8.

89 6 1
                                    

Suara mobil yang berhenti di halaman depan rumah yang sangat luas itu berhasil menarik perhatian seorang gadis yang duduk manis di kursi teras rumahnya. Sedari tadi ia menundukkan kepala, asik dengan aktivitas membaca novelnya. Dan sekarang, gadis itu  menghentikan aktivitasnya---beralih menatap mobil yang berhenti tidak jauh dari posisinya saat ini.

Ia tersenyum lebar saat mengetahui pemilik mobil itu. Segera ia menghampiri dengan berlari kecil sambil memeluk novel yang tadi ia baca. Mungkin karena terlalu excited, Renita sampai lupa meletakkan novelnya terlebih dahulu.

Seorang wanita dengan wajah keibuannya terlihat cantik memakai gamis modern dengan hijab yang menutupi sebagian tubuhnya turun dari mobil itu, bersama seorang gadis kecil, disusul pria paruh baya dengan pakaian khasnya, kemeja yang dipadukan dengan jas hitam beserta celana panjang berwarna hitam.

Mereka bertiga sama-sama berjalan ke arah teras rumah. Ayah dan ibu serta anak perempuan kecil yang masing-masing mereka gandeng menjadi perantara keduanya. Terlihat seperti keluarga harmonis bagi siapapun yang melihat mereka.

"Kenapa waktu Ayah sama Mami pergi nggak ada yang pamit dulu ke Tata?" Tanya Renita yang sudah berada di hadapan mereka dengan merentangkan kedua tangannya, seolah memblokir jalan mereka. Wajahnya ditekuk. Bibirnya sedikit mengerucut.

Oh ... rupanya ayah dan mami Renita sudah pulang ke rumah setelah seminggu lamanya mereka tidak ada di rumah itu. Ayahnya yang mengurusi pekerjaan di Singapura, dan maminya yang menjenguk omanya di luar kota.

"Kakakkaakkk!!" Pekik gadis kecil itu langsung seolah tidak memberikan kesempatan orang tuanya untuk menjawab pertanyaan Renita.

Gadis kecil itu mendongak dan memutar-mutar kepalanya seolah mencari sesuatu.
Renita menundukkan kepalanya. Wajahnya yang tadi tertekuk, kini menjadi sumringah saat melihat gadis kecil itu. Ia berjongkok di hadapannya.

"Heeyyy, Olin sayang," kata Renita halus sambil menangkup kedua pipi adiknya.

Ayah dan maminya melepaskan gandengan tangan mereka dari Olin--membiarkan tangan anak kecil mereka bebas.

"Olin kangen kakakk," katanya dengan suara yang menggemaskan. Tangannya yang bebas meraba-raba wajah Renita.

Renita memejamkan matanya. Merasakan sentuhan dari tangan mungil Olin. Pergerakan tangan mungil itu berhenti di kedua pipi Renita.

Cup

Cup

Olin mencium kedua pipi Renita. Setelah itu ia menampilkan deretan gigi putihnya yang kecil-kecil. Membuat lesung pipinya terlihat di kedua pipinya yang gembul.

"Olin mau main sama kakak, tapi tadi Olin disuruh istirahat dulu sama Ayah."

"Yaudah, Olin istirahat aja dulu. Turutin kata Ayah. Kita mainnya nanti malam aja deh, gimana?" Kata Renita menenangkan Olin.

"Beneran ya, kak?"

"Iy---"

"Lin, ayok masuk. Itu Mba Yanti sudah nungguin." Fahmi, ayahnya Renita memotong ucapan anaknya itu.

Renita menundukkan kepalanya. Masih sama, batinnya.

"Nggak mau. Kakak belum jawab!"

Renita memaksakan bibir agar tersenyum. "Kakak nggak bisa, Olin. Tugas sekolah kakak banyaaakkk bangett. Jadi kita mainnya besok-besok aja gimana? Nanti kita main--"

"Ekhem!"

Lagi dan lagi ucapan Renita terpotong dengan suara dehaman bariton milik Fahmi. Segera Renita mendongakkan kepalanya menatap Fahmi yang saat itu juga sedang menatapnya.

GO AWAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang