"Lucky, kembalikan!""Tidak akan! Kau bahkan tidak memberi ku coklat valentine, Huh?"
"Oh ayolah. Coklat yang sekarang kau pegang itu coklat spesial! Untuk seseorang yang tidak menyebalkan seperti mu." Lucy mendengus sambil sesekali menggapai coklat yang di pegang tinggi-tinggi oleh Lucky.
"Apa beda nya? Semua coklat sama saja. Bagaimana jika aku mencicipi nya, hm?"
"Tidak! Kumohon berikan pada ku! aku sudah membuat nya susah payah."
Lucy melihat sekeliling nya. Berharap teman-teman nya mau membantu dirinya mengambil coklat yang diambil oleh Lucky. Tapi harapan nya pupus seketika. Bahkan teman-teman nya tidak peduli dan menganggap pertengkaran anrara Lucky dan Lucy adalah hal biasa.
"Kenapa? Kau sudah menyerah?" Lucky menyeringai. Tapi seringaian nya itu luntur ketika melihat Lucy yang susah payah menahan tangis nya. "Astaga, kau 16 tahun Lucy. Berhenti bersikap seperti anak kecil." Lucky meraih tangan Lucy dan mengembalikan coklat yang telah ia ambil dari Lucy.
"K-kau menyebalkan."
"Ya, aku tahu. Tapi aku serius, kau harus memberiku coklat. Bukankah aku juga spesial?" Ujar Lucky sambil mengedipkan mata nya.
"Tidak. Tidak sama sekali."
***
Bel istirahat berbunyi. Lucy buru-buru bangkit dari kursi tanpa repot-repot membereskan buku yang berserakan diatas meja nya.
"Hey, kau mau kemana."
Lucy mendesis saat tahu Lucky mengikuti nya dari belakang.
"Bukan urusan mu."
"Oh ayolah, kau masih marah pada ku soal coklat tadi pagi?"
"Menurut mu?" Ujar Lucy berusaha menghiraukan Lucky yang kini berjalan sejajar dengan nya.
"Um, biar kutebak." Lucky memandangi wajah Lucy selama beberapa detik lalu berkata, "Ya, kau masih marah pada ku."
"Bagus kalau kau mengerti."
"Aku lapar."
Lucy tidak menjawab. Ia hanya fokus pada langkah nya.
"Ayo ke Cafetaria. Aku teraktir sekaleng soda. Mau?"
"Kau tahu aku tidak suka soda." Ujar Lucy sambil memutar bola mata nya.
"Baiklah, bagaimana jik--"
"Diamlah, Lucky. Saat ini aku sangat gugup dan kau membuatnya semakin buruk."
"Sebenar nya apa yang kau rencanakan?"
"Coklat. Aku harus memberi nya langsung pada Harvey."
"Bagaimana dengan coklat ku?"
"Aku tahu kau sudah mendapatkan lima coklat pagi ini dari wanita berbeda. Kau hanya ingin menggangu ku."
"Baiklah, sekarang hentikan langkah mu dan lihat ke samping."
Sebenar nya Lucy tidak terlalu menghiraukan ucapan Lucky. Tapi saat dirinya mendengar suara Harvey, ia langsung menghentikan langkah nya.
Lucy berusaha bersembunyi di balik loker untuk mendengar percakapan antara Harvey dan gadis berambut pirang yang tidak ia kenal. Mata nya membulat saat tahu gadis itu juga memberikan coklat untuk Harvey.
"Wah, ternyata dia cukup populer." Bisik Lucky.
"Diamlah. Aku tidak bisa mendengar suara nya."
Lucky merasa seperti orang bodoh saat ia menyadari ia juga ikut bersembunyi di balik loker. Keadaan mendadak hening karena Lucy ingin mendengar percakapan antara Harvey dan gadis berambut pirang. Lucy memasang telinga nya baik-baik.
"Maaf, aku tidak suka coklat."
Sebuah kalimat yang di lontarkan Harvey membuat jantung Lucy seperti berhenti berdetak. Ia menatap kotak coklat yang ia pegang erat di tangan nya.
"Oh, astaga." ujar Lucy pasrah. "Aku menghabiskaan lima jam untuk membuat coklat ini."
"Sudah kubilang. Seharus nya kau berikan coklat itu pada ku."
"T-tapi,"
"Ayolah. Kau tidak ingin mempermalukan dirimu sendiri dengan memberi nya coklat lalu di tolak begitu saja, kan?"
Lucy mengangguk. "Lalu apa yang harus ku lakukan?"
"Berikan pada ku." Lucky mengambil kotak coklat nya. Ia kemudian membuka bungkus nya dan memakan semua bagian coklat yang Lucy buat. "Rasa nya tidak buruk." Ucap Lucky sambil mengedikan bahu nya.
"Benarkah?"
"Hm. Sekarang temani aku ke Cafetaria. Tidak ada bantahan."
***
Lucy hanya cemberut saat teman-tema Lucky berusaha menggoda nya. Bahkan Lucky hanya tertawa melihat wajah jengkel Lucy. Itulah alasan mengapa ia tidak mau pergi ke Cafetaria bersama Lucky dan teman-teman nya.
"Hey, jangan marah. Lagi pula masih ada tahun depan 'kan?" Kata Joe salah satu teman Lucky. Ia berusaha untuk tidak menyemburkan tawa nya karena wajah jengkel Lucy yang terlihat sangat menggemaskan.
"Itu tidak lucu. Kau pikir Harvey akan menyukai coklat tahun depan?" Balas Lucy jengkel.
"Mungkin saja." Joe mengedikan bahu nya.
Lucky datang membawa beberapa kaleng soda di dekapan nya. Ia melirik Lucy. "Kau mau?"
"Berhenti menawari ku soda, sialan."
Lucky terkekeh. Ia dan teman-teman nya kemudian memulai percakapan yang bahkan tidak Lucy mengerti. Itu menjengkelkan. Sesekali Lucy menguap bosan sambil mengaduk-aduk Jus nya yang bahkan terlihat menjijikan. Terlintas sekilas di otak nya untuk menumpahkan Jus itu kepada Lucky, tapi ia urungkan niat nya tersebut. Setidak nya ia masih memiliki hati, tidak seperti Lucky.
"Jadi kau memutuskan untuk mengeluarkan nya dari Team?"
"Ya. Lagi pula ia payah."
"Lalu bagaimana dengan pertandingan kita?"
"Kita akan tetap bermain, tentu saja." Kata Lucky. Ia meminum soda nya perlahan. "Kudengar Harvey jago bermain bola. Ingin mengajak nya bergabung?" Ujar nya lagi.
Mendengar nama 'Harvey', Lucy tiba-tiba bersemangat.
"Apa yang sedang kalian bicarakan?"
"Kau tidak perlu tahu." Lucky membalas.
"Segala yang berhubungan dengan Harvey, berhubungan juga dengan ku." Ucap Lucy bangga. Sedangkan Lucky hanya mendengus mendengar nya.
"Kami berniat mengajak nya bergabung dalam team Bola kami." James, lelaki berambut coklat keemasan dengan mata biru laut itu menjawab sambil menampilkan senyum manis nya.
Ah, hampir saja Lucy terhipnotis dengan senyuman itu jika saja Lucky tidak tiba-tiba menyenggol lengan nya.
"Kau masih menyukai nya?" Bisik Lucky pelan.
"Tidak!" Lucy menggelengkan kepala nya berusaja meyakinkan diri nya sendiri. "Yang aku sukai itu Harvey, bukan James."
Ya, Lucy sendiri sebenar nya pernah menyukai James untuk beberapa saat sampai akhirnya mengetahui bahwa James adalah salah satu dari teman Lucky. Dan teman-teman Lucky sama menyebalkan nya seperti Lucky.
"Ayolah, tatapan mu menjelaskan semua itu." Bisik Lucky pelan.
"Tidak." Jawab Lucy. "Hanya saja, senyuman nya itu sangat manis." Lucy tersenyum membayangkan nya.
"Hey, apa yang sedang kalian bicarakan?" Ujar Carles dengan nada jengkel. Lelaki yang dari tadi memainkan ponsel nya itu akhir nya menyadari keadaan sekitar nya.
"Aku hanya bertanya apa Lucy masih menyu--"
"Oh shut up, Lucky!" Lucy mencubit lengan Lucky keras. "Aku harus pergi sekarang, selamat tinggal bedebah sialan."
Lucy melenggang pergi tanpa menggiraukan gelak tawa Lucky. Sayup-sayup ia masih bisa mendengar James mengatakan, "Apa kalian membicarakan ku?" Dan itu membuat Lucy sangat malu.
Ia melanjutkan jalan nya dengan berlari-lari kecil.
***