Akashi

423 106 49
                                    

Gegara Mas Mayu minta bayaran atas bantuannya beberapa hari yang lalu, akhirnya diri ini terpaksa menipiskan tebal dompet.

Padahal kukira Mas Mayu gak bakal minta bayaran :(

Emang gak aneh-aneh sih. Mas Mayu minta ditraktir makan doang, tapi porsinya itu gak nyelo bor.

Hasilnya, dompet kesayanganku tipis beneran. Isinya tersisa kartu pelajar dan selembar uang berwarna hijau. Lumayan banyak sih sebenernya, tapi ya tetep aja....

Udah gitu, enggak mungkin minta duit lagi ke orangtua. Baru aja minggu lalu minta cukup banyak buat bahan tugas. Hhh, mau nangis aja rasanya.

"(Y/N)?"

Aku tersentak kaget ketika namaku dipanggil tiba-tiba. Saat sadar, tiba-tiba aja Akashi usah duduk di depan mejaku, ngeliatin aku.

Kayaknya, sih, ngeliatin aku.

Aduh, izin meleleh dulu ya....

"He- eh, Akashi...." aku menyebut namanya ragu, sambil berusaha menahan senyum di wajahku. "Kenapa?"

Pernah kujelasin belum sih? Aku sekolah di SMA Rakuzan. Di SMA elit yang sama dengan Akashi Seijuurou. Awalnya aku bodo amat, habis orang-orang selalu ngomongin Akashi seolah dia itu... demigod, mungkin? Jadi, ya, risih.

Ya bayangin aja, mana ada orang yang jago basket, pinter juga, kaya juga, dan ganteng? Awalnya ya aku gak percaya.

Sampai aku ngeliat Akashi dengan kedua mataku sendiri.

Akhirnya, ya tetep gak percaya. Soalnya apa yang mereka bicarain tentang dia, ternyata beneran. Ganteng, kaya, pinter. Sumpah, kekurangannya apa sih?

"Rapat OSIS sebentar lagi." Akashi mengangkat lengan kirinya, mengecek jam. "Lima menit lagi. Aku ngeliat kamu ngelamun di kelas, jadi, mau berangkat bareng?"

ADUH BERUNTUNG BANGET INI MAH! HAYU, LAH, AKASHI-SAMA!!

"O-oh gitu, ya? Tapi kan aku cuma Ketua Bidang? Yakin nih, dibutuhin?"

"Mau ngebantah?"

"Iya deh ikut."

Akashi emang disegani banyak orang. Selain dia jadi Ketua OSIS, dia juga tegas. Entah ya, apakah emang disegani atau ditakuti. Karena menurutku, orang-orang lebih takut daripada segan ke dia.

Banyak banget rumor kalau dia itu nyeremin. Bisa ngebunuh orang lah, apalah. Dia emang sering bawa gunting dan cukup mengintimidasi, tapi pasti dia tahu diri lah. Masa orang pinter dan terpandang ngebunuh orang?

Mungkin aja, tapi kayaknya Akashi gak kayak gitu?

Akhirnya aku dan Akashi jalan bareng menuju ruang OSIS. Lumayan jauh dari kelasku, dan harus ngelewatin banyak koridor sebelum sampai.

Alhasil, diliatin terus sama murid lain.

"Kayak gak ada pemandangan lain aja." Akashi menggumam pelan.

Aku menoleh, menatap tubuhnya dari samping yang... ehem, pendek. Berhubung aku cukup lemot, aku menatapnya bingung.

"Pemandangan apaan?"

"Dasar gak peka."

Aku meringis dalam hati. "Biasa aja dong, komentarnya. Nyakitin, tau?"

"Tapi," Akashi menghentikan langkahnya cuma buat menatapku langsung, aseeek, "itu emang fakta."

Setelah ngomong kayak gitu, kita sama-sama terdiam. Namun gak lama, karena Akashi langsung melanjutkan perjalanannya menuju ruang OSIS, ninggalin aku di tempat. Aku menghembuskan napas kasar.

"TADI NGAJAKIN, KOK SEKARANG DITINGGALIN!?"

×××××

Ternyata, rapatnya gak seformal yang aku bayangin. Isinya cuma perbincangan tentang event tahunan sekolah yang mau diadain sekitar dua bulan lagi. Untung aja aku ikut Akashi tadi.

Berhubung posisiku sebagai Ketua Bidang Kesenian, berarti aku bakal sibuk. Aku sendiri gak masalah, karena aku sering gabut.

"Pulang kapan, (Y/N)?" tanya Mibuchi sewaktu kami betemu di lapangan. Karena dia ngelempar senyum ke aku, jadi kubalas juga dengan senyuman.

"Aku langsung pulang, sih." jawabku sambil mikir-mikir. Maksudku, mikir mau pulang pakai apa. "Mibuchi sendiri?"

"Tadi bawa motor sih, jadi mungkin yaa... langsung." sehabis ngejawab gitu, ekspresi dia berubah cerah. "Mau barengan gak?"

Aku yang otomatis kaget langsung geleng-geleng. Berhubung aku sendiri gak dekat sama dia, aku jadi cukup segan sebenernya. Gak tau deh, segan atau takut.

"Makasih, tapi gak usah, deh." tolakku sambil pasang senyum di wajah.

"Loh? Kenapa?? Gak apa-apa kok!"

Ya kamu mah mikirnya gapapa, aku sendiri sih gak enak, gerutuku dalam hati.

"Iya, gak apa-apa kok, aku bisa pulang sendiri!"

"Yakin?"

Alah bacot :(

"Berisik banget. Kalian ngeributin apa?"

Sosok Akashi yang tiba-tiba muncul di antara aku dan Mibuchi otomatis membuatku kaget. Iya, aku doang, Mibuchinya enggak.

"Cuma mau nawarin (Y/N) buat pulang bareng kok!" jawab Mibuchi dengan nada riang. Kebalik sama aku yang ngerasa sedikit takut.

Walau Akashi sebenarnya adek kelasku, dan aku sendiri menyatakan bahwa aku gak terlalu takut sama dia, ya tetep aja....

"Terus? Kamu nolak?" Akashi mengalihkan pandangannya ke aku, ngebikin aku salah tingkah karena tatapannya yang tajam.

Aku ngangguk pelan dan ragu. Ini anak mau ngapain sih?!

"Bagus kalau gitu." kata Akashi. "(Y/N), kamu pulang sama aku."

"LAH!? APA-APAAN!?" seru Mibuchi enggak terima. Aku yang tadinya mau teriak juga langsung diem ketika Akashi menoleh ke Mibuchi. "Kan aku yang ngajak duluan!"

Akashi memasukkan sebelah tangannya ke saku. Tiba-tiba aku curiga dia mau ngeluarin gunting. Masih dengan pose itu, dia mendekat ke Mibuchi.

"Tapi dia nolak tawaran kamu."

Dengan satu kalimat itu, akhirnya aku pulang bareng Akashi.

Mas Mayu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang