03. Gue Agler

384 68 36
                                    

Chelsea membuang napas lega setelah menutup pintu ruang guru dengan susah payah. Ia mendengus kasar, merutuki Pak Yanto yang menyuruhnya mengangkat setumpuk buku paket KWN. Padahal, ia belum sempat ke kelas untuk menaruh tas karena datang agak telat. Alhasil, sekarang kedua tangannya penuh dengan setumpuk buku paket yang tebalnya bikin sumpek!

Gadis bertubuh pendek itu celingak-celinguk, mencari seseorang yang mungkin bisa membantunya. Ia tak mungkin membawa buku-buku itu sendirian apalagi dengan pundak yang masih menjinjing tas ransel.

"Bisa makin kecil gue, terus harapan gue buat diliat ama doi juga ikut kecil," gerutu Chelsea. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri hingga bola mata cokelatnya mendapati seorang laki-laki yang amat ia kenal sedang berjalan di koridor dengan tas di punggung.

Jalan aja ganteng.

"Agra!"

Laki-laki itu berbalik.

Yes! Oke, cool, Chel. Cool! Jan kayak kambing nemu rumput selapangan.

"Sini lo! Bantuin angkat!"

Tampak laki-laki itu kebingungan dan menunjuk dirinya sendiri. Chelsea mengangguk kecil dan berjalan mendekati Agra. Ia berusaha mati-matian menahan bibirnya untuk tidak tersenyum dan menghalau rona yang akan menjalari pipinya.

"Nih, ambil setengah! Berat," keluh Chelsea. Kepalanya mendongak untuk menatap Agra yang masih bergeming, menatapnya dari atas sampai bawah.

Ya Allah, ini beneren Agra? Tumbenan mukanya nggak datar? Biasanya mau kejedot, kejepit, atau kaget juga mukanya gitu-gitu aja. Nggak ada eskpresinya. Terus, terus ini kenapa dia natap gue terus? Jangan-jangan dia baru sadar kalo gue cantik? Atau dia baru sadar kalo ada gue di kelas? Eh, nggak deng, gue kan ketua kelas. Nggak mungkin dia nggak tau.

"Lo nyuruh gue?"

Chelsea merasakan napasnya tercekat untuk beberapa saat. Ia mengerjap beberapa kali mendapati salah satu alis tebal Agra terangkat.

"Kok nambah?"

Laki-laki di hadapannya mengernyit mendengar gumaman Chelsea. Ia sedikit membungkuk untuk menyejajarkan wajahnya dengan Chelsea. Tapi, tetap saja tidak bisa sejajar karena tubuh Chelsea yang pendek, bahkan tak sampai bahunya.

"Ha? Lo ngomong?"

Kasar.

"Nggak, gue ngeong!" kesal Chelsea dengan wajah cemberut. Untung lo ganteng, Bang!

"Gue ...."

"Cepeten ambil! Berat, nih! Nggak liat apa badan gue udah pendek, ntar tambah pendek lagi. Pak Yanto juga bentar lagi mau ke kelas," cerocos Chelsea ketika kembali merasakan berat buku di tangannya.

Laki-laki bermata kehijauan itu kembali meluruskan punggungnya. Ia menatap buku yang berada di tangan Chelsea datar. Dengan setengah hati, ia mengambil alih semua buku itu. Chelsea terperangah ketika buku itu sudah berpindah tangan.

"Gue kan suruh lo ngambil setengah. Kenapa lo ngambil semua? Sini balikin setengah! Ntar gue digiling ama fans lo lagi," gerutu Chelsea seraya berusaha mengambil alih setengah buku. Namun, apa daya, laki-laki di hadapannya terlalu tinggi dan sengaja mengangkat buku itu sedikit sehingga ia tak dapat menggapainya.

"Chelsea! Agra!"

Mampus!

Chelsea sontak berbalik sedangkan laki-laki di hadapannya mendengus kasar. Tak jauh dari tempat mereka berdiri, Pak Yanto menatap mereka bingung.

"Kenapa kalian masih di sini?" tanya Pak Yanto dengan tatapan tajam. Chelsea meringis.

"Anu, Pak, ini tadi minta tolong sama Agra buat bawain setengah buku." Chelsea melirik laki-laki yang sudah berdiri di sampingnya. Pak Yanto mengangguk mengerti.

"Ya sudah, ayo masuk kelas," ujar Pak Yanto lalu berjalan mendahului Chelsea dan laki-laki di sampingnya. Chelsea membuang napas lega lalu berbalik. Ia melirik Agra yang hanya menampilkan ekspresi datar.

"Sini setengah." Chelsea hendak mengambil namun laki-laki itu sudah lebih dulu, mengekori Pak Yanto yang berjalan ke kelas 11 IPA 1. Gadis berkucir satu itu mendengus pelan, dengan cepat ia mengejar langkah lebar Agra.

"Gra, lo datang telat? Tumben? Mana dua temen gesrek lo? Tumben juga lo nggak dingin-dingin amat? Kesambet apa?" tanya Chelsea bertubi-tubi. Ia tak bisa menahan sudut bibirnya untuk tidak terangkat hingga membentuk senyum tipis. Laki-laki di sampingnya memicingkan mata.

"Gue bukan Agra. Gue. Agler."

Laki-laki itu mengucapkan dua kata terakhir dengan penuh penekanan. Ia membelokkan tubuhnya untuk memasuki kelas 11 IPA 1. Seisi kelas yang tadinya ribut mendadak hening. Entah karena kedatangan Pak Yanto atau Agler, si trending topic pagi ini. Sedangkan Chelsea mematung di depan pintu kelas mendengar ucapan laki-laki berpunggung tegap itu.

What?!

Agler menatap seisi kelas yang mendadak hening. Semua siswi terlihat menahan napas dan mematung dengan mata tak berkedip, termasuk Chelsea yang masih berdiri di depan pintu. Sedangkan semua siswa, kecuali Agra, cengo.

"ALLAHU AKBAR! KEJEDOT APA GUE SAMPE SEKELAS SAMA DUO KEMBAR!"

Agra dan Agler serentak mengernyit dan menoleh ke arah Alvaro. Teriakan laki-laki berambut gelap itu membuat seisi kelas kembali ricuh. Para siswi mulai kasak-kusuk, berbisik-bisik, memfoto Agra dan Agler sebagai perbandingan, update status, bahkan ada yang berteriak kegirangan.

"Loh, ini kenapa Agra ada dua?"

Suara Pak Yanto membuat seisi kelas kembali diam. Guru bertubuh kurus itu mengernyit kebingungan.

"Saya kembaran Agra, Pak."

Chelsea yang mendengar hal itu terbelalak tak percaya. Ia mengerjap, memperhatikan Agler yang menjawab pertanyaan Pak Yanto.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak. Harus ke perpustakaan buat ambil buku."

Agler tersenyum ramah. Kembali para siswi di kelas menahan napas karena ulah laki-laki bertubuh tinggi itu. Pasalnya, melihat senyum Agler sama seperti melihat senyum Agra. Padahal, Agra tak pernah tersenyum pada mereka.

"Gler, lo nggak di kelas ini?" tanya Ferrel ketika Agler hendak keluar.

"Nggak, gue di kelas 11 IPS 2."

Terdengar desahan kecewa dari para siswa dan siswi karena mendengar jawaban Agler. Laki-laki itu kembali melanjutkan langkah. Ia berhenti sejenak di hadapan Chelsea, sedikit membungkukkan badan.

"Chelsea Lareina Hayley?"

Chelsea terkesiap. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada untuk menutupi badge name di sebelah kanan. "Lo ... lo ...."

Agler terkekeh pelan. "Lo? Lo apa? Lobak? Lontong? Lonjong? Lobang? Longlast?"

Sontak kedua pipi Chelsea memanas mendengar ledekan itu. Agler kembali menegakkan tubuhnya. Ia berjalan melewati Chelsea dengan langkah santai, membuat gadis bermata cokelat itu menghela napas lega.

Demi apa itu kembaran Pangeran Kutub gue? Kok mirip banget? Gimana bedainnya? Kok gue nggak pernah tau? Kok ... kok ...

Kok rese?

"Chelsea! Sampai kapan kamu mau berdiri di sana? Cepat masuk dan kita mulai pelajaran."

TBC 

Huwaa ... semua salah paham karena sangking mirip, ya? 😂

Belom ada yang bisa bedain Agra sama Agler lewat sifat?

Tenang, part selajutnya bakalan ngasih satu ciri khas buat ngebedain Agra sama Agler, kok

So, don't forget to vote and comments, guys!

Thank you! 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Agra or AglerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang