Sebuah pondok di pinggir sungai tampak asri dengan dedaunan pohon yang menguning, dan semakin segar pula karena langit yang berbaik hati menurunkan hujan. Satu mobil hitam memasuki pekarangan. Dua orang turun, pria dan wanita. Si pria menurunkan koper, sedang si wanita memilih untuk membuka pintu. Harum kayu tercium kental saat pondok baru dibuka, begitu menenangkan dan membawa kesan damai. Yang wanita melangkah, menuju kamar paling dekat.
"Jeon-ah, kita di sini saja, ya?" Wanita bersurai lurus itu menoleh pada suaminya yang menurunkan koper. Pria berwajah manis di hadapannya berpikir sejenak, tapi kemudian mengangkat bahu.
"Terserahmu." Jeon Jungkook—nama lengkapnya—tersenyum. Senang hati kembali mengangkat koper dan menaruhnya ke kamar yang diinginkan Sang Istri.
Yap! Ini bulan madu mereka, di pondok yang khusus disediakan orang tua Mia—nama si wanita. Sebenarnya ini kejutan, hadiah tidak terduga, karena tiba-tiba Ny. Min memberikan kunci dan berbisik pada anaknya bahwa mereka harus segera memberikan cucu. Jadi, apa lagi yang bisa dijadikan jawaban kecuali kalimat penerimaan?
"Ah ... aku ingin tidur." Jungkook menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur. Memejamkan mata dan menikmati rintik hujan yang mengenai genteng.
"Tidak mandi dulu?" Mia ikut merebahkan diri. Namun, kemudian memiringkan tubuh ke Jungkook dan mengusap pipi yang halus hingga membuat pemiliknya membuka mata.
"Kau mau memandikanku memangnya?" Sorot mata kelinci milik Jungkook berubah drastis, layaknya seorang penggoda ulung. "Kebetulan, air di sungai sepertinya segar." Dia tersenyum tipis, sedang tangannya mulai bermain di paha Mia.
"Aku tidak mau ke sungai." Sambil menjauhkan tangan Jungkook, Mia menolak. "Aku tidak bisa berenang," ucapnya menyebut alasan—dan itu memang kenyataan.
"Lalu, kau mau apa sekarang? Kutiduri?" Jungkook menaruh tangan ke belakang kepala, sedang pandangan matanya masih menetap di sekitaran wajah istrinya yang mulai merona. Cantik. Jungkook berani bersumpah akan hal itu.
"Hei, kenapa diam?" Pria Jeon itu tertawa kecil. Menggoda istrinya yang tak kunjung bersuara. Satu tangannya ditarik, dipakai untuk mengusap bibir yang memerah. "Kau mau kutiduri sekarang, hmm?" pancingnya dengan senyum miring yang tak berputus.
"Itu ... nanti malam saja. Sekarang aku lelah."
Oh, Tuhan ... jika boleh tertawa, Jungkook pasti sudah tertawa segelak mungkin sekarang. Namun, demi menghargai perasaan istrinya yang tengah memendam malu, mau tak mau dia hanya bisa mengulum senyum. Dan sebagai pengganti, tangannya mengusap rambut Mia dengan lembut. "Oke, nanti malam. Persiapkan dirimu, ya?" pesannya dengan senyum di wajah.
Pelan, Mia menganggukkan kepala. Pernikahan mereka memang baru berjalan setengah bulan, masih hangat-hangatnya, jadi tak heran bila suaminya terlalu bersemangat jika sudah urusan ranjang; apalagi Jungkook adalah salah satu tipe laki-laki berwajah polos tanpa dosa, tapi otak tak ubahnya seperti klub malam, kotor dan mesum.
***
Dan inilah yang memang terjadi.
Jam masih menunjuk angka delapan, tapi desahan di kamar sudah memenuhi ruang. Jungkook terengah dalam kerja kerasnya memuaskan istri. Sedangkan Mia, dia hampir kewalahan menghadapi hentakan suaminya yang tanpa ampun. Berulang kali dia memohon agar gerakan tersebut diperlambat, tapi tak sekalipun dihiraukan. Jungkook mengecup, meninggalkan bekas keunguan di mana ia mau. Keringat sudah membasahi sejak awal; saat Jungkook mulai memainkan jarinya di tubuh yang terkasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
24 HOURS
FanfictionApa jadinya jika bulan madu yang seharusnya diisi dengan hal manis justru terisi dengan kengerian yang mencekam? Berhasilkan Mia dan Jungkook menghadapinya dalam waktu 24 jam?