3

213 25 4
                                    

"Apa kau gila? Kau menyuruhku untuk tinggal di tempat sampah seperti ini?! "

Aku berteriak sperti kehilangan akal.

Jennie menaruh jaketnya di sebuah meja.Ia lalu duduk di sebuah sofa.

Baiklah, aku tidak berlebihan tapi ini benar-benar sangat kacau.Tissue berserakan di lantai,hoodie di atas TV, CD-CD di meja makan.

Apa yang dilakukan oleh si bodoh ini?

"Apakah aku pernah menyuruhmu tinggal disini? " ucap Jennie santai sambil mengambil remote TV

"Bagaimana caranya aku tinggal disini? Hei Jennie, kau hanya tinggal sendirian tapi ini benar-benar sperti tempat sampah.Apakah disini juga ada tikus? " Aku melihat sekeliling,memastikan keadaan.

"jika kau ingin tinggal disini maka kau harus terbiasa. "

Dengan mudahnya ia bicara sperti itu.

"Apa?!  Terbiasa katamu? Baiklah,malam ini aku akan menginap di hotel saja. tolong antar aku"
Aku kembali menenteng koperku.

"Aish..  Kenapa kau bisa se bawel ini? Tenang saja. Nanti akan ada seorang ajumma  yang akan membersihkannya."Jennie mengacak-ngacak rambutnya sendiri,sepertinya ia agak kesal.

Aku menghela napas pelan. Sungguh benar-benar tersiksa rasanya jika aku harus tinggal di ruangan seperti ini.

"dan... Siapa bilang kau akan tidur di kamarku? Kau tau ini apartemen mewah.Disini ada dua kamar. so,apa kau lihat ada pintu berpita merah?" ucap Jennie lagi

Pintu berpita merah? Aku memutar badanku,dan ya, aku menangkapnya. Sebuah pintu bercat putih dan ada pita merahnya.

"itulah kamarmu. Taruhlah barangmu disana.setelah itu kau harus mandi, karena kita akan keluar bersama Lice dan Rose."

Akupun melangkah menuju pintu itu.

Welcome.

Kata itu terlihat jelas di mataku saat aku memasuki kamar dan itu terpampang di dinding atas tempat tidur.

Balon-balon berbentuk huruf dan berwarna emas itu cukup mengagetkan.

Aku tersenyum.Jennie mempersiapkannya.

Wallpaper berpola vertikal berwarna putih dan merah maroon,dan bed cover berwarna senada.

Nuansa merah maroon sangat kental di sini.

Dan,maroon adalah warna favoritku.

Aku menoleh ke belakang dan memperlihatkan ekspresi nakal ku.ekspresi yang sangat ditakutinya.

"Ada apa dengan wajah jelekmu itu?"
Jennie sepertinya sadar akan ada sesuatu yang akan menimpanya.

Aku belari sekencang mungkin ke arahnya.

"Jennie~ah! Aku mencintaimu!!! "Aku memeluk dan mencubitnya tiada henti.

"kau menjijikkan!!! " teriak jennie.

***

Kami saling diam. Tak tau harus bagaimana saat memulai pembicaraan.

Lalu datang seorang pelayan datang dengan membawa empat gelas minuman lalu menaruhnya masing-masing di depan kami sesuai pesanan.

1 hot chocolate, 1 creamy red velvet,dan 2 Creamy Latte.

Jennie sedikit menghela napas,lalu ia tersenyum.

Baiklah, ia akan mulai bicara.

"Jadi,bagaimana?"tanya Jennie.

"bagaimana apa maksudmu? Bahkan kita belum memulai pembicaraan"ucapku.aku tak mengerti maksud dari orang ini.

Kali ini teman baikku Rose angkat bicara.

" Jadi,kau meninggalkan rumah, jisoo~ah?"tanya rose.

Aku hanya membalasnya dengan anggukan.

Lice juga mengangguk.Lalu ia bertanya,"Kau tidak mau keberadaanmu diketahui, kan? Lalu bagaimana saat di sekolah? "tanya Lice.

Aku sedikit berpikir untuk menjawb pertanyaan dari Lice.Benar,bagaimna saat aku di sekolah?

"Apa aku berhenti sekolah saja? "tanyaku enteng.

"Apa kau bilang?! "

Ya, ekspresi berlebihan lagi.

Mereka memang berlebihan.

"kau sudah gila" ucap Lice.Tampak ia menghela napasnya berat.

"Jisoo~ah,berpikirlah sebelum berbicara. " Rose  mengangkat wajahnya.

"Lalu apa yang harus kulakukan? Sudah dipastikan bahwa orang tuaku akan mencariku di sekolah.Demi apapun aku tak akan kembali ke rumah itu.Tidak akan pernah! "Suaraku meninggi.

"Baiklah... Mari kita pikirkan caranya"Si bodoh Jennie meletkkan telunjuknya di dahi.

Akhirnya kami sama-sama berpikir bagaimana caranya agar aku tidak ditemukan oleh orang tuaku.

▶▶▶


Why "Lice" ?
I dont know why >_< I just love it.

The Second Promise [BLACKPINK FANFICTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang