adalah satu hari lainnya yang melelahkan. matanya enggan terbuka, namun beban di perutnya terasa mengganggu. dengan amat enggan ia buka matanya perlahan. di sana, di atas perutnya duduk si mungil lee jinri, putrinya yang baru berusia 2 tahun. tangan gemuknya memukul-mukul perut jihoon; memintanya untuk segera bangun. bibirnya merekah dengan satu dua gigi susunya yang mulai tumbuh. latah; bibir jihoon pun ikut merekah. satu senyum dari si mungil seolah bisa menghapus segala lelah yang ia rasa. ajaib.
"putri mama sudah bangun?" bayi mungil itu masih sibuk memukul perut jihoon, namun bibirnya mengatakan ya dengan cara terlucu yang pernah ada. jihoon dibuat semakin gemas. dipeluknya si bayi dengan penuh kasih sayang.
"nah, jinri-ya saatnya mandi lalu pergi ke sekolah." jihoon mengangkat tubuh gemuk jinri untuk mandi pagi. ketika ia akan membuka pintu kamar mandi, tawanya nyaring tak tertahan mendengar si bayi mengucapkan kata sekolah dengan beberapa huruf yang hilang dan hanya jelas dibagian 'ah'nya. "tentu saja mama yang sekolah, jinri ke day care nanti main sama nanny sohye, ya."
bayi mungil itu semakin riang dengan menendang-nendangkan kakinya ke udara, seolah sangat setuju dengan ide sang mama.
.
.
.
napas jihoon terengah, hampir saja ia telat masuk kelas lagi. dikarenakan jinri yang rewel ketika makan pagi, jadi menguras waktu banyak. belum lagi jarak ke day care dan sekolah yang lumayan jauh. disapunya keringat di dahinya, satu lagi hari yang melelahkan harus dilalui.
jihoon bukanlah gadis populer bukan pula gadis terbelakang. ia juga bukan yang tercantik bukan pula yang terjelek. nilai akdemisnya juga bagus meski bukan yang terbagus. rumor-rumor tentang dirinya yang memiliki bayi dan mempunyai seorang sugar daddy mulai menyebar semenjak ia yang waktu itu duduk di kelas dua menengah atas membawa jinri ke dokter anak dan tak sengaja bertemu seorang teman sekelas. tak bisa di cegah esoknya berita itu menyebar begitu cepatnya. jihoon pun memilih untuk diam saja. hal yang tidak berguna menjelaskan diri sendiri kepada orang lain yang senangnya menghakimi tanpa mau tahu kenapa dan bagaimana.
sejak rumor yang menyebar di seluruh sudut sekolah itu tak ada yang mau berteman bahkan berdekatan dengan jihoon. ia jalani hari-harinya di sekolah sendirian. bahkan ketika ada tugas kelompok, jihoon selalu sendirian, tak ada yang mau sekedar kerja kelompok dengannya.
tak ada ubahnya dengan hari ini, jihoon dengan tubuh mungilnya mejinjit-jinjit berusaha melihat papan mading yang memasang hasil nilai latihan ujian siswa tingkat akhir. tubuh mungilnya terdorong ke samping oleh beberapa anak lelaki yang ia tahu dari kelasnya juga.
"wah! soonyoung kamu peringkat satu lagi." soonyoung, kwon soonyoung itu salah satu teman sekelas jihoon. dulu sempat dekat waktu masih ditingkat satu. anaknya tampan, kaya dan juga super pintar. tentu saja dia definisi sempurna yang sesungguhnya; impian hampir semua warga sekolah tempat jihoon belajar. tidak, soonyoung bukan anak yang sombong dengan semua yang dia miliki, justru dia anak yang baik. yang benar-benar baik kepada semua orang; yang seringnya bikin para gadis salah paham.tertahan, senyum jihoon merekah sedikit. soonyoung masih yang paling pintar dan juga masih satu-satunya di hatinya.
andai soonyoung tahu kebenarannya, maukah ia sekedar dekat lagi dengannya?
"ini hanya ujian latihan. bukan hal yang wah." soonyoung menimpali dengan memalingkan muka dan tanpa sadar tatapnya jatuh pada lee jihoon; gadis mungil yang sempat mengisi hatinya. entah mengapa melihatnya senyum remeh tercetak jelas di bibir soonyoung, baginya lee jihoon kini tak lebih dari jalang murahan.
begitu teman-temannya selesai melihat daftar nilai hasil latihan ujian yang dipajang di mading, soonyoung segera melangkah pergi diikuti oleh teman-temannya yang masih mengoceh; tidak puas dengan hasil nilai mereka yang seadanya.
diam-diam jihoon memandang punggung soonyoung yang menjauh. sesak memenuhi dadanya. ia hela napasnya pelan. tidak apa-apa, begitu ulangnya dalam hati.
mata mungilnya pun menelusuri kertas putih seukuran folio yang ditempel di mading itu. ada. itu namanya di urutan ke-8. itu luar biasa. ujian latihan yang kemarin ia peringkat 12 sekarang naik 4 angka.
.
.
.
hari yang lain jihoon berlari-lari ketika pulang sekolah. langkah kaki mungilnya begitu cepat; inginnya mengejar bus yang pertama sore itu. agar jinri tak menunggu terlalu lama.bahkan meski melihat jihoon berlari dengan langkah timpang begitu, orang-orang tetap tak bisa berhenti berkomentar buruk tentangnya.
"dia benar-benar seorang ibu, lihatlah larinya seolah tak sabar bertemu anaknya." gelak tawa mengikuti setelah kalimat ejekan tersebut meluncur dari bibir mingyu salah satu teman soonyoung; yang saat ini sedang nongkrong di parkiran khusus siswa.
"padahal sewaktu dekat dengan soonyoung dia terlihat seperti gadis baik-baik. aku benar-benar tidak menyangka." salah satu teman soonyoung; seungcheol menimpali.
"kalian tidak tahu ya?" semua mata menoleh padanya; junhui. "yang pendiam dan terlihat baik-baik saja begitu justru lebih berbahaya." gelak tawa kembali mewarnai parkiran yang mulai tersebut.
"sudahlah aku tidak ingin membahasnya. ayo pulang!"
.
.
.
.
.
.
jihoon sampai di day care 15 menit setelahnya. begitu sampai ia langsung menuju ruang dahlia tempat jinri biasa bermain dan belajar dengan nanny sohye; pegawai yang biasanya merawat jinri selama di daycare.langkah jihoon hati-hati sesaat setelah membuka pintu ruang dahlia. di balik pintu tersebut di penuhi kursi dan meja mini. beberapa mainan yang masih berserakan dengan tiga bayi usia sekitar tiga tahun membuatnya semakin berantakan. di sisi kanan ada perosotan beserta rumah-rumahan yanv tumben sekali tidak ada anak yang menempatinya. pandangannya berubah arah dilihatnya dua anak usia tk sedang terlelap bersama berbantalkan boneka beruang dan selimut motif panda warna pink. senyumnya pun merekah begitu melihat si mungil jinri sedang berlari ke arahnya dengan kaki gemuknya yang sedikit timpang. jemarinya yang gemuk menggenggam secarik kertas penuh coretan abstrak warna-warni. mulut mungilnya berceloteh ria memanggil mama.
"putri mama, tidak nakalkan hari ini?" bayi dua tahun itu menggeleng dengan lucunya. "pintarnya!" jihoon gemas mencubit sayang pipi gembil putrinya.setelahnya ia kemasi barang-barang jinri dibantu oleh nanny sohye. begitu selesai ia pamit tak lupa mengucapkan terima kasih untuk hari ini.
.
.
.
.
.
tak langsung pulang, jihoon membawa jinri mampir dulu ke supermarket dekat rumah sewanya; susu jinri hampis habis.di sana, ketika ia akan membawa keranjang berisi susu dan keperluan lainnya beserta jinri yang ia gandeng di sebelah kanan. mata mungilnya untuk kesekian kali bertemu tatap dengan kwon soonyoung yang sedang membeli rokok dengan teman-temannya.
rasanya sesak, ada sesuatu yang dengan eratnya meremat jantungnya. pertanyaan itu timbul; sejak kapan soonyoung merokok?
rasa bersalah timbul begitu saja.
"ma. ma. ma. su?" jihoon tertarik kembali ke alam sadar mendengar si buah hati berbicara dengan terbata. dijongkokan badannya menyamai tinggi sang buah hati. "su. ma." ulang jinri dengan jari yang menunjuk-nunjuk puluhan shampo yang berjejer di rak; jinri mengira itu adalah susunya karena bentuknya yang lucu juga warnanya.
jihoon tak bisa menahan tawanya, dengan gemas ia genggam jemari gemuk sang putri. "sayang, itu bukan susu. tapi shampo untuk keramas." sedikit menggelikan jihoon menjelaskan pada jinri dengan meragakan bagian keramas. "mas." jinri menjawab dengan cara terlucu yang pernah ada. bicaranya sudah lumayan meksi hanya mengambil bagian-bagian akhirnya saja.
begitu sampai di depan kasir, jihoon tak bisa menghindari soonyoung dan teman-temannya. ia tundukan kepalanya tak sanggup mendongak. genggaman jarinya pada jari jinri semakin erat. seolah mencari kekuatan dari sana.
"oh, hai jihoon. dia benar putrimu?" ini junhui dengan tampang tak bersalahnya berseloroh seolah ia kawan lama jihoon.
"hebat! itu bukan sekedar rumor. kamu benar-benar punya... umm.. bayi?" mingyu berkata-kata dengan sedikit ragu-ragu. jihoon semakin menunduk. mata mungilnya memerah menahan air mata. satu kedipan saja pasti tumpah. diam-diam ia kuatkan dirinya sendiri. diam-diam ia bisikan pada dirinya sendiri, jangan menangis."ma." soonyoung hampir saja membuka mulutnya sebelum suara dari putri lee jihoon mengudara dengan polosnya mengisi suasana sesak dia antara para remaja tingkat akhir sekolah menengah itu.
.
.
.
tbcmenerima kritik dan saran.
by
seeuhun
KAMU SEDANG MEMBACA
unconditional love
Fanfictionlee jihoon, gadis tingkat akhir sekolah menengah. usianya baru 18 tahun. setiap kali kelas berakhir dia selalu terburu-buru pulang. rumornya dia memiliki bayi sejak duduk di tingkat dua sekolah menengah. beberapa berkata itu bayinya bersama sugar...