Prolog

716 49 32
                                    


.
.
.

Di negeri ini, semua orang boleh mengatakan apapun dan melakukan apapun.

Apapun kecuali menentangku.

Aku akan membuang mereka semua ke tempat sampah. Semua yang kuanggap tidak berguna, akan kusingkirkan tanpa berpikir dua kali.

Mengajukan mosi tidak percaya dan mengundur penobatanku sebagai pewaris tahta kerajaan? Haahhh.. bercanda! Bagaimana mungkin mereka berpikir sebodoh itu?

Lihat saja, aku akan mengikis habis orang-orang tua itu. Biar saja mereka merasakan bagaimana rasanya jika diusir keluar dari Kerajaan Sihir.

“Dasar kejam!!”

Sialan!

Terdengar seseorang tak jauh dari tempatku berdiri mengumpatku dengan tidak sopannya.

Aku melirik ke arah suara itu,  seorang gadis berdiri disana dengan angkuh dan pandangan tidak ramahnya.

Cih, gadis itu lagi.

Aku sangat muak menghadapi gadis itu. Semenjak  kedatangannya ke istana, ia selalu membuatku tidak nyaman.

Gadis itu adalah calon istriku. Orang yang dianggap ayah dan ibuku memenuhi kriteria sebagai putri mahkota sempurna. Namun bagiku dia hanyalah penyihir biasa yang sama sekali tidak ada istimewanya.

“Berhentilah mengumpat di depan calon suamimu. Aku tidak ingin mendengarnya. Terlebih itu keluar dari mulut pengkhianat sepertimu.” kataku dengan wajah tidak tertarikku pada gadis itu.

“Kau menyebutku apa? Pengkhianat?” balas gadis itu, matanya membola kaget.

“Kau pikir aku bodoh sampai tidak tahu kenapa setiap hari kau pergi ke Danau Bening?” sinisku.

Gadis itu tampak tersentak mendengar kata-kataku.

“Kau,,,”

“Apa?? Kau pikir aku tidak tahu yang kau lakukan selama ini? Aku hanya membiarkanmu melakukan itu supaya kau ditendang dari istana ini pada akhirnya! Aku katakan kepadamu dengan jelas, aku tidak akan pernah menikah denganmu! Kau pikir kau penyihir hebat yang pantas bersanding dengan Putra Mahkota sepertiku? Tidak!!”

“Aku juga tidak ingin menikah denganmu! Kau kira aku rela menikah dengan pangeran sombong sepertimu?”

“Kalau begitu pergilah! Kenapa kau masih disini?!”

“...”

Aku terkekeh kecil melihat gadis itu terdiam tanpa bisa menjawab pertanyaanku.

“Seharusnya kau jujur dari awal jika kau memang ingin menjadi Ratu di Kerajaan Sihir ini, dan satu-satunya cara adalah dengan menikahiku. Aku betul, kan?” kataku tepat di hadapan wajah pias gadis itu.

“...”

“Ah..., karenanya aku sudah menyingkirkan pengawal rendahan itu. Kalau tidak salah namanya Daehyun, kan?” ucapku, tak lupa memasang seringai manis untuknya.

“Kau menyingkirkannya? Apa maksudmu?” Akhirnya gadis itu bersuara.

“Kalau kau tidak terusir atau kau tidak mau pergi sendiri pada akhirnya, maka kau juga tidak bisa menolak untuk menjadi istriku. Karena itu aku menyingkirkan terlebih dahulu apa yang menjadi penghalang bagi ‘kita’.” desisku sambil menyeringai penuh kemenangan.

“Tidak ada kita antara kau dan aku.”

Sungguh gadis yang keras kepala.

“Tentu saja tidak ada! Yang ada hanyalah tahta. Kedudukan. Jika kau bersikeras tinggal disini, maka satu-satunya cara bagiku untuk menjadi Raja adalah dengan menikahimu!”

BE WITCHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang