Aku tahu kau bahkan tak peduli arah tujuanku, yang ku tahu, saat ini, kau membutuhkan bahu. Kau dehidrasi, dan aku berusaha menjadi segelas air. Kau seperti sebuah perayaan pada ulangtahun yang tak lengkap karna tak ada penghibur, maka aku berusaha menjadi badut. Kau seperti luka menganga, dan aku berusaha menjadi plester penutup lukamu.
Kau seperti taman dimalam hari, dan aku seperti lampu taman yang menerangi jalan pada pengunjung yang kau nanti. Kau seperti kasur yang menggigil tanpa sprei, maka aku adalah kain sprei yang membalut memeluk kasur.
Kita adalah dua orang patah hati di tengah persimpangan, yang tak pernah tahu akan bertemu. Seperti aku yang tak pernah tahu akan sedalam ini jatuh pada hatimu. Sedang kau berpaling jauh membuang wajahmu, memalingkan badanmu padaku dengan sejuta alasan dan diammu yang tak menyelesaikan apapun.
Andai saja ku tahu bila hatimu masih menyimpan dia, sedari awal seharusnya tak perlu ku balas ramah lengkung senyummu yang kau lempar padaku di persimpangan.
Pada akhirnya,
Kita adalah dua orang patah hati di tengah persimpangan dengan tujuan yang berbeda; kau memilih jalan tujuanmu tanpa membawaku pergi, hatiku kembali, namun tak utuh.
Aku memilih diam, terduduk di tengah persimpangan tadi, berharap kau menoleh, berbalik, dan kembali, lalu membawaku bersamamu, menuntunku pada arah tujuanmu, yang berakhir menjadi "tujuan kita". Tetapi, kenyataannya, aku hanya bisa melihat punggungmu, dan dirimu yang semakin lama semakin mengecil; men
YOU ARE READING
Persimpangan
Short StoryKita dua orang patah hati yang linglung di tengah persimpangan