CHY Finish

9 0 0
                                    

“Mbak, boleh gak aku ambil gambar bareng sampyan?” Dengan tiba-tiba Bang Amin melontarkan kalimat tersebut. Aku tak bisa menolak, aku pun hanya tersenyum dan sedikit menganggukkan kepala. Dia pun tersenyum sembari menyodorkan hpnya kepada Jundi.
Bang Amin benar-benar gegabah. Mengapa harus Jundi yang dimintai untuk memotret? Emang tidak ada teman yang lain? pikirku. Sekali dua kali telah diambil gambar kami. Aku bersama Intan mengelilingi pantai Ngebom Kendal sembari berfoto-foto ria. Hari mulai sore, akan tiba saatnya adzan maghrib dikumandangkan. Mobil dikendarai Bang Amin menuju MAJT (Masjid Agung Jawa Tengah). Kami berjamaah di sana dan setelah itu kembali ke asrama UNI.
Begitulah akhirnya aku menemukan jalan untuk menghindar dari teman-temanku di MI. Aku sudah menemukan kebahagiaan dan kesenangan baru. Namun, tetap saja aku tak bisa melupakan sosok Kak Rifki yang selalu terngiang dalam lubuk hatiku yang terdalam. Aku sudah hampir tak pernah bertemu dengannya. Mungkin, hanya sekali dua kali saat aku dan Intan menjajakan makanan di GGA saat sedang lapar. Terkadang, di angkringan GGA lah aku bertemu dengan Kak Rifki, itupun hanya saling menyunggingkan senyum. Tak ada satu kata pun yang kami lontarkan, hanya saja seringkali Udin, sahabat dekat Kak Rifki, yang dengan santainya menggojloki kami. Walaupun begitu, aku sudah tak sesedih dulu. Sedikit demi sedikit aku sudah bisa mengikhlaskan Kak Rifki pergi dari kehidupanku. Sampai pada akhirnya dia benar-benar pergi. Tak ada kabar tentangnya. Aku juga sudah kehilangan kontaknya, karena memang dengan sengaja aku menghapus nomornya dalam kontakku. Aku benar-benar ingin melupakannya. Mengganti dengan laki-laki lain yang lebih mengerti keadaanku.
Pada awal bulan maret 2016, aku boyong/keluar dari UNI. Aku di rumah dan kemudian mendaftar di STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Kudus. Aku mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Arab di sana. Tiga hari sebelum OPAK STAIN pada agustus 2016, aku masuk di pondok pesantren Tahfidz Al-Ghuroba Tumpang Krasak Kudus. Aku memantapkan hati untuk masuk di pondok ini. Agak jauh memang jarak antara pondok dengan kampus, tapi aku menikmatinya. Sebab, aku berangkat ke kampus selalu naik sepeda ontel. Ada kesenangan sendiri yang aku rasakan. Namun, wajah Kak Rifki tetap terbayang di pelupuk mataku. Entah mengapa aku selalu menjeritkan namanya di dalam hatiku. Padahal kalau dipikir, raga kami sudah tak saling bertemu. Terakhir bertemu dengannya kira-kira pada akhir oktober 2016. Tepat pada hari Pahlawan, yakni tanggal 28 oktober. Komunikasi pun sudah jarang, hampir tidak pernah malah. Entahlah, yang jelas aku ingin segera bisa melupakannya dan mencoba membuka hati untuk laki-laki yang ingin serius menjalin hubungan denganku. Sampai saat ini aku masih belum melakukannya. Ketakutanku akan kehilangan orang yang sangat aku sayangi masih terbayang-banyang dibenakku. Aku takut kehilangan. Selain itu, aku juga takut diabaikan oleh orang-orang yang aku cintai. Ya, pada akhirnya aku harus memfokuskan untuk melancarkan hafalan Qur’an-ku. Sampai benar-benar hafal, aku baru akan membuka lembaran baru dengan laki-laki pilihanku nantinya. Entah kapan.
Selamat tinggal masalalu dan selamat pagi masa depan!!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 26, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Curahan Hati YuliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang