tanpa cela, terutama di bagian pipi kiri, tak terlihat sedikitpun merah bekas tamparan. Hanya merah muda terlihat mewakili warna natural bibirnya. Sosok itu mengikuti gerakannya, menyentuh pipi kiri secara perlahan untuk memastikan tamparan itu pernah ada meskipun tanpa jejak. Sosok itu hanyalah bayangan yang terjebak di dalam cermin dari Kayna.

Kayna mengenang pertama kali ia menyadari daya tarik fisiknya saat kelas 4 SD di sekolah negeri, murid-murid cowok membicarakannya sambil tertawa bersama temannya, namun mereka selalu gugup dan malu ketika harus berbicara dengannya langsung. Guru-guru bersikap lembut padanya karena ia sangat menggemaskan. Mereka sering memujinya 'cantik' tapi ia belum memahaminya.

Saat kelas 1 SMP, banyak cowok bersikap manis padanya dan memuji kecantikannya. Saat kelas 2 SMP, ia memiliki pacar pertamanya. Kayna tidak tahu alasan kenapa ia menerima cowok itu menjadi pacarnya, mungkin karena banyak yang bilang mereka pasangan serasi karena cowok itu tampan dan dia cantik. Namun, Kayna tetap tidak merasa cantik.

Saat kelas 3 SMP, Kayna sering bercengkerama dengan cowok yang ia kenal di tempat lesnya. Dalam waktu seminggu, cowok itu menyatakan perasaannya dan malamnya Kayna mendapat teror sms dari cewek yang mengaku pacar cowok itu. Kayna tidak menyangka, cowok yang sudah memiliki pacar bisa berpaling padanya. Ini berarti ia bisa mendapatkan siapapun yang ia mau. Saat itulah Kayna merasa cantik.

Kayna menatap cermin sekali lagi sambil tersenyum. Kemarahan dan tamparan Mega membuatnya merasa semakin cantik. Kayna meraih tasnya dan bergegas untuk segera ke sekolah. Pagi yang cerah merupakan hari yang baru. Kayna tidak sabar menanti kira-kira siapa lagi yang bisa membuatnya merasa semakin cantik.

***

KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang