Latihan telah selesai. Kini Lucy berada dalam mobil Lucky dengan wajah berseri-seri. Ia masih mengingat rasa nya saat Harvey menggendong dirinya. Lucy bahkan tidak berkata apa-apa dan hanya memandang keluar jendela mobil dengan senyum lebar yang bertengger di bibir nya.
"Senyum mu terlihat menakutkan. Seperti badut pembunuh."
"Katakan sesuka mu, Lucky. Aku tidak peduli. Aku sangat senang sekarang."
Lucky bergidik ngeri melihat tingkah laku Lucy. Bahkan saat ia menyalakan lagu rock dengan kencang, Lucy tidak terlihat marah. Padahal jika dalam keadaan normal, Lucy akan mengomel-ngomel tentang berisik nya lagu tersebut dan dengan cepat mematikan nya.
"Ah, aku lapar." Kini Lucy mengalihkan pandangan nya. "Ayo mampir ke suatu tempat!"
"Lihat keadaan kaki mu bodoh. Aku tidak ingin menggendong mu masuk ke dalam tempat makan. Bayangkan betapa sangat memalukan nya itu."
Lucy memutar bola mata nya. Tapi perkataan Lucky barusan memang ada benar nya. "Jadi bagaimana?"
"Mom bilang ia akan masak untuk makan malam. Kau menginap di rumah ku malam ini?"
"Tentu. Orang tua ku masih akan pulang lusa nanti. Aku tidak ingin sendiri di rumah. Bagaimana jika ada monster? Pasti sangat me--"
"Satu-satu nya monster di rumah mu adalah dirimu sendiri, Lucy."
"Apa kau bilang?"
"Apa? Aku tidak bilang apapun."
"Aku masih bisa mendengar mu. Cepat minta maaf!"
"Tidak mau!"
"Kau menyebalkan!"
"Memang."
Lucy menggeram. Lagipula ia sadar tidak akan ada habis nya jika ia terus berdebat dengan Lucky. Ia memutuskan untuk diam dan memandang ke luar jendela.
Ia membuka ponsel nya dan menyadari bahwa baterai ponsel nya habis. Ia kemudian meraih ponsel Lucky dan memainkan nya.
***
Setelah makan malam bersama keluarga Lucky, Lucy memutuskan untuk duduk di sofa ruang tengah rumah Lucky. Kaki kiri nya masih terasa sakit dan itu membuat nya harus berloncat-loncatan dengan sebelah kaki nya sampai ia benar-benar duduk di sofa dengan nyaman.
Ia mengalihkan pandangan nya tapi ia tidak menemukan keberadaan Lucky. Jadi ia memutuskan untuk menonton televisi tanpa Lucky. Padahal Lucky lah yang sebelum nya mengajak Lucy untuk menonton.
"Bagaimana kaki mu?"
Lucy mengalihkan pandangan nya dan mendapati Lucky membawa sebuah wadah besar berisi air es.
"Warna nya berubah menjadi ungu."
"Warna apa?"
"Kaki ku, bodoh. Lihat, semakin membengkak."
"Biar aku lihat."
Lucky menaruh ember berisi es tersebut dan meraih kaki Lucy dengan perlahan. Lucky meringis melihat keadaan kaki Lucy yang cukup parah.
"Diam sebentar jangan bergerak." Perintah Lucky. Lucy hanya mengangguk dan memerhatikan Lucky yang kini mengompres kaki nya dengan seksama.
"Semakin lama dilihat, kaki ku semakin terlihat seperti gajah." Ujar Lucy.
Setelah selesai, Lucky pergi begitu saja. Lucy tidak terlalu menghiraukan nya dan memilih untuk melanjutkan menonton acara kesukaan nya di televisi.
Rasa kantuk kini mulai menghampiri Lucy. Mata nya mulai terpejam namun sedetik kemudian seseorang memanggil nama nya.
"Ada apa?" Lucy memandang Lucky dengan sedikit kesal.
Lucky tidak menjawab dan lebih memilih duduk di sebelah Lucy. Ia membuka kaleng soda yang ada di genggaman nya dan meneguk nya dengan cepat. Itu membuat Lucy risih.
"Kau tidak boleh meminum soda terlalu sering. Perut mu akan sakit."
"Lihat siapa yang peduli." Ujar Lucky sambil memutar bola mata nya.
"Aku serius."
"Ngomong-ngomong," Lucky menaruh kaleng soda nya di meja. "Kau tau, aku tida--"
Perkataan Lucky terhenti saat menyadari bahwa Lucy telah tertidur dengan keadaan duduk.
"Hey Lucy."
Tidak ada jawaban.
"Dia benar-benar tertidur rupanya."
Posisi tidur Lucy terlihat sangat tidak nyaman. Itu membuat Lucky mau tidak mau menyenderkan kepala Lucy pada bahu nya agar posisi tidur nya lebih nyaman. Lucky kemudian mengecilkan volume televisi dan tanpa sadar ikut tertidur disebelah Lucy.
***
Cekrek
Suara menggangu itu membuat Lucky terbangun dari tidur nya. Ia menoleh ke samping dan mendapati bahwa Lucy masih tertidur pulas dengan keadaan seperti terakhir kali.
Sinar matahari yang memasuki mata nya membuat Lucky mengerjapkan mata nya berkali-kali. Akhir nya ia tersadar akan kehadiran seseorang yang berada dihadapan nya.
"Mom? Apa yang kau lakukan?"
Suara mengganggu yang membuat Lucky terbangun itu pun berhenti.
"Ah akhir nya kau bangun, Lucky. Lihat, Mom baru saja memotret momen manis kalian berdua."
Lucky mengernyitkan dahi nya bingung. "Momen manis apa?"
"Kalian berdua tertidur di sofa. Akan aku kirimkan foto-foto ini pada Teressa. Dia pasti senang."
Lucky hanya memutar mata nya saat Luna, atau Ibu Lucky, pergi dengan senyuman lebar nya.
Kini tatapan nya beralih pada Lucy yang masih tertidur pulas di bahu nya. Ia tidak tega jika harus membangunkan Lucy, namun bahu nya kini telah terasa pegal. Dengan terpaksa, Lucky memencet hidung Lucy berharap ia akan terbangun.
Dan benar saja, Lucy terbangun. Dengan keadaan emosi tentu nya.
"Lu-lucky apa yang kau lakukan!"
Sebuah pukulan kencang mendarat di lengan Lucky. Ia meringis tidak menyangka bahwa kekuatan wanita saat bangun tidur sangatlah besar.
"Kau tertidur di bahu ku semalaman. Kau harus bangun jika tidak ingin membuat bahu ku mati rasa."
"Tapi kau memencet hidung ku bodoh! Bagaimana jika aku mati?"
"Tenang saja, aku akan mengurus pemakaman mu."
Lucy menggeram kesal dan berniat meninggalkan Lucky sendiri. Namun saat ia hendak berjalan, tiba-tiba saja kaki nya terasa lumpuh dan berdenyut kencang. Lucy yang terkejut itu pun tiba-tiba terjatuh dilantai. Ia menahan tangisan nya karena rasanya sangat sakit.
"Lihat siapa yang bodoh sebenarnya." Lucky berdecak dan mengangkat Lucy kembali ke sofa.
"Rasa nya sangat sakit kau tahu?"
"Aku tidak tahu."
"Berhenti bersikap menyebalkan Lucky."
"Tunggu sebentar. Akan ku kompres kaki mu dengan air panas."
"Air panas?" Ujar Lucy kaget.
"Maksud ku air es."
Lucky tertawa dan meninggalkan Lucy dengan keadaan kesal.
***
HALLO SEMUA
VOMENTS NYA JANGAN LUPA YA HEHEHEW