Part 3

17 1 0
                                    

"Abang.." suara Deka muncul dibalik pintu kamar abang-nya. Sudah jadi kebiasaannya masuk kedalam kamar abang satu-satunya ini tanpa ketuk pintu terlebih dahulu.

Saat itu sudah menunjukan pukul 01.00 pagi. Deka yang tidak nyenyak tidurnya lantas berjalan masuk kearah kamar Dika yang berada diseberang kamarnya. Masih dengan piyama berwarna navy dengan gambar pisang juga sendal tidur lengkap dengan boneka pisang besar yang sering ia jadikan guling ia berangsur masuk dan menggulingkan badannya dikasur Dika.

Terdengar pintu kamar mandi terbuka lalu menampilkan sosok bertubuh atletis yang keluar dengan hanya menggunakan celana jogger dan kaus oblong. Rambut yang wajahnya basah menambah kesan tampan di wajah sosok yang tak lain adalah Dika.

"Abang aku nginep disini ya? Susah banget tidur di kamar. Ga nyaman" ujar Deka sambil sesekali menguap saat ia mendapati kakaknya sedang menatapnya bingung.

"Hm.. Jangan ngompol" balas Dika yang memilih lanjut mengerjakan tugasnya di lantai beralaskan karpet berbulu tebal, lengkap dengan laptop dan beberapa buku yabg berserakan disebelahnya.

Deka yang sudah terlanjur nyaman dengan kasur Dika tak lagi mengindahkan perkataan abangnya itu. Ia sudah cukup lelah menghadapi seharian ini dan memilih untuk berkonsentrasi masuk ke alam mimpi. Ya. Deka benar benar lelah.

Di rumah ini mereka hanya tinggal bertiga dengan satu asisten rumah tangga yang memang sudah merawat Dika sejak masih berusia 3 tahun. Ayah mereka, Ivander adalah seorang pilot yang menjadikannya jarang pulang rumah. Sedangkan ibu Deka sudah meninggal sejak Deka berusia 5 tahun. Hal itu menjadikan Deka sangat dekat dengan Abangnya karena hanya Bang Dika satu-satunya orang yang bisa diajaknya berbagi rasa.

*****

"Kuncinya siniin. Gue ga percaya lagi sama lo" Sergah Bima berusaha merampas kunci yang ada di tangan kembarannya Bian.

"Apaan sih lo? Gak denger apa tadi bunda ngebolehin gue yang nyetir?" elak Bian sebisa mungkin menghindar menjauhi terkaman Bima.

"Eh monyet papua! Harusnya lo tuh dengerin gua. Gue ini kakak lo!" Bima masih berusaha merampas kunci ketika mereka sudah ada di garasi mobil.

Sesuai janjian kemarin, Sore ini mereka akan ke rumah Dinan selanjutnya akan ke tempat Futsal, menyanggupi tantangan Fattan untuk bertanding dengan label pertandingan persahabatan yang tentunya sangat tidak masuk akal mengingat track record kedua sekolah yang tidak pernah akur sejak dulu.

"Bodo! Beda berapa menit doang! Jangan sok abang deh lo" Sahut Bian yang kini sudah ada dibalik setir kemudi.

"Dasar! Lutung kasarung! " desis Bima yang memilih mengalah dan duduk disebelah Bian.

"Asal lo tahu, gue emang jelek tapi gue nikmat!" balas Bian dengan sedikit mengedipkan mata kearah Bima.

"Jijik lo jauh jauh kampret" Sontak Bima mendorong tubuh Bian sambil bergidik ngeri. Kalau saja wajah mereka tidak identik, bisa dipastikan Bian adalah spesies yang tidak sengaja tertukar di ruang persalinan saat mereka dilahirkan.

*****

"Abang ga capek semalam habis begadang, trus sekarang malah mau main?" sahut Deka saat melihat abangnya sudah selesai memakai sepatu futsalnya dan beranjak menuju lapangan.

"Kamu tunggu disini ya? Kalo laper ke food store yang ada disana aja. Jangan keluar." ujar Dika sambil mengacak gemas rambut Deka dan berlari menuju lapangan.

Malam ini, Dika sengaja mengajak Deka untuk menemaninya main futsal. Pikir Dika adiknya itu juga butuh refreshing karena selama ini ia hanya menghabiskan waktunya di rumah. Kalau bukan di kamar, pasti menonton yang kebetulan di rumahnya memiliki satu ruangan khusus menonton, lengkap dengan home teater.

Who Am ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang