Arega dan Callista saling berpandangan mendapati Agler menuruni anak tangga bersama Agra. Kerutan di kening mereka semakin dalam mendapati penampilan putra kedua mereka tampak tak jauh berbeda dengan kembarannya. Rapi.
"Tumben rapi? Nggak kayak biasanya," sindir Arega pada Agler. Ia melipat koran yang tadi sempat ia baca.
"Kesambet setan kompleks kayaknya, Pa." Bukan, bukan Agler yang menjawab. Tapi, kembarannya!
Arega terkekeh pelan ketika Agler tak segan-segan memukul kepala Agra karena sebal. "Papa nggak pernah nyesal sama pilihan Mama. Setan kompleks sini baik ya, bikin kamu tobat," kekeh Arega. Agler yang mendengar hal itu mencibir.
"Ya kali baru masuk udah masuk buku kasus, Pa," ujar Agler dengan cengiran khasnya. Ia mencomot roti selai cokelat yang sudah berada di tangan Agra, membuat kembarannya mendengus kasar.
"Awas aja kalo kamu buat ulah lagi. Uang jajan kamu Mama potong, mobil kamu Mama sita, motor kamu mama ...."
"Udah, coret aja dari KK, Ma."
Oke. Rasanya Agler ingin memakan kembarannya yang lebih tua lima menit itu hidup-hidup. Tatapan ingin menerkam ia arahkan kepada Agra yang berada di sampingnya.
"Masih gue liatin lo ya, Nyet," ujar Agler penuh penekanan. Agra itu memang kalem tapi itu cuma buat orang yang nggak kenal dekat sama dia. Aslinya? KALEM KALEM BANGSAT!
Agra mengedikkan bahunya tak peduli. Ia melanjutkan sarapannya dengan santai tanpa memedulikan Agler yang terus diceramahin oleh Callista. Walaupun Agra dan Agler itu suka gelut dan adu mulut, tapi tetap saja sifat Agra dan Agler itu sangat berbeda.
Agra beranjak dari duduknya setelah menghabiskan tiga potong roti. Ia menghampiri Arega dan Callista kemudian menyalami tangan kedua orang tuanya untuk berpamitan. Agler melakukan hal yang sama, berharap bisa segera mendinginkan telinganya yang panas setelah diceramahi.
"Hati-hati di jalan, ya," ujar Callista pada kedua putranya. Agra dan Agler segera menuju mobil masing-masing dan melaju ke sekolah. SMA Pelita Harapan.
***
Bukan Agra namanya kalau tidak membuat para siswi di SMA Pelita Harapan rela menunggu kedatangannya di daerah parkiran mobil. Mobil sedan hitam berplat A 01 GZ itu terparkir sempurna di tempat biasa.
"Pangeran gue udah datang!"
"Liat mobilnya aja gue klepek-klepek, apalagi liat orangnya."
"Gue butuh lebih banyak oksigen, guys! Takut pingsan liat muka cool Agra!"
"Masa depan gue emang the best!"
Berbagai ungkapan-ungkapan kagum dilontarkan para siswi itu pada Agra yang baru saja keluar dari mobil. Laki-laki berambut cokelat gelap itu menyampirkan tas ranselnya di pundak sebelah kanan. Bermodal wajah datar dan tatapan dingin, Agra berjalan menyusuri koridor yang dipenuhi para fans-nya.
Dari arah belakang, dua orang laki-laki yang memiliki tinggi hampir sama dengan Agra menepuk pundak laki-laki itu keras. Agra mendelik tajam. Dari sekian banyak siswa di SMA ini, hanya merekalah yang berani memukul atau bahkan menyentuhnya.
"Si anjing mukanya kayak ngajak ribut tiap hari," tukas Farrel seraya terkekeh.
"Gra, besok lo jual deh fans-fans lo itu. Mereka kayak manekin waktu liat lo. Nggak kedip!" ujar Alvaro yang berada di samping kiri Agra. Walaupun Farrel dan Alvaro itu ganteng dan banyak fans, tapi tetap saja fans Agra lebih banyak.
Mereka bertiga sudah tak asing dengan tatapan memuja yang dilemparkan para siswi di sekolah, bahkan laki-laki sekalipun. Tak hanya itu, setiap hari mereka juga akan mendapatkan surat-surat manis yang tak bisa dicicipi rasanya tapi mampu membuat mata perih dan perut mual.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agra or Agler
Teen FictionCover by @prlstuvwxyz "Kok bisa Pangeran Kutub gue punya kembaran kayak si Spongebob?" -Chelsea Lareina Hayley- "Eh, pendek! Itu mulut remnya blong apa gimana?" -Agler Gracio Zeron- "Berisik!" -Agra Gracio Zeron-