Sebuah mobil sedan berwarna silver memasuki sebuah pekarangan rumah bergaya Eropa. Kemudian disusul sebuah mobil sedan berwarna hitam mengkilap di belakangnya. Sang pemilik mobil silver menyeringai mendapati laki-laki yang mengendarai sedan hitam keluar dengan wajah kesal.
"Payah lo, Gra! Kalah mulu ama gue!" cibir Agler seraya menyisir rambut cokelat gelapnya yang berantakan.
"Gigi lo kalah! Gue di belakang juga karena lo nyuri start duluan!" desis Agra sebal. Ia membuka pintu belakang mobilnya dengan kasar.
Agler terkekeh pelan dan melakukan hal yang sama dengan Agra. Mereka sama-sama mengeluarkan sebuah kardus besar dari dalam mobil. Tepat ketika mereka berbalik, pintu utama rumah bergaya khas Eropa itu dibuka oleh seorang wanita paruh baya yang terlihat dua puluh tahun lebih muda dari umurnya.
"Eh! Mama tau aja kita udah sampe," kekeh Agler seraya mengedipkan sebelah matanya pada Callista—Mamanya—. Callista menjewer telinga putra keduanya gemas.
"Kamu tuh! Mama sendiri kamu godain!" Callista geleng-geleng kepala melihat tingkah putra keduanya. "Untung ganteng kayak papa kamu," lanjut Callista sambil tertawa renyah.
"Gantengan Agra ke mana-mana kali, Ma!" sahut laki-laki di sebelah kiri Callista. Agler mendelik dan mendorong kaki Agra pelan dengan kakinya.
"Pala lu! Di mana-mana adek selalu lebih ganteng!" balas Agler sengit seraya menjulurkan lidahnya. Agra melotot tak terima. Jika saja kedua tangan mereka tidak mengangkat kardus, Callista yakin akan terjadi acara gelut gratis di hadapannya.
"Muka kalian itu sama, tinggi sama, baju sama, sampai sempak yang kalian pakai sekarang juga sama. Terus apa yang kalian debatin, sih? Mama pusing, deh!" gerutu Callista. Ia berbalik dan masuk ke dalam rumah.
Agra dan Agler masih mematung di tempat masing-masing. Mata mereka sama-sama melotot mencerna ucapan Callista.
"Lo pakai sempak warna apaan, Gra?"
"Dongker. Lo?"
"Buset!"
Agra menoleh ke arah Agler yang menatapnya dengan mata terbelalak.
"Jangan bilang lo juga?"
"Emang!"
"Anjrit! Kok bisa? Cenayang lo ya?" pekik Agra histeris. Matanya melotot menatap Agler yang juga tak kalah kaget dengan keterbetulan yang hakiki ini.
"Enteng bat rahang lo ngomong! Lo yang cenayang! Jangan-jangan lo ngintipin gue tadi!"
"Gue nggak doyan liat punya lo, tai!"
"Terus kok bisa sama?"
"Mana gue tau! Terus kok Mama tau sempak kita sama?" tanya Agra bingung. Mereka berdua masuk ke ruang tamu dan meletakkan kardus yang mereka bawa di atas sofa.
Agra dan Agler mengempaskan diri di samping kardus masing-masing. Hari ini adalah hari di mana mereka benar-benar pindah rumah. Kardus yang mereka bawa adalah barang-barang terakhir yang ada di rumah lama, tepatnya di kamar mereka masing-masing.
"Jangan-jangan mama cenayang lagi," tukas Agler seraya bergidik ngeri. Ia tak habis pikir bagaimana bisa Callista mengetahui pakaian dalam yang mereka kenakan itu sama. Refleks tangan Agra memukul kepala Agler kuat.
"Sakit, bego!"
"Agler!! Mama denger kamu ngomong apa, loh! Mau mama kutuk jadi batu atau ikan pari?"
Teriakan Callista diiringi suara derap langkah yang mendekat membuat wajah Agler berubah pucat. Agra tertawa ngakak tanpa suara.
"Mampus lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Agra or Agler
Teen FictionCover by @prlstuvwxyz "Kok bisa Pangeran Kutub gue punya kembaran kayak si Spongebob?" -Chelsea Lareina Hayley- "Eh, pendek! Itu mulut remnya blong apa gimana?" -Agler Gracio Zeron- "Berisik!" -Agra Gracio Zeron-