Chapter 1 : Perkenalan

25 1 0
                                    

          Namaku Mita, umurku 14 tahun. Ayahku seorang direktur televisi dan ibu seorang ibu rumah tangga. Dulunya dia seorang model. Karena kedua orang tuaku yang bertubuh tinggi diusiaku sekarang aku sudah setinggi 165 cm.

         Waktu kecil aku seorang model pakaian anak-anak. Mungkin profesi itu menjadi idaman banyak orang. Tetapi sejak kecil aku sudah mengenal suasana studio pemotretan. Suasana sibuk dan penuh perintah mengisi hari-hariku ketika aku menjadi model pakaian anak-anak.

        Walaupun segala sesuatunya sudah disiapkan untuk pemotretan selalu saja ada kesalah kecil atau kekurangan kecil. hal ini tentu saja bisa mengganggu proses kerja. Aku yang sudah memakai baju bagus tidak boleh duduk. "Kalau duduk nanti bajunya kusut, kau harus berdiri. Sebentar lagi mereka akan mulai lagi"

       Aku juga tidak boleh cemberut, bukan hanya saat pemotretan tetapi juga saat dirias aku harus selalu tersenyum. Supaya ekspresi di foto tidak jelek nantinya. Padahal aku tidak suka bau foundation. Apalagi saat bagian mata mulai dirias. Aku tidak boleh protes. Perias seperti punya hal prerogatif atas wajahku.

"Mata terpejam, jangan bergerak."

"Bagus. Jangan berkedip. Tetap melihat ke atas langit-langit."

"Aduh ... air matamu membuat eyelinernya berantakan. Kita harus mulai lagi dari awal."

Daripada harus tersiksa dari awal. Lebih baik aku bertahan, menahan air mata kerena kelamaan memandangi langit-langit. betul-betul menjemukan.

        Sebagai anak seorang direktur televisi dan mantan model, dunia initidak asing bagiku. Mereka punya kolega yang sangat banyak. Mama dan papa tidak pernah mendaftarkanku pda agency tetapi mereka yang meminta. Ini ku ketahui dari pembicaarn mama di telepon.

"Aku tidak bisa menjawab. Biar mita yang memutuskan. Kalu dia tidak mau jangan dipaksa."

         Mama selalu menanyakan keputusanku. Aku sendiri akan melihat apakah baginya cukup bagus untuk seleraku atau tempat pemotretan menarik. Tetapi dimanapu aku dipotret, acara rutin di depan kaca bersama perias pasti ada. Ini membuatku sebal.

         Aku sadar, aku tidak menyukai dunia itu. Aku tidak perduli pendapat teman-temanku yang menyayangkan keputusanku. Sampai bahkan ada teman mama yang memohon agar aku tetap menjalankan aktivitas sebagai model.  


                                                Bersambung ...

FIRST DATEWhere stories live. Discover now