IDENTITAS DETEKTIF

51 10 58
                                    


=====≠=============≠====≠========

Nama : Rifqi Sadja.

Umur : 17 tahun.

Asal : Dari tuhan lalu turun ke janin seorang ibu dan menjadi seorang anak//plakk//

Asal saat ini : Jakarta

Hobi : Mencari barang yang hilang, tidur, makan keju, bicara sendiri, menghayal.

Kepribadian : Dingin, cuek, jutek, sinis, jarang tersenyum, anti sosial namun suka menolong, pendiam.

Makanan kesukaan : Keju, nasi goreng, wortel mentah(?)

Makanan yang dibenci : Pancake, Bakso//padahal bakso enak loh mas😅//

Cita - cita : Menjadi anak artis//salah deng//. Menjadi detektif paling terkenal.

Kelemahan/ketakutan : Trypophobia, Nomophobia, takut dengan benda yang melayang.


Itulah identitas saya yang sekarang udah jadi detektif beneran bukan lagi gadungan pas es deh(?) dulu. Aku lumayan terkenal dikotaku, cuma, belakangan ini aku merasa seperti ada seseorang yang selalu menguntit diriku. Dimanapun diriku berada, rasa itu pasti selalu ada. Ketika aku menyadarinya, perasaan ku tiba - tiba hilang begitu saja. Walau sekarang aku sudah jadi detektif seperti yang aku idamkan, tapi, aku masih belum bisa mencari tahu siapakah penguntit misterius itu. Akankah dia penggemar rahasia? Atau mungkin penjahat yang ingin membunuhku karena merasa iri pada kepopuleran diriku?

Pertanyaan itu selalu saja menghampiriku. Aku terkadang berusaha semampuku untuk mendapatkan penguntit itu dengan melakukan hal yang sama, yaitu, menguntit kembali dia. Walau secara logika aku tidak pernah melihat bentuk, wujud, dan rupanya. Tapi, insting ku, tidak pernah salah. Kalaupun salah, baca lagi kata sebelum 'kalaupun'.

Sebelum itu, aku ingin menceritakan sedikit masa lalu ku yang amat sangat kelam. Sebenarnya, tidak ada gunanya juga mengingatnya. Tapi, ya sudah lah.

Ketika aku masih balita, aku gemar sekali melakukan sebuah penyelidikan terhadap sesuatu kasus yang harus aku pecahkan. Kedua orang tuaku menyadari bakat istimewa yang aku miliki dan mulai mendukung apa yang menjadi kegemaranku itu. Bahkan sampai menyekolahkan ku disekolah khusus detektif dari umur 5 tahun.

Selang 7 tahun kemudian, aku pulang dari Jepang ke Indonesia. Tempat dimana aku pernah disekolahkan. Setibanya aku dari bandara menuju kerumah, aku mulai merasakan kejanggalan yang terjadi pada rumahku. Rumahku terlihat kumuh dan banyak tumbuhan rambat yang memenuhi setiap tembok yang ada.

Suasana dirumah terlihat sangat sepi, seperti sudah tidak dihuni lagi oleh pemiliknya. Karena aku semakin curiga, aku pun memasuki rumahku.

Dan ternyata benar, tidak ada siapa - siapa disini. Didalam pun tidak kalah berantakannya dari halaman didepan. Barang - barang terlihat berserakan. Ada pula pecahan kaca yang berceceran dilantai dengan tetesan darah yang sudah mengering. Darah? Darah siapa itu?

Aku pun pergi memeriksa setiap ruangan dan tidak ada hal yang mencurigakan disini. Pikiranku pun mulai terhenti ke ruangan yang pintunya dibiarkan terbuka lebar. Seingatku, ini adalah ruangan Ayah dan Ibu menghabiskan waktu bersama. Perlahan - lahan, aku memasuki ruangan itu. Bau menyengat tiba - tiba saja masuk menusuk hidungku. Seperti bau mayat yang tidak dikebumikan dan dibiarkan membusuk diruangan ini. Tapi, kenapa harus diruangan ayah dan ibu?
Tepat diatas sofa panjang berwarna hitam, ada dua mayat penuh dengan belatung. Sontak itu membuatku terkejut dan jatuh kelantai.
Pandangan ku tiba - tiba tertuju pada secarik kertas di tangan mayat itu.

Untuk anak ku yang kebetulan melihat mayat ini.

Nak, kalau kamu melihat kami sudah menjadi mayat, tolong segeralah ke bumi kan kami berdua. Ini Ibu dan Ayah, nak. Entah kenapa, tiba - tiba saja ada orang yang meneror kami berdua saat kamu masih belajar di Jepang. Lalu, datang sekelompok orang asing masuk dalam rumah ini. Salah satu orang asing itu menebas kaki Ibumu dengan pedang panjangnya. Karena Ayah tidak bisa melawan, Ayah membawa Ibu dengan kakinya yang sudah terpotong itu masuk kedalam ruangan ini. Kesempatan pula bagiku untuk menulis sepucuk surat yang mungkin akan kamu baca nantinya.
Pintu ini tiba - tiba didobrak paksa secara bersamaan oleh sekelompok asing itu dan akhirnya........

"Beraninya mereka membunuh orang tuaku....."Aku merasa sangat marah saat itu melihat sepucuk surat yang sempat terhenti dengan goresan tinta pulpen yang tidak berguna. Setelah mengebumikan orang tuaku, aku akan menyelidiki tempat ini.

Para tetangga pun berdatangan terutama keluarga dari ayah dan ibu. Mereka menangis tersedu - sedu dan terlihat tidak rela atas kepergian ibu dan ayah. Namun, air mataku seakan - akan tidak mau menetes sedikitpun. Seolah aku sudah terbiasa ditinggalkan seperti ini. Terlihat seperti, menangis didalam hati.

1 setengah jam pun berlalu, aku pun mulai menyelidiki rumah ini. Aku biarkan lokasi kejadian berantakan agar aku bisa mendapatkan petunjuk yang akurat. Aku juga tidak ingin melibatkan polisi karena hanya akan menyusahkan ku saja dalam menyelidiki kasus ini sendirian. Kalaupun aku kesulitan, tinggal minta bantuan saja dari mereka. Tapi, percuma juga sih, soalnya aku tidak pernah salah dalam menyelidiki sebuah kasus apalagi kasus yang menyangkut masalah keluargaku sendiri.

Mulanya aku memeriksa tempat dimana awalnya aku melihat bercak darah yang sudah mengering diantara pecahan kaca yang berceceran jauh dari tempat aku menemukan mayat ayah dan ibu.
Tidak ada hal yang mencurigakan dan yang kutahu darah ini adalah darah ibu. "Kaki ibu ditebas dengan pedang panjang oleh salah satu orang asing itu." begitu yang tertulis di kertas tadi. Lalu aku menemukan sebuah dompet coklat. Sepertinya pelaku tidak menyadari bahwa dompetnya jatuh tepat didepan pintu ruangan dimana Ayah dan Ibu ditemukan.

Kubuka dompet itu dan melihat isinya. Terdapat beberapa lembar uang 100 ribu dan 5 keping uang receh. Selain itu, ada pula kartu milik si pelaku. Gotcha, ini lebih mudah dari yang aku bayangkan.

"Mr.Rujum Doofiana. Nama yang aneh. Tapi, setidaknya aku udah dapat satu petunjuk yang kuat untuk mengetahui pelaku pembunuhan ini. Namun, kata Ayah disurat tadi, datang sekelompok orang asing. Sekelompok itu pasti banyak kan? Dan aku hanya mendapatkan satu petunjuk dari salah satu pelaku yang ada. Dikartu ini tertulis Hotel Cempaka Putih. Pelaku ini pasti pemilik hotel itu atau entahlah namanya apa. Sekarang aku harus memeriksa didalam ruangan ini. Siapa tau ada petunjuk lain yang aku dapatkan."Aku pun memasuki ruangan yang menjadi TKP dibunuh nya orang tuaku. Dengan hati - hati aku melangkah, agar aku tidak merusak petunjuk yang aku dapatkan sejak awal. Yup, itu adalah jejak kaki diatas lantai yang penuh darah. Itupun aku juga dapat disepanjang jalan menuju pintu luar. Aku tidak bisa menghitung jumlah jejak kaki yang terlihat banyak dan tidak beraturan itu dan bahkan banyak yang sudah tidak berbentuk. Ku prediksikan ada 5 orang, tapi aku tidak begitu yakin dengan prediksiku itu.

Sudah dua petunjuk yang aku dapatkan dan aku masih ingin mencari beberapa petunjuk lagi. Siapa tahu saja, pelaku meninggalkan senjatanya diruangan ini.
Dan ya, perkiraan ku tidak salah. Pelaku itu meninggalkan pedang nya dibelakang sofa tempat dimana ayah dan ibu ditemukan. Pedang itu sudah sangat kotor karena darah, terdapat banyak sidik jari di pegangan nya. Itu membuktikan bahwa pelaku sangatlah bodoh untuk melakukan pembunuhan. Dia sama sekali tidak berfikir, kedok nya akan terbongkar dengan meninggalkan sendiri senjatanya di tempat kejadian. Ini akan aku simpan sebagai bukti yang sangat kuat untuk menjebloskan pelaku kedalam penjara dengan mudah.

Menurut kesimpulan yang ada difikiranku, 5 pelaku yang salah satunya bernama Mr.Rujum Doofiana, masuk mendobrak pintu dari luar. Saat itu pasti dia melaksanakan aksinya pada saat dini hari dan tidak ada siapapun yang melihat mereka. Mungkin pada saat itu, Ayah dan Ibu hendak pergi kekamar bersama, namun, tiba - tiba saja sekelompok orang asing datang. Salah satu dari mereka tanpa aba - aba pun mungkin langsung menebas kaki Ibu. Sang pelaku tidak lah ahli memainkan pedang, jadi kaki Ibu tidak sampai terpotong sempurna dan hanya meninggalkan goresan dalam pada kaki Ibu. Karena kesal, sang pelaku yang lainnya, mungkin pemimpin nya lagi mengambil sebuah barang disekitar lalu memecahkan kaca jendela. Karena merasa tidak aman lagi, Ayah dan Ibu melarikan diri ke ruangan mereka. Para pelaku pun mengejar mereka berdua walau sempat merasa sedikit tersesat. Salah satu pelaku mendapatkan satu ruangan yang belum diperiksanya, mungkin si Mr.Rujum yang mendapatkannya. Pintupun di dobrak dan mendapati Ayah yang sedang menuliskan sesuatu. Anehnya lagi, kenapa pelaku tidak merobek saja pesan yang ditulis ayah?
Lalu, ibu dan ayah dibunuh secara sadis menggunakan pedang yang tadi sebelumnya digunakan untuk menebas kaki Ibu. Karena lelah, pedang itu dibuang begitu saja di tkp tanpa berfikir lebih jauh lagi apa yang akan terjadi setelahnya.



Yeah, begitulah masa lalu yang aku alami. Pelakunya sampai sekarang pun belum aku temukan, karena menurut polisi, sepertinya pelaku kabur ke suatu tempat terpencil. Aku tidak mau mencarinya lagi. Aku lebih suka menunggu sendiri pelaku itu datang untuk membunuhku juga. Karena sudah pasti, pelaku itu berniat membunuh semua yang ada sangkut pautnya dengan keluargaku. Untuk saat ini, aku harus berwaspada dengan orang asing yang selalu memperhatikan gerak - gerikku.

#BERSAMBUNG

Detectives and Stalkers[Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang